Tentang Sebab-musabab Pencarian ‘aku’: Siapa Aku?

Awalnya saya tidak menduga bahwa saya bakal mencari-cari sesuatu yang bernama ‘aku’ itu, dengan pertanyaan yang sebenarnya aneh: sebab saya bertanya kepada diri saya sendiri, siapa aku?

Sebelum menjawab, saya akan menyatakan tentang sebab musabab mengapa kalimat itu mampu menempel dalam diriku: pasti ada sebab yang mendasari tentang kemunculan kalimat itu.

Pertama, karena mempunyai waktu yang luang untuk berpikir tentang hal itu.

Kedua, tidak ditekan dengan pekerjaan nyata, sehingga mempunyai kesempatan untuk berpikir.

Ketiga, mempunyai harta yang cukup sehingga sempat memikiran tentang hal itu.

Keempat, mempunyai waktu untuk mencari jawaban siapa aku, sehingga kemudian terjebak dengan keakuannya.

Penjelasannya:

Kalau saya tidak mempunyai waktu yang luang untuk berpikir tentang hal itu, maka saya tidak akan mampu berpikir tentang hal itu. Sebab berpikir tentang hal itu adalah kesia-siaan. Seringkali di sangkal dengan mudah tatkala menanyakan kepada orang-orang:

“Kamu adalah Taufik. Kamu berbeda dengan orang lain. Kamu mempunyai pekerjaan. Kamu mempunyai keluarga. Kamu mempunyai kerabat.”

Dan mengapa waktu luang bisa terjadi, itu karena alasan kedua, yakni tidak ditekan dengan pekerjaan nyata, artinya individu itu belum ditekan oleh tanggung-jawab kerja, yang mempunyai sistematis aturan kerja. Karena tidak mempunyai sistematis aturan kerja, maka si individu mampu mencari tentang keakuannya. Dengan lantaran, tahap selanjutnya, yakni mempunyai harta yang cukup.

Sebab kalau dia kurang harta, maka tubuh si individu dituntut untuk bekerja dan mendapatkan upah, tatkala sibuk bekerja, maka aktifitas tubuh terasa lelah dan capek, tatkala lelah dan capek menyinggah, maka akal tidak mau berpikir keras. Harapannya sekedar ingin tidur. Dan rasa kantuk.

Waktu menjadi terasa cepat. Hasilnya, pencarian aku, menjadi gagal. Karena tubuhnya terus menerus di kejar dengan system yang telah mengikat dirinya: yakni system kerja.

System kerja adalah aturan dalam pekerjaan, yang harus tepat waktu, yang harus menjalin komunikasi dengan orang lain, yang harus mengikuti aturan kerja. Dan harus siap dengan sesuatu yang tak terduga terhadap pekerjaannya. Terlebih lagi, harus siap dengan sesuatu yang namanya: capek dan lelah.

Waktu baginya terasa cepat. Laksana digiring untuk menjalani hari demi hari. Dan perjalanan hari tersebut, sampai-sampai melalaikan tentang pencarian aku. Tatkala pertanyaan aku menyinggah dalam dirinya, maka jawabnya.

“Aku adalah taufik. Karyawan. Setiap hari sibuk bekerja. Selanjutnya, saya berkumpul dengan isteriku. Mencari nafkah buat isteriku. Mencari nafkah buat anak-anakku. Sebab istriku membutuhkan uang, makanya saya harus bekerja. Sebab anak-anakku meminta uang, maka saya harus bekerja.”

Pencarian aku, secara otomatis telah selesai dengan sendirinya. Sekali pun pada dasarnya, belum ketemu benar terhadap keakuannya. Apa maksud dari ketemu-benar? Yakni, dia belum benar-benar mengalami proses pencarian kekakuan. Keakuannya masih sekedar tentang baju keakuan. Sekedar tampakan luar.

Itu karenanya, tahap terakhir: mempunyai waktu untuk mencari jawaban siapa aku. Mempunyai waktu diartikan dirinya, harus bersedia meluangkan waktu untuk mencari siapa aku, sehingga kemudian ia terjebak dalam epistemology keakuannya. Yakni mereka mulai dengan tahap-tahap baru, tentang prosesi pendalaman keakuan.

Seperti hokum lingkaran, awal adalah puncak dan puncak adalah awalan. Toh hingga pada akhirnya, jawaban endingnya, aku menjadi aku semula yang telah terjawab: namun akhirnya, aku sekarang semakin memahami tentang semua ini.

Dan ending dari pencarian keakuan, adalah tentang kesadaran diri. Tentang kesadaran inilah yang dicari dari proses keakuan.

Dan umumnya, yang sering berkutat pada pertanyaan ini adalah orang-orang akademisi dan orang-orang yang tua. Sebabnya, karena keduanya adalah sibuk dengan sesuatu yang tidak-nyata: orang-orang akademisi (Atau kaum pelajar) akan sibuk dengan dunia teks. Sementara orang tua, akan sibuk dengan kesendiriannya.

Dengan prose situ, maka lamat-lamat akan mempertanyakan keakuannya. Pertanyaan itu tidak bakal mudah kalau dijawab sendiri, namun mau bagaimana pun pertanyaan itu, hanya mampu dijawab sendiri.

2016

Belum ada Komentar untuk "Tentang Sebab-musabab Pencarian ‘aku’: Siapa Aku? "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel