Merealitaskan Ilmu Filsafat
Rabu, 17 Oktober 2018
Tambah Komentar
Saat kau berharap untuk merealitaskan ilmu filsafat, tentu saja, kau harus mengerti tentang komponen ketotalan ilmu filsafat itu sendiri. bukankah sejauh ini, kau masih sekedar menjalankan proses dialektika, artinya, berperan laksana Socrates yang bertanya-tanya pada realitas. selain itu, kau memproses layaknya Plato dengan tulisannu, dan melaporkan tulisanmu kepada gurumu itu, yang sebenarnya menjadikan refleksi buat pemikiranmu sendiri? namun yang perlu kau ‘pahami’ bahwa sejauh ini, kau masih memerankan metode dialog dari berbagai macam metode-metode dalam filsafat.
Lebih-lebih, pada era yang praktis ini, dan kau sering mengatakan kepada orang-orang tentang penyelusuran keakuan, dan itu sekedar obrolan, artinya kau sekedar menawarkan obrolan kepada orang-orang: alih-alih orang itu tidak menyadari bahwa ketika mengobrol denganmu bakal ‘terperangkap’ dengan dialekmu; mau tidak mau, otomatis tidak otomatis, bakal memasuki tawaran ‘pemikiranmu’, karena kau menampakkan diri kepada mereka: artinya lagi, kau merealitaskan filsafat sekedar berdialog.
Sekedar ngobrol. Sekedar pembicaraan. Yang itu tidak menjurus, dan sekali pun menjurus masih dalam kerangka ‘pemikiran’, masih sering pada proses ‘ide’, bukan menuju realitas yang sebenarnya, yang disana ada jalinan tentang kebutuhan ekonomi, dan tentang kebertahanan hidup di dunia.
Selain itu, kau juga jarang menyertakan sejarah-sejarah filsafat pada obrolanmu, karena kau menyadari bahwa obrolanmu adalah sekedar obrolan biasa, atau bahkan sekedar perdopokan, sekedarnya saja: tidak layak dibicarakan tentang sejarah kefilsafat, atau tangkapan sejarah dunia, namun sesekali aku mendengar kau mulai mengobrolkan perihal sejarah bangsa, dan kemudian menyertakan sejarah dunia, yang didasari pada sejarah desa, yang didasari ulang pada sejarah dirimu, sendiri. sejarah keakuanmu.
Artinya, pencarian keakuanmu, sampai sekarang belum terselesaikan. Sesekali kau masih mendongkel tentang sejarah-sejarahmu, padahal sekarang kau hidup di era praktis dan era materialis; era pertaburan estetika dan era produksi. Namun kenalilah, produksimu, masih sebatas produk refleki dan produk dialog antara kau dan pemikiranmu. dan itu, kurang bermanfaat kepada khalayak ramai, apalagi itu menggunakan teks; maka bersamaan dengan itu juga, kajian ini sarat dengan Hermeunetika dan sarat dengan Logosentris, dan itu masih berada pada tenggelamnya ide, atau bahkan di arah idealis. Sementara keadaan dunia sekarang, meluncur pada ara realitas, pragmatis dan sarat dengan produksi.
Jika kau mengarahkan tulisanmu yang bernilai, maka arahkan pada sastra atau fiksi, atau berbentuk ilmiah: dengan begitu, kau bakal menjadi satu di antara sepersekian yang mempunyai kedudukan, dan kefilsafatanmu ialah alat untuk kau mengungkapkan, menjadi kenangan yang sesekali menyuat pada teks-teks yang kau tawarkan.
Hingga kemudian, saat kau bertemu dengan realitas yang sebenarnya, kau mempunyai kegiatan yang itu bernilai tentang uang, atau bahkan mempunyai tujuan untuk mempertahankan kehidupan. Jika pilihanmu, pada akhirnya, sekedar menjadi pekerja yang mengikuti gerak-gerik zaman, tidak ada: toh tidak masalah. Jika pilihanmu, untuk melebatkan pengetahuan hapalan, maka kau harus berulang-ulang menggelapkan dengan kata-kata. memang, bagimu, bagi perjalananmu, bukan didasari pada kata-kata, melainkan fakta-fakta. Namun kali ini, saat kau ingin menjalani fakta-totalitas, maka kau harus mengerti tentang fakta-fakta. Dengan begitu, kefilsafatanmu menjadi ilmu yang itu sarat dengan kebijaksanaan: pengambilan keputusan diantara dua perkara yang ada. dan kau mengambilnya. Itulah kebijaksanaan. Demikianlah.
2018
Belum ada Komentar untuk " Merealitaskan Ilmu Filsafat"
Posting Komentar