Hiperrealitas Dalam Islam Study perbandingan dengan hipperealitas Filsafat Barat



Apa itu hipperealitas? Bagaimana hiperrealitas di era modern ukurannya Filsafat Barat (eropa) atau sociology? Bagaimana Hiperrealitas dalam Islam?

Hiperrealitas itu melampaui realitas yang sesungguhnya, dan ukurannya adalah tentang keberadaan mesin-mesin dan status keilmuan yang marak di dunia, seperti, batas-batas realitas di era modern seperti sekarang ini, yakni sebuah televisi, yang menawarkan fantasi dan menawarkan realitas yang sesungguhnya, atau tentang telekomunikasi, yang menjadikan jarak dari jauh menjadi dekat, dan yang dekat menjadi rekat, dan transportasi, yangmana jarak yang jauh menjadi dekat, dan jarak laksana sekedar jarak, yang dengan mudah dijelajahi karena keberadaan transportasi.

Namun ternyata, islam telah mengenal tentang jalinan hiperrealitas: yakni kehidupan yang melampaui realitas yang sesungguhnya. Artinya, jika dipersamakan akan menjadi serupa, walaulah tidak sepenuhnya sama, hanya saja, tidak semua umat muslim mampu seperti itu, hanya orang-orang tertentu yang mampu dan itu pun tidak ‘sekehendak’ diri untuk mewujudkan itu.

Jika barat itu menggunakan transportasi yang fakta dan objektif, dalam islam, kita mengenal diksi hilang atau pindah tempat, seperti menggunakan alat sesuatu yang kemudian tiba-tiba sampai di mekah, atau sampai dimana. Hanya saja, ilmu-ilmu seperti itu, bukanlah ilmu kepameran atau ilmu yang berobjektif, yang bisa dimiliki untuk umum. Orang-orang khusus yang mendapatkan itu.

Kemudian, telekomunikasi, dalam dunia islam, adanya telepati, yakni hubungan manusia kepada manusia lainnya yang itu tidak secara langsung melaikan secara langsung, yakni berkomunikasi jarak jauh tanpa menggunakan alat yang fakta, yang mampu terbukti secara objektif.

Selanjutnya, tawaran realitas, bagi orang-orang islam seringkali diberi tawaran realitas atau dilihatkan teawaran realitas yang sebenarnya, yakni berada dalam surge, yang mana telah digambarkan dengan detail perihal keindahan dan kenyamanan dan cara untuk mendapkan itu, melalui beberapa tahap dan itu harus dijalani, dan itu dilaksakankan: yakni harus taat kepada Allah dan taat kepada Rasul, begitulah aturan mainnya.

Hingga pada akhirnya, maka terketemulah perbandingan di antara keduanya. Hanya saja, objek sasarannya perbedaannya: barat lebih objektif, sementara islam lebih subjektif. Barat lebih umum, dan islam lebih ke khusus.

Jika diselidiki lebih lanjut, mengapa mampu terjadi seperti itu; bahwa di sisi lain lebih objektif, dan disisi lain lebih subjektif. Maka ukuran objectif adalah sesuatu yang pasti dan itu adalah realitas yang sebenarnya. Sementara subjektik berukuran sesuatu yang pasti dan itu adalah realitas yang sebenarnya, dan kelak (Setelah mati di dunia ini) itulah ukuran yang sebenarnya.

yang kemudian efek lanjutan: jika barat adalah bagaimana mengupayakan untuk membuktikan realitas yang sebenarnya? Maka disinilah ilmu obejektif sangat dibutuhkan, yakni pegnetahuan ilmiah. Jika islam, bagaimana mengupayakan untuk sampai kepada realitas yang sebenarnya? Maka disinilah ilmu praktek di butuhkan, yakni tentang tingkah-laku sebagai orang islam.

Lebih ringkas lagi, jika barat cenderung menyukai sesuatu tentang dunia, maka islam lebih cenderung menepiskan tentang dunia. Jika barat cenderung menyukai tentang keindahan yang ada di dunia, maka islam lebih mencedung menerima keindahan sesuatu di dunia, karena keindahan sempurna, kelak, di dunia akhirat. Demikianlah.

2017

Belum ada Komentar untuk " Hiperrealitas Dalam Islam Study perbandingan dengan hipperealitas Filsafat Barat "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel