Surivival: Kelangsungan Hidup
Kamis, 11 Oktober 2018
Tambah Komentar
Ketika saya bermain game, bermain plant and zombie, sebuah permainan lama, permainan pada level survival (bahasa indonesianya: kelangsungan Hidup) saya mendapati pola pemikiran saya. Aturan pada plant and zombie adalah pertama-tama pemain diwajibkan mengumpulkan matahari untuk dapat membeli senjata-senjata, senjata-senjata yang digunakan untuk mencegah Zombie memasuki daerah kekuasaan si pemain. –ah mendadak saya disini pun penting diajarkan mendeskripsikan tentang permainan zombie. Sebuah deskripsi dari apa yang telah saya amati dan apa yang saya tangkap; saya penting mengingat kejadian kronologis perihal permainan zombie; maka disini saya penting diajarkan untuk sistematis. Sistematis yang perlu mendeskripsikan. Sistematis yang itu bakal terjadi banyak ungkapan kata. sistematis yang bakal banyak berkata-kata; maka disinilah era logosentrisme yang dikatakan pada filsuf barat, yakni bakal bersibuk pada teks. bahkan yang didengungkan oleh orang-orang hermeunik: yakni upaya untuk pemahaman. Dan teks menjadi rujukan utama pada penilian. Teks bisa dijadikan sebagai pemahaman atau bahkan penjelasan. Mau tidak mau orang ‘si aku penulis’ harus mengungkapkan teks demi teks secara banyak--
Game zombie, disana ada bagian-bagiannya: ada adventure (petualangan), mine game (permainan kecil dan tentunya sebentar), puzzle (permainaan yang tidak panjang juga) dan survival (kelangsungan hidup, yang ini biasanya lebih panjang dibanding semuanya, sejenis petualangan namun agak panjang) di sinilah saya mulai membaca keakuan. Membaca kedirian. Laksana terbacakan tentang bagaimana seharusnya saya melangsungkan kehidupan.
Paradigm berpikir yang kedua ini merubah tatanan pola saya. Untuk mendapatkan uang maka saya akan menjual isi tanaman di ‘taman zen’, dengan perlahan-lahan; lalu saya berpikir untuk mempertahankan daerah kekuasaan dengan alat-alat yang besar kemungkinan tidak bisa ditembus.
Ketika mengumpulkan alat-alat, maka saya penting mengumpulkan matahari demi matahari. Efeknya, uangnya mengalir dan kekuasaan terjaga. Bahkan kekuasaan itu semakin menikat dan meningkat. Kekuasaan yang itu dikuati oleh senjata-senjata, caranya tentu saja perlu mengumpulkan matahari demi matahari. Maka penanaman saya terhadap bunga matahari menjadi semakin banyak, dan dengan itu, malah saya bisa memilih alat demi alat yang itu terserah saya. Sekali pun alat-alat yang mahal. Sementara untuk membeli sesuatu yang lain, maka itu melalui proses, tidak harus seketika, melainkan perlahan-lahan dan terus menerus saya berjuang.
Begitu juga dengan pola kehidupan saya. Jika saya berhenti menulis, maka itu bukanlah cara yang baik. Lebih-lebih saya lebih memilih untuk bermain game, maka tentu itu juga bukan cara yang terbaik. Cara yang terbaik adalah menulis dan terus menulis, yang dengan itu, mampu terkuasai oleh kekuasaan saya. Soal uang itu mengalir saja, yang pasti saya telah memiliki alat untuk mendapatkan uang. maka menulis dan terus menulis adalah upaya untuk ‘mendapatkan’ sekali lagi tentang kekuasaan saya—tentu saja ini versi subjektif--, perlahan-lahan subjektif, lama-lama menulis pun membutuhkan bahan-bahan untuk ditulis, artinya membutuhkan data demi data.
Toh sejauh ini saya juga telah masuk pada arah blogger, tinggal meneruskan tentang blogger dan kemudian mengembangkan tulisan dan melanjutkan tulisan demi tulisan, tentang apa-pun: yang pasti mindset kekuasaan saya. Mindset kekuasaan saya yang utuh. Yang lamat-lamat, maka harus diarahkan pada tulisan yang mempunyai nilai objektifitas.
Kajian filsafat adalah menyentuh totalitas yang ada, mampu menjadi ajang untuk inspirasi, ketika sekali baca. menerapkan apa yang baru didapatkan, dengan bahasa sendiri. artinya setelah membaca lalu menyaringkan dengan bahasa sendiri dan begitulah seterusnya, tentang kronologi penulisan, tentu saja ada sisi subjektifitas. Dengan seperti itu, maka saya tidak akan tertekan akan sesuatu yang berkaitan dengan realitas. biarlah realitas berjalan sebagaimana adanya, dan saya penting mengumpulkan sesuatu yang itu untuk kepentingan saya, kepentingan pemikiran saya. Kepentingan tentang ‘semangat’ saya: semangat saya tentu saja subjektifitas-refleksi, maka harus begitu dan mestinya begitu. tidak ada pengubah yang lain. dan blog adalah upaya utama untuk menyebarkan subjektifitas-reflektif. Dan kapan-kapan akan saya uraiankan perihal subjektif-reflektif, dan saya akan mencegah dari adanya dialog antara manusia pada session tulisan, pada session tekstual. Kalau mau dialog tentu saja, dialog secara lisan bukan tentang tulisan.
Kalau tulisan itu didialoggkan, maka tugas saya laksana menghiraukan apa yang didialogkan. Kalau dia berkata tentang salah dan benar, dan itu secara tulisan, maka sikapku adalah mengiyakan apa-apa yang ia tulisan. Toh sekedar tulisan. Akan tetapi jika ia berdialog secara lisan atau fakta yang sesungguhnya. tentu ini menjadi sesuatu yang berbeda.
Dengan proses seperti itu, maka disisi lain saya akan lebih lama terjerembak pada pemikiran dan kefaktaan yang sesungguhnya. demikian.
Game zombie, disana ada bagian-bagiannya: ada adventure (petualangan), mine game (permainan kecil dan tentunya sebentar), puzzle (permainaan yang tidak panjang juga) dan survival (kelangsungan hidup, yang ini biasanya lebih panjang dibanding semuanya, sejenis petualangan namun agak panjang) di sinilah saya mulai membaca keakuan. Membaca kedirian. Laksana terbacakan tentang bagaimana seharusnya saya melangsungkan kehidupan.
Tentang Koin dan Tentang Matahari
Pada tawaran permainan itu, kalau ingin membeli sesuatu –ada koin-koinnya; termasuk membeli ‘taman’, membeli senjata peralatan—membutuhkan koin yang banyak. Di saat itulah saya berusaha mengumpulkan koin yang banyak. Cara lain mengumpulkan koin adalah menanamkan matahari putih, disana nanti bakal keluar koin dan sesekali bakal keluar koin emas. Dan disitulah saya berusaha untuk mengumpulkan koin. Ternyata, ketika saya berpikir bahwa saya harus mengumpulkan koin, yang terjadi adalah kekalahan. Zombie masuk ke dalam kekuasaan saya, dan seluruh senjata-senjata saya termakan oleh zombie. Lalu kemudian, mindset saya gantikan, bahwa saya tidak akan memberikan kesempatan kepada zombie untuk menyentuh kekuasaan saya. Maka saya pasang senjata-senjata dan strategi agar zombie tidak menyentuh kekuasaan saya.Paradigm berpikir yang kedua ini merubah tatanan pola saya. Untuk mendapatkan uang maka saya akan menjual isi tanaman di ‘taman zen’, dengan perlahan-lahan; lalu saya berpikir untuk mempertahankan daerah kekuasaan dengan alat-alat yang besar kemungkinan tidak bisa ditembus.
Ketika mengumpulkan alat-alat, maka saya penting mengumpulkan matahari demi matahari. Efeknya, uangnya mengalir dan kekuasaan terjaga. Bahkan kekuasaan itu semakin menikat dan meningkat. Kekuasaan yang itu dikuati oleh senjata-senjata, caranya tentu saja perlu mengumpulkan matahari demi matahari. Maka penanaman saya terhadap bunga matahari menjadi semakin banyak, dan dengan itu, malah saya bisa memilih alat demi alat yang itu terserah saya. Sekali pun alat-alat yang mahal. Sementara untuk membeli sesuatu yang lain, maka itu melalui proses, tidak harus seketika, melainkan perlahan-lahan dan terus menerus saya berjuang.
Begitu juga dengan pola kehidupan saya. Jika saya berhenti menulis, maka itu bukanlah cara yang baik. Lebih-lebih saya lebih memilih untuk bermain game, maka tentu itu juga bukan cara yang terbaik. Cara yang terbaik adalah menulis dan terus menulis, yang dengan itu, mampu terkuasai oleh kekuasaan saya. Soal uang itu mengalir saja, yang pasti saya telah memiliki alat untuk mendapatkan uang. maka menulis dan terus menulis adalah upaya untuk ‘mendapatkan’ sekali lagi tentang kekuasaan saya—tentu saja ini versi subjektif--, perlahan-lahan subjektif, lama-lama menulis pun membutuhkan bahan-bahan untuk ditulis, artinya membutuhkan data demi data.
Toh sejauh ini saya juga telah masuk pada arah blogger, tinggal meneruskan tentang blogger dan kemudian mengembangkan tulisan dan melanjutkan tulisan demi tulisan, tentang apa-pun: yang pasti mindset kekuasaan saya. Mindset kekuasaan saya yang utuh. Yang lamat-lamat, maka harus diarahkan pada tulisan yang mempunyai nilai objektifitas.
Kajian filsafat adalah menyentuh totalitas yang ada, mampu menjadi ajang untuk inspirasi, ketika sekali baca. menerapkan apa yang baru didapatkan, dengan bahasa sendiri. artinya setelah membaca lalu menyaringkan dengan bahasa sendiri dan begitulah seterusnya, tentang kronologi penulisan, tentu saja ada sisi subjektifitas. Dengan seperti itu, maka saya tidak akan tertekan akan sesuatu yang berkaitan dengan realitas. biarlah realitas berjalan sebagaimana adanya, dan saya penting mengumpulkan sesuatu yang itu untuk kepentingan saya, kepentingan pemikiran saya. Kepentingan tentang ‘semangat’ saya: semangat saya tentu saja subjektifitas-refleksi, maka harus begitu dan mestinya begitu. tidak ada pengubah yang lain. dan blog adalah upaya utama untuk menyebarkan subjektifitas-reflektif. Dan kapan-kapan akan saya uraiankan perihal subjektif-reflektif, dan saya akan mencegah dari adanya dialog antara manusia pada session tulisan, pada session tekstual. Kalau mau dialog tentu saja, dialog secara lisan bukan tentang tulisan.
Kalau tulisan itu didialoggkan, maka tugas saya laksana menghiraukan apa yang didialogkan. Kalau dia berkata tentang salah dan benar, dan itu secara tulisan, maka sikapku adalah mengiyakan apa-apa yang ia tulisan. Toh sekedar tulisan. Akan tetapi jika ia berdialog secara lisan atau fakta yang sesungguhnya. tentu ini menjadi sesuatu yang berbeda.
Dengan proses seperti itu, maka disisi lain saya akan lebih lama terjerembak pada pemikiran dan kefaktaan yang sesungguhnya. demikian.
Belum ada Komentar untuk " Surivival: Kelangsungan Hidup"
Posting Komentar