Jawane
Selasa, 16 Oktober 2018
Tambah Komentar
Jawane-- Apa kita tahu sesungguhnya tentang kejawaan, sehingga kita sering mengungkapkan: Jawane?
Atau, apa yang kita tahu tentang totalitas dari kejawaan sehingga kita berani berkata: jawa-jawane?
“Jawa-jawane bocah kae arek kepiye?” kata orang.
“Jawane ben berkah,” kata orang.
“Ben ora ilang jawane,” kata orang.
“Wong kae ora njawani,” kata orang.
“Ilang jawane,” kata orang.
Apakah mereka tahu tentang sejarah jawa, tentang asal-usul jawa, atau tentang identitas jawa yang sesungguhnya?
Atau sesungguhnya mereka berkata yang itu menurut anggapan mereka, atau berkata yang terbiasa dengan mudah omangannya?
Tapi perjalanan waktu, bahasa jawa pun mulai memudar dan melutur
Mulai membaur dan terbiasa dengan bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia pun digunakan sebagai tompangan belaka, sebab yang diutamakan lagi adalah bahasa internasional:
Entah itu inggris atau pun arab
Lalu ada yang berkata, “Kita bertahankan budaya!”
Ada yang berkata, “Kita lestarikan budaya!”
Ada yang berkata, “Kita jaga budaya.”
Dan aku, seorang jawa, yang hampir-hampir kehilangan ‘jawane’
Karena aku kurang mengerti tentang kejawaan
Dan aku berusaha kembali menjadi kejawaan
Aku dapati:
Tingkat berbahasa itu adalah utama
Tingkah laku itu adalah utama
O mengapa jaman sekarang, orang sering kehilangan moralitas? Sebab kejawen menjunjung tinggi moralitas.
O mengapa jaman sekarang sering kehilangan kebahasaan?
Sebab orang-tua pun tidak mengajarkan kebahasaan yang semestinya.
Dunia iklan dan pertelevisian, atau siar-siaran, atau pada keumumanan lebih mengutamakan tentang keberbahasaan:
Katanya nasional!
Katanya internasional!
Tapi faktanya, tingkatan moral semakin luntur, semakin memudar
Dan diantara tandanya, orang jawa kehilangan kejawaannya—tapi kupikir, ‘orang-orang’ tradisional yang lain pun mulai kehilangan identitasnya, membaur menjadi bahasa Indonesia.
O terlaksanalah gegap-gempita tentang bahasa Indonesia itu.
Kataku, “Selamat, banyak yang berbahasa Indonesia. dan tidak asing berbahasa Indonesia.”
Dan kataku, “Hoi orang jawa, si aku, yang kehilangan—atau semacam mulai tidak merasakan aura kejawaan—identitas kejawan; kalau kau merasa kehilangan maka kau harus kembali belajar tentang kejawaan. Atau, kau sekali lagi harus belajar lagi tentang agama-agama yang mempengaruhi kejawaan itu:
Agama hindu datang membentuk pola kejawaan lalu
Agama islam datang mengubah isi dan tidak menanggalkan kebentukan. Kalau kau sulit menjalani seperti itu:
Ingatlah alam raya nusantara yang gemah ripah loh jiwani
Ingatlah alam raya nusantara yang subur dan makmur
Datangilah tempat dimana pun kau mau
Junjunglah tinggi Tuhan yang Esa:
Ingatlah, semua adalah milik-Nya
Jalinan menjadi manusia yang menghormati alam dan jalinan manusia lainnya
Mereka adalah manusia, yang butuh kasih-sayang dan saling menyaling
Dan jangalah bermusuhan.
Dan sudahlah, jangan sibukkan tentang perkara kejawaan atau njawani:
jadilah orang yang baik, jujurlah.
Jadilah orang yang menolong, tolonglah.
Jadilah orang yang baik, baiklah.”
Dan kejawen atau sesuatu yang berhubungan dengan kejawaan, jika itu memberatkan akalmu
Jalanilah hidup apa adanya
Undang-undang hidup, manusia butuh makan: carilah makan.
Manusia mesti bekerja, bekerjalah.
Terimalah takdir-Nya
Dzulhijaah 1440 Hijriah
Atau, apa yang kita tahu tentang totalitas dari kejawaan sehingga kita berani berkata: jawa-jawane?
“Jawa-jawane bocah kae arek kepiye?” kata orang.
“Jawane ben berkah,” kata orang.
“Ben ora ilang jawane,” kata orang.
“Wong kae ora njawani,” kata orang.
“Ilang jawane,” kata orang.
Apakah mereka tahu tentang sejarah jawa, tentang asal-usul jawa, atau tentang identitas jawa yang sesungguhnya?
Atau sesungguhnya mereka berkata yang itu menurut anggapan mereka, atau berkata yang terbiasa dengan mudah omangannya?
Tapi perjalanan waktu, bahasa jawa pun mulai memudar dan melutur
Mulai membaur dan terbiasa dengan bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia pun digunakan sebagai tompangan belaka, sebab yang diutamakan lagi adalah bahasa internasional:
Entah itu inggris atau pun arab
Lalu ada yang berkata, “Kita bertahankan budaya!”
Ada yang berkata, “Kita lestarikan budaya!”
Ada yang berkata, “Kita jaga budaya.”
Jawane |
Dan aku, seorang jawa, yang hampir-hampir kehilangan ‘jawane’
Karena aku kurang mengerti tentang kejawaan
Dan aku berusaha kembali menjadi kejawaan
Aku dapati:
Tingkat berbahasa itu adalah utama
Tingkah laku itu adalah utama
O mengapa jaman sekarang, orang sering kehilangan moralitas? Sebab kejawen menjunjung tinggi moralitas.
O mengapa jaman sekarang sering kehilangan kebahasaan?
Sebab orang-tua pun tidak mengajarkan kebahasaan yang semestinya.
Dunia iklan dan pertelevisian, atau siar-siaran, atau pada keumumanan lebih mengutamakan tentang keberbahasaan:
Katanya nasional!
Katanya internasional!
Tapi faktanya, tingkatan moral semakin luntur, semakin memudar
Dan diantara tandanya, orang jawa kehilangan kejawaannya—tapi kupikir, ‘orang-orang’ tradisional yang lain pun mulai kehilangan identitasnya, membaur menjadi bahasa Indonesia.
O terlaksanalah gegap-gempita tentang bahasa Indonesia itu.
Kataku, “Selamat, banyak yang berbahasa Indonesia. dan tidak asing berbahasa Indonesia.”
Dan kataku, “Hoi orang jawa, si aku, yang kehilangan—atau semacam mulai tidak merasakan aura kejawaan—identitas kejawan; kalau kau merasa kehilangan maka kau harus kembali belajar tentang kejawaan. Atau, kau sekali lagi harus belajar lagi tentang agama-agama yang mempengaruhi kejawaan itu:
Agama hindu datang membentuk pola kejawaan lalu
Agama islam datang mengubah isi dan tidak menanggalkan kebentukan. Kalau kau sulit menjalani seperti itu:
Ingatlah alam raya nusantara yang gemah ripah loh jiwani
Ingatlah alam raya nusantara yang subur dan makmur
Datangilah tempat dimana pun kau mau
Junjunglah tinggi Tuhan yang Esa:
Ingatlah, semua adalah milik-Nya
Jalinan menjadi manusia yang menghormati alam dan jalinan manusia lainnya
Mereka adalah manusia, yang butuh kasih-sayang dan saling menyaling
Dan jangalah bermusuhan.
Dan sudahlah, jangan sibukkan tentang perkara kejawaan atau njawani:
jadilah orang yang baik, jujurlah.
Jadilah orang yang menolong, tolonglah.
Jadilah orang yang baik, baiklah.”
Dan kejawen atau sesuatu yang berhubungan dengan kejawaan, jika itu memberatkan akalmu
Jalanilah hidup apa adanya
Undang-undang hidup, manusia butuh makan: carilah makan.
Manusia mesti bekerja, bekerjalah.
Terimalah takdir-Nya
Dzulhijaah 1440 Hijriah
Belum ada Komentar untuk "Jawane"
Posting Komentar