Dahsyatnya Sistem-Pengetahuan Al-quran

hidayat tf_postmodern

Masih ingat kisah tatkala al-quran dituduhkan sebagai sihir? Mengapa dikatakan demikian? Pastilah kalimat-kalimatnya laksana sihir yang mengikat, mempengaruhi, merubah pola pikir, menjadikan para pendengar –orang-orang arab yang memang ahli berbicara dan terkenal dengan juru syair—takjub dengan keindahan bahasa juga system-sytem yang ditawarkan al-quran.

Semakin diamati isi al-quran maka menciptakan system-sytem pengetahuan panjang.

Semakin diperdebatkan, maka itu adalah angan-angan, sementara tuntutan al-quran, realitas.

Semakin dipahami tentang realitas, maka melampaui realitas.

Semakin dipahami, maka masuklah pada system-pengetahuan keislaman.

Sekarang, di zaman jaringan, interconnection network, agama islam menunjukan kedahsyatannya, tetap bertahan dan semakin kokoh pertahananya. Sekali pun beragam wujud-wujud keislamannya—itu adalah keharusan. Harus banyak perbedaan—namun tetap saja, itu adalah islam.

Apa-pun wujud-wujud keislaman. Itu adalah atas nama islam.

Jangan kau helak dan gentar kalau islam mempunyai ragam-ragam perbedaan dengan klaim:

Islam itu, teroris.

Islam itu, radikal.

Islam itu, damai.

Islam itu, suka perang.

Islam itu, rahmatan lil ‘alamin.

Islam itu, harusnya begini…

Islam itu, harusnya begitu…

Islam itu, harus bla.. bla.. bla

Yang jelas, itu adalah wujud islam. Dalam satu payung, islam. soal kebermacaman, wajar. Hal itu terjadi, karena berbedanya geografi lingkungan. Mengapa saya katakana demikian? Lingkungan itu sangat mempengaruhi keislaman-manusia. Lingkungan itu sangat mempengaruhi jiwa kemanusiaan.

Indonesia, karena konsentrasi umum berkaitan dengan keberagamaan, maka konsentrasi keislamannya adalah mewujudkan pada pola-pola keberagamaan. Sebabnya, tentu, karena daerah Indonesia subur dengan tanahnya. Negeri rempah-rempah. Terlebih lagi, sejarah manusia-nusantara adalah manusia religious titik.

Karakter dasar sulit digubah. Karakter dasar manusia, sulit diubah.

Dari karakter dasar itulah, kemudian mereka (para ulama) menafsir keislaman sesuai dengan umatnya. Apa itu umat? Adalah orang-orang yang berada dalam naungan pengetahuan ulama. Dan islam selalu memegang status adanya ulama, yakni orang ahli agama. Ahli agama menyampaikannya menurut kadar kualitas umatnya:

Itulah mengapa selalu saja ada perbedaan pendapat di antara ulama. 

Dan kemanusiaan, mempunyai tahap yang jelas: anak-anak, dewasa, remaja, tua, renta.

Dan semuanya mempunyai kapasitas berbeda-beda dalam menangkap pelajaran. Pelajaran tentu tidak bisa disamakan, kalau disamakan tentu bakal rancu, tentu harus ada perbedaan. Harus.

Di saat para ulama menafsir, pastilah beliau ‘merasakan’ betapa dahsyat sesuatu yang bernama Al-quran itu. Tentu, mereka menafsir dengan standar tafsir al-quran pada umumnya, yang telah disepakati oleh alhli tafsir, yang pasti ada hubungannya dengan hadist, paham bahasa arab, paham sejarah arab, paham kebudayaan arab: 

Dari itu, maka, teruraikanlah tafsir al-quran. Dan tentu, teksnya bukan setebal al-quran, jauh lebih tebal. Lihatlah kitab-kitab tafsir al-quran: tanyakan pada dirimu sendiri, mengapa kitabnya bisa sampai setebal itu? mengapa beliau (ahli tafsir) menafsirkannya sebanyak itu?

Andai tak usah membaca tafsir. Andai sekarang membaca terjemahan al-quran. Bahasa Indonesia: pastilah, akan terseret kepada arus system-pengetahuan yang lebat dan hebat, selain itu, bakal digiring ke realitas dan realitas yang lain. Lalu sesekali kamu amati teks-al-quran, kamu amati pelan-pelan tentang struktur pola al-quran, pastinya akan tertakjub-takjub dengan rangkaian bahasa al-quran. Apalagi para penyair, para pujangga, pastilah dia akan sangat lebih mengerti dan memahami bahwa bahasa al-quran adalah bahasa yang super indah, karena jalin-menjalin, menggiring ke suatu masa demi masa, negeri ke suatu negeri.

Bagi pembaca yang awam terhadap ilmu islam, maka akan terpancing untuk ibadah atau bahkan mengakui bahwa saya bagian orang yang banyak dosa, atau saya bagian dari orang-orang yang taat, atau saya mengakui bahwa saya laksana orang yang kafir. Dan kalau allah member petunjuk, maka orang tersebut akan diberi petunjuk, kalau allah tidak menghendaki memberi petunjuk, maka orang tersebut akan kesasar:

Bisa jadi, orang yang banyak dosa, akibat membaca al-quran, makin girang untuk bertambah dosa, sekali pun dia telah mengetahui bahwa mereka dosa. Namun, lingkungan bakal mengajarkan, bahwa mereka adalah dosa, maka mereka tidak akan lepas dari istilah dosa. Istilah dosa telah mewabah. Maka, mau tidak mau, mereka harus bertaubat, kalau tidak, maka dia akan diserang dengan istilah dosa. 

Jikalau memang dirinya pura-pura membebal dengan istilah dosa, namun karena lingkungan ‘menyepakati’ perbuatannya, dosa, maka saat dia diissukan dosa, pastilah dia akan berpikir ulang tentang kedosaannya. Mau tidak mau.

Pendek kata, pengetahuan islam, secara otomatis, tatkala dikabarkan, telah menyebarkan sesuatu yang sebenarnya mengikat. Itulah termasuk dahsyatnya al-quran. Ikatan yang kuat, teramat kuat.

Sedikitnya itulah yang saya sampaikan. Semoga bermanfaat…

Belum ada Komentar untuk "Dahsyatnya Sistem-Pengetahuan Al-quran"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel