Mengaji Era-Internet
Senin, 12 Desember 2016
Tambah Komentar
Kalau kamu menonton orang berceramah di televisi: apakah itu kamu ikut dalam pengajian? Kalau kamu mendengarkan orang lewat rekaman atau pemutar lagu pada gadget atau komputer: apakah itu masih pengajian? Apakah pengajian selalu saja harus mendatangi suatu tempat dan itu yang benar-benar layak disebut ikut pengajian? Sebenarnya apa itu pengajian?
Di masa, teknologi, berkembang, makna-makna dasar tergeser. Pengajian yang semula adalah sebuah kenyataan, harus nyata datang, kini tidak harus seperti itu, pengajian bisa lewat media. Dan itu juga disebut dengan pengajian.
Kita bisa berlama-lama mendengar ceramah, mengkaji kajian, lewat media. Terlebih lagi, bisa menyelusuri kajian yang secara langsung. Apakah sekarang ada, pengajian kitab secara online? Banyak. Banyak sekali.
Karena memang zamannya. Karena memang eranya jaringan.
Kita tidak bisa menyangkal kemajuan sains. Kiai pun, orang yang mulang, juga tidak bisa menghelak tatkala dirinya direkam. Terlebih lagi, kiai yang ditekan oleh ekonomi. Pasti mau-mau saja kalau mengaji secara online. entah itu dirinya tidak begitu pandai tentang agama, atau pun ilmunya pas-pasan terhadap agama.
Pikir mereka, tidak salah dengan hal itu. Kapasitas pengetahuan tentang agama tidak menjadi kendala untuk menyampaikan agama. Intinya, menyampaikan agama secara terus menerus. Lama-lama, saya akan menambah pengetahuan, dan secara otomatis saya akan lebih-lama untuk belajar agama, karena pekerjaan saya adalah tentang agama.
Saya bakal mengaji kepada orang-orang yang lebih hebat dari saya. Saya akan sibuk dengan teks-teks agama. Malah bahkan, saya juga menonton video-video orang-orang yang lebih cerdas dari saya. Bahkan, saya akan menirunya. Dan saya piker, hal itu tidak dilarang oleh agama. Saya tidak mencuri, saya tidak maling: ini berbentuk keterampilan. Ini menjadi karir saya. Bertahan hidup didunia.
Memang saya menyadari bahwa tatkala menyampaikan agama harusnya, baiknya, khususnya agama islam, maka harus mengerti dan memahami bahasa arab, namun haruskah saya memahami seluruh bahasa arab? Memang baik kalau saya paham bahasa arab. Kalau tidak, apakah saya tidak-harus menyampaikan agama? Atau bahkan dilarang untuk menyampaikan agama! Mengapa mereka melarang? Apakah mereka mau memberiku uang tanpa harus bekerja: kenalilah, bahwa menyampaikan ilmu secara on-line adalah termasuk kategori pekerjaan.
Kiai pun menjadi profesi.
Jika para pemirsa menyukai gaya penyampaian saya, tentu itu bermanfaat buat mereka ‘kan? Dan kalau semakin ramai saya ditonton oleh pemirsa, tentu saya menjadi terkenal. Selanjutnya, saya bakal diundang secara realitas. Secara nyata. lalu mendapatkan upah. Kalau waktunya terlalu sibuk, maka yang nyata tersebut, oleh kru saya direkam, lalu dikirimkan menjadi on-line. Kenalilah, tatkala saya mempunyai kru, maka secara otomatis mereka mendapatkan rezeki. Apakah itu salah? Itu realitas sekarang.
Bahkan, tatkala saya terkenal. Sekali pun saya minim pengetahuan bahasa arab, bisa sekedar tema-tema keislaman, namun saya lebih terkenal dengan orang yang mumpuni dalam bahasa arab. perkataan saya lebih didengar, karena saya popular. Karena saya terkenal.
Bahkan kepopuleran saya, kadang menjadi panutan, semacam lurah, camat, bahkan bupati, untuk menyampaikan apa yang sesungguhnya mereka ingin sampaikan. Mereka, sekelas bupati pun, kadang menompang aspirasi kepada saya. Saya akan mengatakan:
“Bu… Pak…!” Bapak kita, Bapak Bupati berpesan: supaya kita harus rukun. Itulah pesannya kepada saya, lalu saya harus menyampaikan kepada kalian semua. Mau tidak?” kataku, merayu, agak becanda. “Mau tidak bu? Kalau nggak mau, kalian bukan temanku.” Jawabku guyon. Lalu saya menyuplik ayat yang menyatakan tentang kerukunan.
Pendek kata, dulu, saya minim tentang ilmu agama. Sekarang, bertambah. Bertambah. Tambah banyak. Selain itu, saya mendapatkan uang. Saya dikenal banyak orang. Dan saya tetap dengan gaya dan cara saya sendiri. Tujuannya, menyampaikan agama. Ini realitas modern, ini zamannya. Kita tidak bisa menghelek. Tidak bisa.
2016
Belum ada Komentar untuk "Mengaji Era-Internet"
Posting Komentar