Nasihat: Tentang Ketenangan
Minggu, 19 Maret 2017
Tambah Komentar
Taufik, untuk menjadi tenang, tentu, engkau harus berposisi tenang, yakni, realitasmu dan idemu, menyatu padu; akhirnya, orang yang tenang adalah orang yang mempunyai jadwal yang jelas, jika jadwal atau renacananya tidak tergapai, atau tidak terlaksana, maka janganlah engkau resah, ingatlah: kita hanya bisa berusaha, dan Dialah yang menentukan.
Inilah ‘nikmatnya’ menyandarkan diri kepada-Nya. Jika kita tidak mampu, maka tidak dipaksakan untuk menyesali apa yang tidak mampu terjadi, wal-hasil, tidak menggunakan ‘rasionya’ memaksa apa-apa yang ‘telah’ terjadi.
(Kalau engkau tidak paham, maka perlahan-lahan, mudah-mudahan terpahamkan)
Sebagai umpama, mari kita lihat apa yang menurutmu tenang, Taufik? Atau objek apa yang layak disebut tenang, Taufik?
Apakah tenang adalah air yang terhenti dan tidak terkena hempasan angin?
Apakah tenang adalah air yang di dasar tanpa ada sesuatu kecuali airnya saja?
Apakah tenang adalah pohon yang tanpa didera angin?
Katakan padaku, apa itu tenang? Dan kenapa engkau ingin mengetahui tentang tenang yang sesungguhnya?
Baiklah kuberitahukan kepadamu, tentang rumus sederhana yang berkaitan dengan tenang, atau diksi tenang di dalam diri, di dalam hati:
Jika engkau mempunyai masalah, maka engkau harus tenang, tidak harus gegabah untuk memutuskan sesuatu, tidak harus berpikir lama untuk menjawab masalah tersebut, jika engkau tidak mampu menyelesaikan, maka engkau menyerahkan masalah tersebut kepada yang lebih mumpuni. Dan setelah dia memberikan kepadmu tentang apa yang dikerjakan, maka terimalah pekerjaan tersebut.
Jika engkau melihat kejadian yang itu berbeda dengan teorimu, maka janganlah gegabah menyatakan hal itu salah, janganlah gegabah menyatakan hal itu tidak benar, dan hatimu, jangan gampang tersentuh dengan hal tersebut; tenanglah menyikapi kejadian yang berbeda dengan teorimu.
Mari kita lihat dalam kamus bahasa indonesia tentang tenang: te·nang a 1 kelihatan diam tidak bergerak-gerak atau tidak berombak (tentang air, laut): sungai ini -- airnya; seketika itu laut pun --; 2 diam tidak berubah-ubah (diam tidak bergerak-gerak); 3 tidak gelisah: tidak rusuh; tidak kacau; tidak ribut; aman dan tenteram (tentang perasaan hati, keadaan)
Kalau kau sudah menjalankan hal tersebut, berarti engkau sudah tenang:
Berarti, tenang adalah dilihat dari jarak yang agak jauh, sebab, air laut selalu saja mempunyai gerak, senantiasa bergerak, karena ada udara atau angin yang senantiasa ada.
Selanjutnya, tidak gelisah, tidak rusuh, tidak kacau, tidak ribut, aman dan tentram:
Kataku, kapan engkau gelisah? Berarti engkau belum tenang.
Kapan engkau rusuh? Berarti engkau belum tenang.
Kapan engkau tidak kacau? Berarti engkau belum tenang.
Kapan engkau tidak ribut? Berarti engkau belum tenang.
Begitulah, ini tentang sesuatu hal yang sederhana, Taufik, namun, sungguh, ilmu-ini, bukanlah tentang ilmu yang gampang lagi mudah, sebab ilmu yang sederhana adalah sesuatu yang sangat akrab namun kadangkala orang lalai dengan sesuatu yang begitu akrab kepada dirinya. Bukankah sejauh ini kajian filsafat membahas hal-hal yang sederhana, namun terkesan sukar?
Ketahuilah, hal yang sederhana adalah sesuatu yang dasar, dan sebelum manusia membuat rumah, sebuah proses membuat ‘pondasi’ maka telah ada ‘persiapan-persiapan’ itulah yang kita kaji, Taufik. Selanjutnya, keimanan itu pun adalah hal sederhana, tapi semakin orang mengkaji adalah sesautu yang sulit, Taufik. Faktanya, kenanglah berapa tahun Kanjeng Nabi menyampaikan tentang keimanan? Setelah itu, barulah, maksudnya, saat keimanan telah mendarah daging dalam diri manusia, maka dengan ringan ditunjukan aturan-aturan untuk eksistensi, yakni untuk ‘kehidupan’ esensinya.
Keimanan adalah tentang esensi, selanjutnya keislaman adalah tentang eksistensi. Saat keimanan orang-orang arab era-Kanjeng Nabi kuat, maka dia membutuhkan tentang baju buat keimanannya tersebut.
Sekarang, katakan kepadaku, apa itu tenang? Apakah tenang adalah sesuatu yang diam: pada era-kanjeng Nabi, semakin keimanan menguat, semakin keislaman mewujudkan ekesistensinya: apa itu tenang, Taufik?
Dan untukmu, tenangkanlah pemikiranku, tenangkanlah hatimu: ingatlah, semua telah ditakdir oleh-Nya, dan Dia telah merencanakan hidup untukmu, tenanglah.
Jika katamu, telah datang sesuatu yang hak dan yang batil pasti lenyap.
Jawabku, tenanglah: banyak orang yang tahu tentang itu, dan kamu, turutlah mengetahui hal itu. maksudnya, telah datang sesuatu yang hak, ini untukmu taufik, oleh karenanya, engkau harus masuk pada sesuatu yang hak.
Jika itu membuatmu berat, atau memberatkanmu: maka, tenanglah dengan terpaan realitas. Tenanglah. Tenanglah.
2017
Belum ada Komentar untuk " Nasihat: Tentang Ketenangan "
Posting Komentar