Nasihat Jangan Geger Terhadap Muslim Lainnya, Tapi Saling dukunglah tentang Materi dan Ruhani
Rabu, 01 Maret 2017
Tambah Komentar
Taufik, jangan sekali-kali engkau ‘mencela’ atau mengejek atau merendahkan orang-orang yang berpegetahuan tentang islam; jika mereka yang sedikit pengetahuan, maka sampaikan untuk mengurusi materinya dan tetapan tentang keimanan, sambil mengatakan—kalau mampu--: “Pentingkan materimu, tapi jangan lupakan tentang keimanan; apa itu keimanan? Bahwa kamu percaya kepada allah dan percaya kepada hari akhir. Ingat, hari akhir: neraka itu ada! Surga itu ada! Dan kamu jangan ‘ragu’ tentang keberadaan akhirat, kalau kamu ‘ragu’ tentu kamu meragukan keimanan kepada kitab-Nya, namun engkau juga harus mementingkan materimu, mementingkan tentang dunia, ingat, sekarang, zaman sekarang, kalau kau terjerembab dalam ‘kekerean’ maka engkau bakal ‘kepingin’ terhadap tawaran zaman yang semakin mengedepan tentang materi. Kenalilah, zaman sekarang itu berkaitan erat dengan ‘materi’, teknology merebak di mana-mana, informasi berada dimana-mana, maka carilah duniamu secukupnya dan saatnya ibadah, ibadahlah, dan luangkanlah waktu untukk ‘mengaji’ sungguh banyak hal yang penting untuk dikaji dalam agama; jangan sombong dengan mengatakan bahwa kamu telah selesai terhadap agama, yang paling utama adalah tentang ‘kebutuhan’ pokok dunia, kalau tidak punya uang, maka tidak bisa makan. Bekerja boleh, tapi tetaplah pupuk keimananmu kepadanya. Sungguh, iman itu perkara yang rentan, kecuali engkau bersibuk dalam ‘dunia-ilmu’, engkau ‘berekonomi’ dalam dunia ilmu; namun, hati-hatilah, dalam perkara ilmu, seringkali orang yang sibuk dengan perkara ilmu malah sibuk dengan ‘sistem’ keilmuan dan lalai bahwa tujuannya ilmu-islam adalah berjalan untuk menerangi orang-orang, bukan sekedar ceramah-ilmiah atau ‘pamer’ pakaian yang indah, dan ceramah-ceramah menggunakan lidahnya, dan beralasan kuat saat diperintahkan tentang islam yang nyata. Apa itu islam yang nyata: yakni islam secara adab-adab rasul, semakin orang tinggi ilmunya dalam islam, harusnya semakin ‘terang’ bahwa dirinya adalah penyejuk orang yang beriman, dan menakut-takuti orang yang lalai akan iman, dirinya menjelma ‘rasul’ baru buat umatnya; dengan begitu, kita dituntut menjadi ‘penerus’ rasul yang itu sesuai dengan kapasitas kaumnya. Jangan geger-geger soal fikih, atau perkara-perkara yang itu diluar jangkauan dirimu. Jangan jadi ‘sok’ pembela islam, padahal dirimu ‘secara’ keilmuan belum cocok; jika ingin menyampaikan islam, sampaikan dengan gerak-gerikmu mempraktekkan keislaman. Yang pasti, jangan lalaikan tentang materimu. Ingat, dunia sekarang, mengajak kita ‘lebih’ terang kepada kebutuhan materi,” begitulah kata buat muslim-yang-kurang berpengetahaun-islamnya, kalau engkau mampu, kalau tidak, selamatkanlah dirimu, bukankah kamu termasu ‘muslim’ yang kurang berpemahaman tentang islam? Yang pasti, engkau jangan turuti soal geger-geger ‘keislaman’. Jangan sibukkan tentang penampakan atau perfikihan—latihlah dirimu lebih kuat dan pahamkanlah tentang fikih madhab imam syafi’i, karena itu yang menjadi dasar kefikihanmu; jika engkau melihat yang berbeda, maka terimalah perbedaan itu—pada zaman sekarang, Taufik.
Zaman sekarang, sesungguhnya masalah utamanya bukan pada tentang fikihnya, taufik; tapi benarkah orang-orang yang berlabel ‘pengetahuan’ islam itu saling mendukung satu sama lain guna menyelamatkan secara materi dan ruhani, dan tidak mementingkan ‘nafsu-individu’ kemanusiaannya; harusnya orang muslim, meniadakan tentang keindividuannya, tapi menjelma menjadi individu-yang-banyak dalam komunitas-komunitas dan benar-benar bersaudara.
Zaman sekarang, di zaman jaringan, di zaman media, zaman terang-terangan: banyak yang mengaku saudara, tapi kalau saudaranya ‘sedih’, ‘terluka’, ‘payah ekonomi’, ‘payah-keilmuan’, ‘tidak rajin belajar’, ‘kesepian’, dan jurang ‘kebingungan’ laksana tidak ada yang membantu dengan cara menunjukan: saudara adalah perakuan di mulut saja; pemaknaan saudara tidak benar-benar selayaknya satu-darah, yang tatkala menderita adalah menderita bersama, tatkala bergembira maka bergembira bersama.
Zaman sekarang, banyak orang yang lebih mementingkan ‘individu’ untuk lebih lesat dan memuncak pada keindividuannya; harusnya individu-muslim itu merasakan ‘penderitaan’ sesama muslim: muslim yang mana, muslim yang dalam ‘lingungannya’—sudah tidak harus muslim lintas negara, itu terlalu besar; alasan utama? Bahasa.
Engkau telah mengetahui, persoalan bahasa itu bukanlah perkara yang ringan, tapi itu berat. Oleh karenanya, sibuklah membantu mereka yang selaras bahasanya denganmu. Paculah mereka, untuk mengais ‘materi’ dan mempertahankan keimanan—lihatlah gambaran kalau setiap muslim itu tercukupkan materi, maka mereka akan sibuk dengan sesuatu yang disebut ilmu.
Lha sekarang, tawaran senantiasa kepada ekonomi, sementara keilmuan islam laksana kajian usang, padahal islam itu senantias menjadi pembaharuan; apakah kau mengerti, Taufik? Apakah engkau akan mendorong yang lain, untuk ‘mementingkan’ materi tapi jangan lupa keimanan? Jika itu karaktermu, maka terapkanlah.
Yakinlah dengan apa yang kau yakini: semakin orang itu kuat terhadap keimanannya, iman dalam arti keislaman, tentu dia akan membutuhkan kanjeng nabi, saat dia mulai mempraktekkan kanjeng nabi dan keberatan, tentu dia akan benar-benar membutuhkan guru, guru yang realitas, yang tujuannya adalah guru itu telah memahami ‘lingkungan’ terlebih dulu, hingga kemudian, si murid itu sebagai pemuda adalah pendukung gurunya.
Oleh karenanya, janganlah ‘masukkan’ dalam dadamu, rasa benci kepada ‘manusia yang mencintai islam’ karena mereka ‘mencintai islam’—sungguh di zaman sekarang, di zaman yang orang-orang berusaha bebas dari ‘hukum’ standar islam, layaknya zina, mengabaikan fardu, tentang najis, tentang mendirikan puasa, menjalankan yang haram; banyak orang muslim tidak menunaikan itu. Oleh karenanya, saat engkau melihat orang itu ‘mencintai islam’, janganlah engkau ‘hardik’ mereka, tapi katakanlah:
“Mari kita bersama-sama (sekali pun caranya berbeda) mengabarkan tentang ‘realitasnya’ islam dengan cara, menjalankan ‘adab-adab Kanjeng Nabi’ dan mengonfirmasii pengetahuan islam yang melekat pada diri kita. Saya berharap, setiap kita menjadi model tentang perilaku, dan menunjukan betapa indahnya akhlak islam. Sungguh, lapangan pengetahuan berada pada seluruh sisi; dan sungguh di luar sana, nafsu-nafsu kemanusiaan diumbar dan ditawarkan untuk ‘bernafsu’. Nafsu apa? Nafsu keduniaan. Nafsu kepemilikan dunia. Nafsu memiliki. Nafsu ingin menonjolkan individu. Demikianlah zaman; mengajak manusia untuk memamerkan ‘keakuan’ dan bukankah kita ingat bahwa tatkala ‘keakuan’ itu diagungkan adalah tentang tanda bahwa itu datangnya dari mahluk-Nya yang dikutuk—sekali pun mau diartikan dari perspektif-perspektif lainnya, tetap saja; keakuan dalam kitab-Nya adalah sesuatu yang kurang layak, sebab keakuan yang ditawaran keislmanan adalah bersama diri ‘menyerah’, ‘berdamai’, di hamparan ‘dunia’ yang memang sarat nilai-godaan.”
Katakanlah kepadanya, “Kita harus lebih kokoh membuat ‘komunitas’ yang saling menguatkan tidak sekedar huru-haru ‘komunitas’ sarat nilai kepameran baju-baju atau pamer kekitaban individu, atau komunitas dalam naungan pengetahuan tapi lalai tujuan dari pengetahuan, namun benar-benar dalam naungan pengetahuan dan membutuhkan pengetahuan; kenanglah sejarah-sejarah ‘kemanusiaan’ dominasinya, ‘pendidikan’ adalah sentral guna perjalanan waktu!”
Jika itu semua bagimu berat, taufik, maka janganlah engkau mengejek muslim lainnya; kenanglah manusia itu berbeda-beda dan usaha manusia itu berbeda-beda, dan rezeki manusia itu berbeda-beda, kapasitas ilmu pengetahuan itu berbeda-beda, maka tetaplah engkau tenang menghadapi itu, tenangkan dalam pikiranmu, yang pasti ‘di dalam dirimu’ jangan jadikan ada ‘prasangka’ buruk, yang kemudian memucak pada kalimat-nyatamu: sungguh, kalimat nyata dari lidahmu adalah ekspresi dari dalam dirimu, sekali lagi, tatalah ‘sesuatu’ di dalam dirimu. Bukankah kegotakanmu adalah karena kegotakan ‘susunan-sesuatu’ di dalam dirimu (akal atau hatimu)? Oleh karenanya, saya teguhkan, taufik: tata kembali ‘sesuatu’ di dalam dirimu; ingatlah jarigan-jalinan islam, pasang kuat-kuat dalam pemikiranmu.
Berupayalah...
Belum ada Komentar untuk " Nasihat Jangan Geger Terhadap Muslim Lainnya, Tapi Saling dukunglah tentang Materi dan Ruhani"
Posting Komentar