Nasihat: Keilmuan ‘Islam’ Tidak Serealitas, Lembaga Keislaman




Taufik, jika kau mengeluh kenapa orang muslim tidak semaju itu terhadap keilmuan ‘islam’, khususnya di Indonesia, namun marak dengan lembaga-lembaga keislaman, atau bangunan-bangunan keislaman, atau tentang acara-acara keislaman, atau tentang pelajar-pelajar yang berstatuskan islam, atau tentang pelajar-pelajar yang geger-diskusi keislaman, atau tentang sarjana-sarjana keislaman, atau tentang pengajar-pengajar keislaman: dan itu, tidak serealitasnya akan kemarakannya.

Jawabnya, karena perkembangan zaman lebih mementingkan tentang eksistensi atau wujud keberadaan islam dibanding dengan esensi keislaman. Ingat, lebih mementingkan wujud, dibanding esensi keislaman.

Kok bisa?

Jawabnya, ya bisa saja, Taufik. Alasannya, karena dunia atau kehidupan-di dunia itu manis, legit, asyik, gembira, dan banyak orang yang terjebak pada hal-hal itu: padahal, sebagaimana kamu ketahui, tentang pembacaanmu atau pengajianmu berkaitan dengan hadist, maka dunia itu laksana nenek-nenek yang peot dan rempong, pokoknya buruklah: karena di dunia sarat dengan godaan dan ujian, sarat dengan permainan rasa dan nafsu-kemanusiaan. Tapi memang begitulah Taufik:

Zaman sekarang, banyak yang lebih mementingkan tentang peninggian, pengunggulan eksistesi, namun lalai dengan esensi.

Termasuk juga, Taufik, tentang guru, Taufik.

Andaikata, guru-guru para muslim, para pengajar kemusliman benar-benar ‘memahami’ tentang esensi islam, tentu bakal menjadi murid-murid yang handal dan bakal berkesibukkan dengan ‘dunia islam’:

Bukankah sejauh ini, selama engkau menjadi mahasiswa-islam (haha statusmu lho, mahasiswa-islam hehe) engkau tidak pernah ditarik atau merasa diajak oleh gurumu untuk meneliti bukan?

Bukankah engkau tidak dididik dan dioperasi sungguh-sungguh oleh gurumu, sebab gurumu juga beranggapan kamu telah cerdas, kamu telah mapan, atau kamu telah waras bin sehat? Selain itu, tawaran kurikulum seakan menyatakan: murid zaman sekarang itu telah cerdas, kalau ia rajin membaca, kalau ia rajin mengetahui, dan tugasnya guru adalah memberi jalan?

Bukankah sejauh ini, engkau tidak merasa ‘seakan-akan’ tidak dibutuhkan oleh gurumu kecuali mereka membutuhkan ‘eksistensi’mu? Ketika engkau ada, maka disitulah gajihnya bisa ada. Dan mereka berdaya sungguh, meraup banyak ‘mengadakan’ murid, yang adakalanya tujuannya adalah menyelamatkan dirinya, yakni menyelamatkan status kegajihannya.

Dengan kegajihannya, mereka mendapatkan upah, mereka mampu membiayai dirinya, membutuhi kebutuhan individunya; membutuhi kebutuhan isteri dan anak-anaknya, dan mereka sejahtera secara ekonomi: dan adakalanya guru juga lalai bahwa dia berstatuskan ‘dokter’ buat murid-muridnya. Murid adalah pasiennya.

Oleh karenanya, kalau kamu menjadi guru, maka baiknya engkau cerdas dan sangat teliti terhadap penyakit-penyakit muridmu. Begitulah peran guru: apakah aku menekanmu?

Jawabku, tidak! Aku tidak menekanmu, melainkan memberitahu, begitulah guru yang baik, Taufik.

Guru yang baik adalah mengajarkan kepada mereka tentang suatu tujuan mengapa mereka mencari ilmu. Dan guru yang baik adalah memberitahu titik-lemah dari pasiennya, dan mengobati ‘penyakitnya’ menurut penyakitnya. Dan engkau harus cerdas, mendiagnosa murid-muridmu, begitulah kalau engkau menjadi guru yang baik.

Apa itu menekanmu, Taufik?

Tidak, Taufik. Andai engkau tertakdirkan menjelma guru, maka begitulah harusnya dirimu menjalankan; sehingga kelak, bila ada orang yang berkarakter membantumu, yakni dari jalur keontologian, atau jalur tentang eksistensi, maka mereka akan mengisuekan kepada pemerintahan: sebab, pendidikan pun berkaitan dengan pemerintahan. Sebab, pemintahan mempunyai system tersendiri.

Kenanglah, di zaman ‘keemasan’ islam, mereka mampu melejitkan tentang pengetahuan-keislaman di saat ‘kehidupan’ mereka mapan, artinya terdukung keras oleh pemimpinnya.

Jika sekarang engkau melihat: keilmuan ‘Islam’ tidak serealistis, maraknya lembaga keislaman, yang harusnya, orang-orang pelajar, maupun guru, lebih realistis terhadap wujud-wujud keislaman, lebih realistis menyukai hal-hal yang sangat islami, maka selanjutnya, engkau harus mengadukan kepada tuhanmu, seluruh soalmu: serahkan kepada-Nya, ingat, manusia hanya bisa berencana dan Tuhanlah yang menentukan.

Begitu ya…

Belum ada Komentar untuk " Nasihat: Keilmuan ‘Islam’ Tidak Serealitas, Lembaga Keislaman "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel