Apa itu Keluarga?


Kelurga Besar di Desa Wargomulyo





Kau bertanya apa itu keluarga? Sebuah diski yang tidak asing buatmu, kali ini engkau pertanyakan, yang sebenarnya engkau mencari jawabnya; keluarga itu ikatan manusia yang terketahui bahwa mereka adalah manusia yang lahir dari rahim yang satu. Bukankah begitu yang dimaksud dengan keluarga?

Yakni saudara-saudara kandungmu, saudara-saudara yang itu dari kakek dan nenekmu, atau keturunan dari kakekmu, atua dari pihak ibumu, atau anak-anak dari saudara-saudaramu; begitulah keluarga, yang seringkas kata adalah ikatan yang diketahui jalur-jalur kerahimanan.

Yang kemudian, tatkala engkau jarang mengunjunginya, maka keluarga menjadi kenangan dalam pikiranmu, menjadi cerita dalam dirimu; atau tatkala dia telah meninggal, maka telah menjadi kenangan pada memori dirimu. Namun, yang akan saya bicarakan adalah tentang keluarga yang itu masih hidup.


Status keluarga yang masih hidup.


Sebagaimana telah engkau ketahui, bahwa status keluarga adalah bahwa engkau mengetahui atau diketahui bahwa engkau mempunyai ikatan kerahiman atau lahir dari rahim yang sama, begitulah umumnya keluarga; namun, ada juga keluarga yang ikut-serta, semisal, ayahmu menikah lagi, dan dia membawa anak yang itu bukan anak dari ayahmu, maka itu pun disebut keluarga, hanya saja keluarga yang tidak sedarah.

Landasarnnya sederhana; karena ayahmu hidup bersama perempuan itu, atau ayahmu meyayangi perempuan tersebut, maka anjurannya engkau harus juga menyayangi apa yang ayahmu sayangi, karena bagi prinsip perempuan itu, dia menyayangi anak-anaknya; yang kemudian, jika engkau lebih kecil dari anak dari perempuan itu (yang kini statusnya menjadi ibu) maka engkau memanggilnya, kakak. Begitu juga sebaliknya, tatkala engkau lebih besar, maka dia memanggilmu kakak.

Dalam sejarhanya, hal seperti itu, lebih kuat pada tradisi arab, yang mana memengang erat perhapalan sanat-sanat sampai kepada Nabi Adam; wal-hasil, penyebaran atau tawaran yang dianjurkan untuk menyayangi satu sama lain, karena semua adalah anak-cucu Nabi Adam; jika orang-orang barat (sebagian orang yang tidak percaya dengan agama) karena tradisi barat tidak seperti itu, maka hilanglah rantai kemanusiaan itu, sehingga mereka mulai ragu dengan status ‘ikatan keluarga.’

Mari kita larikan pembicaraan ini, kepada sejarah kanjeng nabi Muhammad. Yang mana kebanyakan atau dominasi orang-orang arab dari keluarga Nabi Ismail. yang namun ternyata, nabi ismail tidak hidup sebatang kara, alias sendiri; melainkan banyak orang-orang yang telah datang mengerubungi daerah mekkah karena adanya sumber mata air, maka orang-orang datang untuk bermukim.

Dan pada perjalanan waktu, keturanan demi keturanan semakin banyak; keturunan beranak-pinak, mana dikatakan klaim keluarga ini, itu, ini, itu, dan seterusnya. Bukankah pada lingkunganmu juga seperti itu, Taufik? Pada desamu, Wargo Mulyo, juga seperti itu?

Yang mana desamu dihuni oleh ikatan keluarga demi keluarga, dan ikatan keluarga itu mendominasi, dan termentok pada orang-orang pokok-pokok pendahulu ‘pengadaan’ atas nama desa. Yang secara garis besar, orang-orang yang tinggal di desa wargo mulyo adalah anak-turunan dari para ‘pendiri’ desa.


Jika ditelusuri, maka dominasi besar adalah keluarga. 


Karena itu sejak tahun 1930 Masehi dan sekarang 2017 Masehi, seringkali julukan atau panggilan buat orang-orang sering terlalaikan atau bahkan tidak terajarkan atau hampir punah; karena alasannaya, bisa jadi, secara usia dia muda, tapi harus dipanggil ‘Mbah’, lalu secara psikologis anak mudah itu risih dan malu, maka enggan dipanggil begitu. padahal sebenarnya, panggilannya itu dibenarkan; yang bertujuan bahwa tali ikatan keluarga tidak lepas, tidak buyar. Tetap menyatu.

Tapi sebagiamana engkau ketahui dari watak manusia, adakala manusia membangkang apa yang sebenarnya telah diketaui, manusia membangkang apa-apa yang diketahuinya, sekali pun itu tentang kebaikan.

Namun kadangkala, persoalan ekonomi, atau kesibukan masing-masing, menjadikan ‘ikatan’ kelurga tidak terikat; yang kemudian, lamat-lamat, si pihak orang tua (bahasa lainnya, obornya padam) maka kemudian pada generasi seterusnya akan padam. Yang kemudian, lebih sibuk atau konsentrasi pada keluarga yang itu dalam jangkauan yang lebih kecil, lebih kecil. Sebab, mengurusi orang banyak pun, seringkali tidak sepaham dan seringkali banyak kepayahan; hal itu juga ditandai dengan watak manusia, yang kadangkala enggan untuk bersama karena terikat dan inginnya bebas tanpa ikatan, sekali pun begitu, kelak mereka pun membutuhkan yang namanya ikatan.

Maka engkau, tetaplah bersyukur karena masih adanya ikatan keluarga besar di desamu. Yang dengan itu, engkau mampu melihat lagi secara seksama, bahwa manusia itu adalah mahluk yang satu, yakni manusia; yang mana manusia itu adalah saling menyaling tentang kemanusiaan. manusia itu saling membutuhkan; jangan disakiti, karena mereka itu masih keluargamu.

Jika pola-penglihatamu mengacu pada ikatan-keluarga-besar yang itu ternyata termat besar, pada akhirnya engkau harus mengerucutkan pada keluargamu yang lebih spesfik, dan kemudian lebih spesifik lagi: yakni pada ayah dan ibumu, dan kemudian lebih spesifik lagi, yakni pada keakuanmu.

Maka akuilah bahwa engkau dan dirimu itu adalah saudara, Taufik, walau sebenarnya engkau adalah satu; yakni taufik. Namun, sejauh yang engkau tahu, bahwa manusia itu bersifat dualis; yakni jasad dan batin; materi dan ruhani. Maka engkau penting mengakurkan bahwa engkau adalah satu: yakni secara ruh dan materi, dan itu adalah dirimu. Demikianlah.

Belum ada Komentar untuk " Apa itu Keluarga? "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel