Wargomulyo: Aforisme Gerak-gerik Zaman


wargo mulyo





Gerak-Gerik Zaman



1.



kita penting membaca tentang gerak-gerik zaman, yang sekarang kita laksana terperangkap oleh serba zaman dan tawaran kemilau atau kemudahan zaman, namun kita lalai bahwa hidup adalah realitas yang sebenarnya; hidup tentang jalinan kemanusiaan yang sebenarnya, yang membutuhkan adab atau akhlak untuk kemanusiaan yang itu pada lintas kenyataan yang sesungguhnya.



2.



zaman mengajak untuk mengaburkan kenyataan; kenyataan menjadi super ringkas, padat, dan jalin-menjalin manusia dengan manusia yang lain, yang bahkan lintas-jalinan adalah kelas nasional bahkan internasional; hal itu ditandai dengan, telekomunikasi, transportasi, dan internet; sekali pun begitulah zamannya, namun kenyataan tetaplah kenyataan yang sesungguhnya, yakni jalinan kemanusiaan dengan kemanusiaan yang lainnya.



3.



zaman sekarang telah membuktikan bahwa nilai adab atau tata-krama (yang ditata, berkaitan dengan kesuciaan; atau pekerti yang suci) adalah kepentingan yang dibutuhkan, maka semakin terang bahwa arah kepada tali agama sangat-sangat penting ditekankan. Selain agama, tidak ada jalan untuk mewujudkan tata-krama yang sesungguhnya, karena pendidikan atau lembaga pendidikan tidak menjamin untuk terciptanya 'murid' beradab; karena, sebagaimana diketahui, guru pun dibayangi atau ditekani dengan nilai-nilai materi, bukan tentang sesuatu yang layak digugu dan dituru. Guru lalai dengan status keguruan, karena zaman mengajak untuk menyerba-materi.



4.



era kompeni (bahasa inggris: company, yang berarti perusahaan) yang itu di zaman belanda, yang selanjutnya diteruskan pada era komunisme (paham politik yang bertujuan, mengapuskan hak perseorangan diganti dengan hak bersama yang dikontrol penguasa) di era soekarno; dan sekarang pun berkeliaran, namun dengan gaya-gaya yang sedikit berbeda, dan titik tekan yang hendak saya tuturkan adalah berkaitan bahwa di zaman sekarang, peta-pemikiran manusia lebih condong kepada model kompeni, yangmana seakan pekerjaan adalah penting dan yang paling dipentingkan. Karena pekerjaan mendapatkan hasil, yakni uang. ringkas kata, kita telah terbius untuk menguasai tentang keuangan dan lalai bahwa hidup sesungguhnya tentang jalinan kebersamaan atas nama manusia; entah bagiamana rumusnya, pekerjaan adalah sesuatu yang penting dicintai dan dijalani, bukan tentang sesuatu untuk mendapatkan uang demi pemuasan tabiat kemanusiaan.



5.



Gerak-gerik zaman, menembus, globalisasi, menjelma global; maka arus-arus yang kita jalani adalah arus-arus westernisasi, padahal kita statusnya (pengetahuan kita; beralaskan agama-mistik dan sarat dengan keagamaan) bukan barat, bukan juga ketimuran, tapi tepat diantara keduanya, yang mana lebih cenderung mengikuti unsur keyakinan, yang itu berkaitan dengan perasaan. namun, zaman menawarkan kita untuk menjadi westernisasi, yang mana nilai-nilai liberalis atau kebebesan individu laksana dibenarkan demi orientasi tentang kemanusiaan atau tabiat kemanusiaan.



6.



seringkali yang kita mau adalah tentang kemajuan dan hal-hal yang berkaitan dengan maju, yang mana orientasi maju selalu dilihat dari barat, yakni maju secara materi--karena kita terdukung alam untuk mengolah materi-- yang mana ukurannya adalah eropa; yakni kemajuan secara sains atau ilmu, atau gegap-gempita keperilmuan. Tapi, di zaman postmodern, kemajuan sains tidak membuktikan bahwa dengan ilmu manusia menjadi bahagia, malah dengan ilmu manusia melanggar keilmuannya dan malah berhasrat untuk melampaui kemanusiaan. Hal itu bisa dilihat, betapa para ilmuan fisikawan ingin melihat semesta lebih dalam, lebih dalam; yang hasilnya, si fisikawan lebih terjebak pada teks-teks (rumus-rumusan) daripada realitas yang sebenarnya.



7.



zaman mengajak untuk membuktikan mana yang cepat, mana yang lambat; mana yang mudah, mana yang payah, dan kehendak-kehendak manusia menghendaki hal-hal yang mudah, dan zaman menawarkan manusia lalai:

menikmati apa yang dikerjakan!

menikmati waktu yang disediakan!

dan manusia menghendaki hal-hal itu ringkas, yang kemudian, ingin mengerjakan sesuatu yang lain, yang itu demi hak-kepemilikan; menghendaki untuk kekayaan secara individu, menghendaki kepemilikan secara individu, yang mana ukuran utama adalah eksistensi (Atau materi). Nilai materi bagi manusia di zaman sekarang adalah teramat penting dan bahkan sangat-sangat dipentingkan. Padahal, semestinya, manusia menikmati apa yang dikerjakan!

menikmati waktu yang disediakan!

tidak dikejar waktu, tidak ditekan ingin kepemilikan. Karena kebutuhan manusia pada dasarnya, tercukupnya kebutuhan kemanusiaan, yakni sandang, pangan, dan papan.



8.



zaman menghendaki menjelma zaman-hiburan, yang mana semua-semua serba diksi hiburan; laksana keseriusan adalah ketiadaan, atau bahkan minim sekali, yang kemudian orang-orang lebih melarikan diri kepada diksi-diksi hiburan, hiburan dan hiburan. Dan kita sering melalaikan tentang kekitaan kita, yakni nilai-nilai mistik yang sesuai dengan 'daerah' kita; nilai-nilai mistik yang itu adalah sejarah kita.



9.



kehendak zaman menujukkan orang pada keakuan demi keakuan, tapi lalai atau enggan mengakui bahwa itu tentang keakuannya; padahal telah kita ketahui, bahwa adanya-aku adalah menjalani tugas bahwa aku menjadi seperti yang seharusnya telah dijadikan. Bahwa aku adalah wakil yang membawa 'ini' untuk kelengkapan manusia yang membawa 'itu'; ringkasnya, bahwa aku membutuhkanmu dan engkau membutuhkanku.



10.



uang seakan adalah segalanya; begitulah zaman seakan berkata, tapi ternyata, zaman di negeri kita (di desa kita), enggan juga mengaku bahwa uang bukanlah segalanya. Padahal jelas-jelas kita lihat dan saksikan banyak di antara kita, sarat dengan nilai-nilai keuangan, dan itu terjadi karena gerak-gerik zaman; yang sebenarnya, kita, tetap menjadi 'kepribadian' kita; bahwa uang bukanlah segalanya. Bagi kita, atau sejarah 'kebangsaan' kita, 'rasa' adalah segalanya'; karena kita berkaitan erat dengan keyakinan atau unsur keagamaan.



11.



zaman menunjukkan tentang pameran demi pameran; bahkan keakuan pun di pamerkan, bahkan tentang ibadah pun di pamerkan, rumah di pamerkan, karya di pamerkan, lemari, kursi, hape, tv, pakaian, sarung, kalung, cincin, rokok, korek, gaya rokok, dan lain seterunya; dan kita sering lalai dengan tujuan mengapa aku melakukan sesuatu yang sebenarnya kita lakukan. sebab, karena zaman serba pameran, semua serba menjadi sesuatu yang dipamerkan dan kelak dinilai tentang keindahan; keindahan dari sudut kemanusiaan, keindahan dari sudut pandang permataan, atau panca indraan. Ringkas kata, kita melalaikan 'kepribadian' kita, yakni tentang keyakinan, yakni jalinan perasaan yang ada dalam diri kita sebagai manusia.



12.



zaman seakan berkata 'hina' kalau kita berjalan-kaki padahal mempunyai kendaraan, dan zaman seakan berkata 'rendah' apabila kita menggunakan pakaian bolong-kecil, dan zaman seakan berkata 'hina' kalau kita ke sawah, melumpur, dibaluri lendut, dan cemang-cemong bau tanah; seakan zaman berkata,

'mulyo' adalah milik dia yang bersih dan wangi.

'mulyo' adalah milik dia yang bersarung dan berpeci.

mulyo adalah milik dia yang kerjanya nulis dan membaca.

mulyo adalah milik dia yang kerjanya ber ac dan di dalam rumah.

begitulah zaman seakan-akan merendahkan sesuatu dibanding yang lain, padahal manusia adalah saling menyaling, yang membutuhkan.



13.



zaman seakan berkata, penting mencari ilmu, padahal dalam sistem-keilmuan, sering terjebak pada teks-teks atau kata-kata, wal-hasil, tatkala para ilmuwan diletakan pada kenyataan, gelabekan tidak karuan, karena kenyataan tidak seperti teks-teks yang mulus dan terencana; kenyataan tidak sesimpel ikatan golongan-golongan. Sebabnya lagi, para pengajar di zaman postmodern, terkena penyakit zaman, yang lebih mementingkan 'gelar' dibanding kemanfaatan ilmu. lebih mementingkan 'pangkat' dibanding tugas yang diemban. Lebih bangga 'status' dibading tanggung jawab dari status. wal-hasil, mencari ilmu pun, penting dirumuskan guna menyelerasakan antara teori dan realitas, antara realitas dan teori.



14.



zaman memang telah maju adanya, perkembangan sains tidak bisa ditolak dan dicegah adanya; dan kita hanya berupaya untuk berbenah, yang itu melalui 'diri' lalu membutuhkan pada 'diri-diri' yang lain; dan tidak ada cara yang sejitu itu, kecuali kita mengakui 'lemah-diri' lalu butuh 'diri-diri' yang lain.



15.



zaman memang telah canggih adanya; canggih dalam ukuran eropa, tepatnya. Tapi kita bukanlah eropa, kita punya 'sejarah'. Yang beralaskan kuat: pada rasa yakin dan mistis jalannya.



16.



Zaman westernisasi marak pada tubuh kita; zaman islamisasi marak juga pada tubuh kita. Tapi kita bukanlah arab yang statusnya 'harus kearaban', kita bukanlah eropa yang statusnya harus keeropaan. Karena kita adalah negara (desa) yang menerima gerak-gerik zaman; tapi bukan seperti zaman itu, zaman itu, tapi zaman kita. Karena kita adalah kita (beralaskan, keyakinan; kepercayaan; agama). Demikianlah pengetahuan diri.



17.

sekali pun zaman telah melesat faktanya, tapi hidup tetaplah realitas yang sebenarnya. hidup tetaplah kenyataan yang sesungguhnya; yang mana lebih mengutamakan pada diri, bagaimana diri menyikapi zaman, bagaimana diri memberi teladan, yang kemudian, segala hal yang 'diri' tampakan, adalah bias-bias dari dalam-diri yang disembunyikan. Jika diri sarat dengan 'yakin' maka akan terpancar proses keyakinan, dan gerakan zaman adalah sebagai alat, yang ditempatkan sebagai alat, tidak lebih dari sekedar alat. Karena kita pun mempercayai, 'hidup di dunia' adalah alat, untuk sampai kepada 'hidup di dunia yang kekal.' demikianlah prinsip keyakinan

Belum ada Komentar untuk "Wargomulyo: Aforisme Gerak-gerik Zaman"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel