Tujuan Transmigrasi Di Wargomulyo Adalah Haji
Sabtu, 13 Oktober 2018
Tambah Komentar
Kalau kau melihat realitas-objektif desa wargomulyo, maka kesannya adalah biasa. Ya! Seperti itulah desa wargomulyo. Namun saat kau mulai mengerti ‘sesuatu’ yang ada di dalamnya desa wargomulyo, mungkin kau akan ‘suka’ terhadap apa-apa yang terjadi di sana: yakni sarat dengan muatan agama dan kekeluargaan.
Realitas objektif adalah suatau fakta yang terlihat apa-adanya. Kegiatan yang berlangsung, tanpa adanya pengamatan lebih jauh. Melihat sekedar melihat, tidak memikirkan bagaimana hal itu mampu terbentuk. Tidak memikirkan bagaimana itu terjadi. artinya, sekedar melihat luarannya saja: belum tentang pemikirannya, dan aturan-aturan serta kejadian-kejadian yang terjadi sebenarnya.
Suatu contoh, saat kau melihat foto Kakbah, melalui penglihatan realitas objektif, maka yang terlihat adalah tawaran keindahan bangunan-bangunan yang ada di sekitar kakbah, marmer megah, lantai, pintu-pintu yang megah, harum, wangi.
Namun saat kau mulai mengerti ‘sesuatu’ yang ada di sekitaran bangunan hitam itu, Kakbah, maka bisa jadi, mungkin, kau akan melihat satu sosok yang kepayahan menyampaikan kalimat tauhid kepada rakyatnya. Sibuknya orang-orang yang menyembah berhala. Lalu di saat islam telah menang; dan kanjeng nabi Muhammad berada di madinah. Maka mekah dan madinah menjadi pusat untuk keberibadhaan keislaman. begitu juga pada proses sejarahnya: proses sejarah, semakin islam meluaskan kekuasaannya, sampai kepada spanyol (eropa), maka mekah madinah masih menjadi pusat untuk keislaman. Bahkan sampai sekarang, mekah masih menjadi pusat untuk keislaman, yakni melengkapi rukun yang kelima, Haji, bila mampu.
Artinya, kalau kau melihat foto-kakbah apa-adanya, melalui realitas objektif, maka kesannya adalah biasa. Seperti tidak ada sesuatu yang istemewa. Namun saat kau mengerti tentang sejarah dan melihat itu beserta dengan totalitas kesejaarahannya, orang jadi terharu pada apa-apa yang disampaikan kanjeng nabi Muhammad waktu itu, haru sekaligus berserta rasa-rasa yang lain: yakni pengorbanan, perjuangan, darah, keluarga, harta dan totalitas kemanusiaan yang terjadi di kala itu.
Begitu juga yang terjadi di desa wargomulyo, mungkin kau akan menyukai dengan apa yang terjadi sebelumnya di desa wargomulyo. Apakah perbandingannya adalah mekah? Jawabku, saya tidak memandingkan itu, melainkan lebih focus pada desa wargomulyo. Teks yang menghubungkan tentang mekah adalah intermezzo atau selingan.
Menurut saya yang menarik dari desa wargomulyo adalah tujuan orang transmigrasi. Tujuan utama dari mereka adalah untuk menuju mekah, haji. Kata Mbah Jono, keponakan dari mbah kaji nawawi, si lurah pertama desa wargomulyo. Itulah tujuan mereka transmigrasi.
Tentu saja, dengan tujuan pergi ke mekah. Orang-orang harus giat bekerja, menabung dan mengumpulkan uang untuk siap-siap menuju mekah, yakni suatu daerah yang jauh dari Indonesia, namun banyak di kunjungi orang-orang Indonesia. Mereka bekerja keras, mengumpulkan padi demi padi, dan kelak, bakal didayakan untuk siap-siap pergi ke mekah.
Suatu tatanan desa yang meniatkan menuju haji, pergi ke mekah. Yang tentunya membuat efek sosial kepada masyarakatnya, setidaknya, atau minimalnya adalah menyukai keislaman. menyukai sesuatu yang berhubungan dengan perkara islam. wal-hasil, kalau sekarang, sejak 1930 orang transmigrasi, di desa wargomulyo telah banyak orang yang pergi haji. Malah bahkan komplek pasar wargomulyo, mayoritas telah menyandang gelar haji.
Dan sekarang, saya (sikap saya) adalah meneruskan perjuangan – allhul kafi robbunal kaffi qosodna al-kafi wajjadna al-kafi likuli kafi kaffanal kafi, wanigma al-kafi alhamdudilah—orang-orang terdahulu, menuju haji, hanya saja lewat jalur pendidikan. Lewat jalur pendidikan, yang itu dari khas masyarakat, madrasah, yang bertujuan kepada jazirah arab (Timur-tengah) dengan target, membimbing murid sampai ke sana (ketika murid sampai di sana, pastilah guru bahkan berhubungan dulu sampai sana. Untuk itu, guru penting untuk mempelajari sesuatu yang berhubungan dengan jazirah arab; interkasi, dan komunikasi) dan tentu saja, hal itu harus disusun secara matang dan terperinci perihal keilmuan dan pembagian tugas-tugas keilmuan. Ah ini mungkin perkara layaknya angan-angan, namun tak apa: target utama jazirah arab, maka kalau tidak ‘100 %’ sebagian bisa mudah masuk perguruan yang ada di Indonesia. artinya, saya juga tidak akan membatasi ‘arabisasi’—sebab saya adalah pengkaji filsafat—enggan terjebak pada arabisasi, melainkan target utaman: islamisasi, bukan arabisasi: dan kau harus jeli antara arabisasi dan islamisasi.
Apresiasi terhadap kesenian adalah penting, sebab saya juga pembaca Ibnu Khaldun, bukunya Muqadimah dikenal sebagai filsafat sejarah: dan tangkapan saya, manusia itu adalah karakteristik yang khas, yang membutuhkan hiburan dan saling menyaling. Artinya, saya menyepakati bahwa modern itu perlu, tapi tetap dibatasi atau direm oleh agama. Keahlian itu penting, tapi kalau digendengi oleh islam: maka manusia menjadi manusia yang bermartabat, manusia yang memanusiakan manusia.
Untuk itu, pembuatan kurikulum harus ditata sedemikian rupa, sehingga mencapai tujuan yang semestinya. Setelah MA menuju timur-tengah (menuju haji), itulah targetnya; sekurang-kurangnya, itulah target utama. Untuk mendukung itu, maka masyarakat atau wali-murid penting dilibatkan, bila pun terjadi rapat bukan sekedar rapat secara fisik, melainkan rapat secara pemikiran.
Realitas objektif adalah suatau fakta yang terlihat apa-adanya. Kegiatan yang berlangsung, tanpa adanya pengamatan lebih jauh. Melihat sekedar melihat, tidak memikirkan bagaimana hal itu mampu terbentuk. Tidak memikirkan bagaimana itu terjadi. artinya, sekedar melihat luarannya saja: belum tentang pemikirannya, dan aturan-aturan serta kejadian-kejadian yang terjadi sebenarnya.
Suatu contoh, saat kau melihat foto Kakbah, melalui penglihatan realitas objektif, maka yang terlihat adalah tawaran keindahan bangunan-bangunan yang ada di sekitar kakbah, marmer megah, lantai, pintu-pintu yang megah, harum, wangi.
Namun saat kau mulai mengerti ‘sesuatu’ yang ada di sekitaran bangunan hitam itu, Kakbah, maka bisa jadi, mungkin, kau akan melihat satu sosok yang kepayahan menyampaikan kalimat tauhid kepada rakyatnya. Sibuknya orang-orang yang menyembah berhala. Lalu di saat islam telah menang; dan kanjeng nabi Muhammad berada di madinah. Maka mekah dan madinah menjadi pusat untuk keberibadhaan keislaman. begitu juga pada proses sejarahnya: proses sejarah, semakin islam meluaskan kekuasaannya, sampai kepada spanyol (eropa), maka mekah madinah masih menjadi pusat untuk keislaman. Bahkan sampai sekarang, mekah masih menjadi pusat untuk keislaman, yakni melengkapi rukun yang kelima, Haji, bila mampu.
Artinya, kalau kau melihat foto-kakbah apa-adanya, melalui realitas objektif, maka kesannya adalah biasa. Seperti tidak ada sesuatu yang istemewa. Namun saat kau mengerti tentang sejarah dan melihat itu beserta dengan totalitas kesejaarahannya, orang jadi terharu pada apa-apa yang disampaikan kanjeng nabi Muhammad waktu itu, haru sekaligus berserta rasa-rasa yang lain: yakni pengorbanan, perjuangan, darah, keluarga, harta dan totalitas kemanusiaan yang terjadi di kala itu.
Begitu juga yang terjadi di desa wargomulyo, mungkin kau akan menyukai dengan apa yang terjadi sebelumnya di desa wargomulyo. Apakah perbandingannya adalah mekah? Jawabku, saya tidak memandingkan itu, melainkan lebih focus pada desa wargomulyo. Teks yang menghubungkan tentang mekah adalah intermezzo atau selingan.
Menurut saya yang menarik dari desa wargomulyo adalah tujuan orang transmigrasi. Tujuan utama dari mereka adalah untuk menuju mekah, haji. Kata Mbah Jono, keponakan dari mbah kaji nawawi, si lurah pertama desa wargomulyo. Itulah tujuan mereka transmigrasi.
Tentu saja, dengan tujuan pergi ke mekah. Orang-orang harus giat bekerja, menabung dan mengumpulkan uang untuk siap-siap menuju mekah, yakni suatu daerah yang jauh dari Indonesia, namun banyak di kunjungi orang-orang Indonesia. Mereka bekerja keras, mengumpulkan padi demi padi, dan kelak, bakal didayakan untuk siap-siap pergi ke mekah.
Suatu tatanan desa yang meniatkan menuju haji, pergi ke mekah. Yang tentunya membuat efek sosial kepada masyarakatnya, setidaknya, atau minimalnya adalah menyukai keislaman. menyukai sesuatu yang berhubungan dengan perkara islam. wal-hasil, kalau sekarang, sejak 1930 orang transmigrasi, di desa wargomulyo telah banyak orang yang pergi haji. Malah bahkan komplek pasar wargomulyo, mayoritas telah menyandang gelar haji.
Dan sekarang, saya (sikap saya) adalah meneruskan perjuangan – allhul kafi robbunal kaffi qosodna al-kafi wajjadna al-kafi likuli kafi kaffanal kafi, wanigma al-kafi alhamdudilah—orang-orang terdahulu, menuju haji, hanya saja lewat jalur pendidikan. Lewat jalur pendidikan, yang itu dari khas masyarakat, madrasah, yang bertujuan kepada jazirah arab (Timur-tengah) dengan target, membimbing murid sampai ke sana (ketika murid sampai di sana, pastilah guru bahkan berhubungan dulu sampai sana. Untuk itu, guru penting untuk mempelajari sesuatu yang berhubungan dengan jazirah arab; interkasi, dan komunikasi) dan tentu saja, hal itu harus disusun secara matang dan terperinci perihal keilmuan dan pembagian tugas-tugas keilmuan. Ah ini mungkin perkara layaknya angan-angan, namun tak apa: target utama jazirah arab, maka kalau tidak ‘100 %’ sebagian bisa mudah masuk perguruan yang ada di Indonesia. artinya, saya juga tidak akan membatasi ‘arabisasi’—sebab saya adalah pengkaji filsafat—enggan terjebak pada arabisasi, melainkan target utaman: islamisasi, bukan arabisasi: dan kau harus jeli antara arabisasi dan islamisasi.
Apresiasi terhadap kesenian adalah penting, sebab saya juga pembaca Ibnu Khaldun, bukunya Muqadimah dikenal sebagai filsafat sejarah: dan tangkapan saya, manusia itu adalah karakteristik yang khas, yang membutuhkan hiburan dan saling menyaling. Artinya, saya menyepakati bahwa modern itu perlu, tapi tetap dibatasi atau direm oleh agama. Keahlian itu penting, tapi kalau digendengi oleh islam: maka manusia menjadi manusia yang bermartabat, manusia yang memanusiakan manusia.
Untuk itu, pembuatan kurikulum harus ditata sedemikian rupa, sehingga mencapai tujuan yang semestinya. Setelah MA menuju timur-tengah (menuju haji), itulah targetnya; sekurang-kurangnya, itulah target utama. Untuk mendukung itu, maka masyarakat atau wali-murid penting dilibatkan, bila pun terjadi rapat bukan sekedar rapat secara fisik, melainkan rapat secara pemikiran.
Belum ada Komentar untuk " Tujuan Transmigrasi Di Wargomulyo Adalah Haji"
Posting Komentar