Percepatan Zaman








Alah Taufik, kau memang merasa tertelatkan untuk mempertanyakan suatu keadaan zaman, tepatnya, kau bertanya karena hidupmu—atau pemikiranmu—tidak paham dengan teka-teki kehidupan, lebih-lebih di zaman sekarang. Kau dulu, lalai membaca penuh tentang sociology. Pelajaran ilmu sosial. Kau lalai mengkaji hal itu, lebih-lebih, jika saat ini kau tertarik dengan kajian sosial hal itu terjadi karena kau pengkaji filsafat, dan efek terkuat dari kajian filsafatmu adalah ke darat. Artinya turun ke bumi; turun menjadi realitas yang sebenarnya. Efeknya lagi, menjadi manusia yang sarat sosial. Adanya interaksi.



Andai, kau telah mempunyai suatu tanggung jawab penuh terhadap apa yang kau kerjakan, tentulah kau tidak akan mempertanyakan tentang zaman percepatan. Kau tidak akan sibuk mengamati tentang gerakan zaman. Lebih-lebih sibuk mendeskripsikan tentang keadaan zaman, yang memang, zaman sekarang adalah zaman serba cepat dan praktis.



Kau tahu (kau juga merasakan. Kau juga menggunakan) bahwa keadaan zaman ini, menjadi seperti sekarang: tertuntut untuk cepat dan gesit, tertuntut untuk instan dan praktis. Hal itu ditandai dengan revolusi industry. Yakni, saat pengetahuan itu berperan aktif, maka mulailah terciptalah ‘alat-alat’ sebagai pendukung kehidupan, yang bertujuan untuk mempermudahkan pengetahuan.



Mending kalau satu dua barang, melainkan berbarang-barang, beralat-alat. Jumlahnya bukan sedikit. Karena itu terada di dalam pikiran manusia. Berada di dalam pikiran manusia, yang menanggalkan bekas-bekas. Meninggalkan data demi data. Bersamaan dengan data itu, maka dimulaikan penyelidikan terhadap sesuatu itu: maka semakin majulah ilmu pengetahuan. Semakin berkembanglah pengetahuan.



Perkembangan, yakni sesuatu yang sumbernya kecil, lalu mekar. Itulah perkembangan.




Kemajuan, yakni arah yang lebih maju, ke depan. Yakni perubahan.



Itulah sifat dari ilmu pengetahuan, yang mengantarkan untuk percepatan zaman. yang menjadikan zaman menjadi serba cepat. Dan itulah zaman seperti sekarang ini:



Jika kau tertelatkan dengan pengetahuan itu, karena di dalam mind-set pemikiranmu, tidak benar-benar menjadi seseorang yang tergiring untuk berkonsentrasi untuk pengetahuan. Bila pun kau berada di naungan pengetahuan, itu sekedar menaungkan, namun konsentrasi pemikiranmu tidak melulu berkaitan dengan pengetahuan. Artinya, sejak dini, kau tidak terarahkan untuk lebih focus pada pengetahuan.



Pengetahuan atau lembaga pendidikan, tidak lain ditempatkan sebagai sarana untuk menyibukan aktifitasmu dan menjadi umum selayaknya orang-orang yang membutuhkan sekolah. Bukankah begitu statusmu?



Namun sekarang, hal praktisnya: zaman sekarang memang zaman serba cepat dan ringkas, serba gesit dan cepat, serba instan dan terburu-buru. Begitulah keadaanya. Sekali pun begitu keadaannya: orang-orang dilingkunganmu tidak sepenuhnya memahami hal tersebut, tidak sepenuhnya menangkap hal tersebut.



Bila pun mereka telah menangkap hal tersebut, mereka tidak benar-benar memahami soal yang dihadapi berkaitan dengan hal tersebut: artinya, mereka sekedar menjalani tentang proses kehidupan yang sekarang menjadi serba cepat. Namun itu, apa salahnya? Sebab benar dan salah adalah keputusan hukum. Hukum itu terjadi karena ditompang oleh pengetahuan. Artinya, sebelum diputuskan menjadi hukum, harus ada pembicaraan: itulah tugas dari ilmuan.



Dan mereka, sekedar menjalani apa yang dijalani. Saat masalah datang baginya, katanya, “Wajar! Manusia memang sarat dengan masalah. Manusia sarat dengan ujian. Begitulah manusia.”



Dan aku menyampaikan percepatan zaman kepadamu, tidaklain sekedar mengingatkan tentang ‘keadaan’ atau tepatnya, itulah kau jalani hari demi hari, yakni percepatan zaman.



2017


Belum ada Komentar untuk "Percepatan Zaman"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel