Keluarga Haji Umi Khomsah Binti Kaji Abdurahman
Minggu, 21 Oktober 2018
Tambah Komentar
Aku mempunyai 7 saudara lainnya. Kehidupanku berhubungan erat dengan semuanya itu, berinterkasi dengan semuanya itu. Yuk Atun, Mbak Ana, Mas Nur, Mbak Iim, Yuk Titin, Kang Kosim, Yuk Rohmah, dan aku. Aku adalah anak ragil. Artinya anak terakhir dari pasangan Kaji Kasmuri dan Hajah Umi Khomsah. yang kini, semuanya telah menikah dan berumah tangga. Yuk Atun, itulah kakak pertamaku, sekarang ia berada di Riau. Sebuah tempat yang jauh dari kampung halaman. Kemudian Mbak Ana dan Mbak Iim itu berada di Batam, kepulauan Riau: sama, tempat yang agak jauh dari kampung halaman. Dan yang lain, Mas Nur dan Kang Kosim, kini telah membangun rumah di dekat rumah orang-tua: tanah yang digunakan adalah tanah warisan mbah kakung, yang sebenarnya tanah itu untuk orang-tuaku, yakni Kaji Umi Khomsah. kemudian, yuk titin kini tinggal di sekitaran pasar desa wargomulyo, alasannya karena menikah dengan orang disitu, lalu yuk rohmah: saat ini tinggal di Mujisari, karena menikah dengan orang Mujisari. Itulah tempat-tempat dari saudara-saudaraku berada.
Saudaraku yang pertama, mempunyai dua anak putera, yakni David dan Arifin. Mereka semua sekarang berada di Riau, sesekali pulang kampung. Lalu Mbak Ana sekarang mempunyai tiga keturunan: Eni, Nevi dan Jendro. Mereka semua sekarang berada di Batam. Dan Mbak Iim, mempunyai tiga keturunan juga: Caca, Rara dan … lalu Mas Nur saat dituliskan ini, masih mempunyai satu keturunan Ghoffar, dan Yuk Titin mempunyai dua keturunan: yakni Attar dan Hasbi. Kemudian, Kang Kosim masih mempunyai satu keturunan: Faiz, dan Yuk Rohman masih mempunyai satu anak: Mirza. Itulah nama-nama anak dari saudara-saudaraku.
Untuk penulisan sejarah, maka penting sekali pembacaan terhadap ‘perspektif’ penulisnya, sebabnya urutan yang dibuat bisa jadi menjadikan orang yang kelak membaca keliru mengartikan, sebab pada tradisi jawa, orang yang tua dan muda itu ada julukannya masing-masing. Seperti halnya: paman dan siwo, kalau urutan itu salah, maka julukan kemudian itu berbeda: kakang dan adik. Saya mendadak termengertikan betapa terpentingkannya pengabaran sejarah yang itu mempunyai nilai-ketepatan yang tepat. Jangankan ‘sejarah’ agaknya kata pun semestinya begitu. harus mempunyai ketepatan yang tepat untuk penyebutan. Secara urutan yang benar adala yang paling atas: itu sebabnya, seringkali orang menuliskan sejarah disertai dengan tanggal lahir, apalagi berkaitan dengan keluarga, maka tanggal lahir itu menjadi penanda perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya.
Jika ada yang bertanya, “untuk apa ‘tulisan’ ini dipublikasikan? Atau dituangkan, dijadikan kata-kata?”
Aku menjawab, “Untuk lebih memahami. Untuk proses memahami ‘keakuan’, itulah semestinya. Dan cara yang utama atau termudah untuk memahami keakuan adalah membaca lewat orang-orang sekitarnya. Sebab manusia itu bakal terpengaruh dengan gelegat orang-orang yang biasa dijumpainya, akan terpengaruh dengan orang-rang yang ditemuinya. Akan terpengaruh kepda orang-orang yang ada disekitarnya. Awalnya, saya berupaya menulis tentang aku dan music. Tapi efeknya, memang bakal menautkan diri dengan saudara-saudara saya: sebab, bahkan sejauh ini, koleksi music saya, banyak yang terpengaruh dari saudara-saudara saya itu. sekurang-kurangnya begitu. alasannya, karena saya mendengar apa yang mereka tawarkan itu. saya menjalinkan interaksi dengan apa yang saya dengar itu. dan itu saja tidak cukup, sebab saya mempunyai lingkungan dan berkumpul dengan lingkungan; namun hal ini bisa dilacak dari kekeluargaan. Itu dulu jawabanku. Soal kau jelas atau tidak: itulah jawabanku.”
2018
Belum ada Komentar untuk " Keluarga Haji Umi Khomsah Binti Kaji Abdurahman"
Posting Komentar