Nasihat Berenanglah dalam Realitas Fikih




Kau harus berani berenang lebih dalam dalam dunia fikih, sebab kejelasan mimpimu adalah tawaran untuk kefikihan—apakah kau mengira ilmu fikih itu selalu kaku dan letterlek dengan zamannya kanjeng Nabi? Plise. Jangan dangkal pemikiran, jangan gegabah menilai, sebab engkau belum benar-benar memasuki dunia fikih; bukankah sejauh ini tatkala engkau mengkaji, sekali lagi, tentang fikih adalah sesuatu yang berbeda dengan sudut-pandang filosofis, yakni berusaha menginterasikan, fikih dengan zaman modern, dan kamu sekedar menawarkan namun tidak memutuskan hubungan, yang itu sarat dengan ‘penangkapan’ rasio dan berukuran kepada realitas-manusia, umum, atau orang-orang ecek-ecek dalam ‘pengetahuan’ islam—arti ecek-ecek adalah orang yang tidak sibuk dengan keilmuan islam.

Oleh karenanya, engkau harus lebih berani, lebih giat mengurai tentang fikih-fikih dasar, gunanya, tentu untuk pemahamanmu sendiri ‘kan? Lebih menenangkan pola-pikirmu saat melihat realitas, saat engkau mengetahui hukumnya, sayangnya engkau belum benar-benar mengkaji secara keseluruhan; tapi percayalah, semakin engkau mengkaji fikih, perlahan-lahan engkau akan dipahamkan terhadap fikih, asalkan ada daya dan upaya.

Jangan malas-malasan untuk menjalankan pengetahuan fikihmu: begini, ya, semakin engkau meningkat tentang kajian fikih, maka engkau harus mendialogkan tentang pengetahuanmu, engkau harus menginterasikan kepada ‘objek’ yang itu dalam kajianmu; jika telah berlalu kajianmu, maka ampunilah dirimu, dan yang akan engkau kaji, itulah tumpuhanmu. Sehingga dengan naiknya, kajian fikihmu, maka tubuhmu telah menjalankan kefikihan. Janganlah malas untuk menjalankan fikih; ingat, engkau berprinsip, ‘orang pandai itu banyak, tapi orang pandai kurang menjalankan kepandaiannya. Orang berpengetahuan itu banyak, tapi malas menjalankan pengetuannya.’ Dan sekarang, jalankanlah pengetahuan-pengetahuan yang engkau terima. Laksanakan sekali pun itu payah—kataku, jangan jadikan itu menjadi kepayahan, tapi itu menjadi ‘kewajibanmu’; dan wajib dalam arti karena itu yang harus engkau kerjakan, dengan begitu, ayat yang ‘melekat’ dalam dirimu, akan semakin terasa dan semakin mengena buat dirimu.

Ayat itulah yang menjadi motivasi dalam tiap-tiap pembelajaranmu: jika belajarmu merasa tertekan karena harus belajar ini, itu—artinya pengetahuan-pengetahuan lain yang itu ‘kau’ sukai: bukankah engkau menyukai banyak ‘pelajaran’ karena kamu telah terbiasa disuguhi ‘makanan-pelajaran’ yang begitu banyak itu? – maka engkau harus:

Jangan anggap itu suatu tekanan.

Jangan anggap itu suatu yang memberatkan.

Anggap saja itu tidak ada.

Anggap saja itu tidak pernah di kaji.

Tujuannya adalah merefreskan pemikiranmu; sungguh, terkadang pemikiranmu penting direfres, kenalilah bahwa sejauh ini, engkau terlalu begitu menekan tentang pemikiranmu untuk ‘memahami’ banyak hal padahal dulu engkau adalah seorang petualang, engkau adalah seorang pengembara yang menikmati tiap-tiap waktu dan menikmati interaksi; dan sekarang, kurangilah interaksimu, ingatlah engkau telah terhenti pada jalur ilmu; sudah saatnya engkau ‘mengumpulkan’ perjalanan-perjalanmu, mengelompokkan apa-apa yang telah terjadi dengan petualanganmu. Dan jumpailah orang-orang yang hebat, biar mereka ‘meyulutkan’ api semangatmu, biarkan mereka merasakan ‘bias’ ayat yang ‘melekat’ padamu; ketahuilah, ayat itu andai ditarukkan dalam gunung pasti gunung itu pecah, tapi ayat itu telah sampai kepadamu dan bahkan menjadi ‘denyut’ pemikiranmu, sayangnya, sejauh ini engkau belum bernafas dengan itu. Maka sekarang:

Bernafaslah ditemani ayatnya.

Hiruplah mengihuri ayatnya.

Melihatlah dengan tatapan ayatnya.

Mendengarlah dengan pendengaran ayatnya. Oleh karenanya, engkau harus duduk bersama orang-orang yang merantaikan ayat-Nya, yang mengudarkan ayat-Nya, yang mematai ayat-Nya. Apakah kali ini engkau laksana ditekan untuk berkumpul orang-orang yang statusnya adalah penyuka tentang-Nya dan sarat keislaman? Jawabku, jika engkau merasa terkesan dengan atas sesuatu yang disebut islam, dan baju atau pakaian islam, atau perwujudan yang sangat islami dan kearaban, maka engkau harus mengabaikan mereka secara penampakan, tapi ambillah esensi dari apa yang dikerjakan dan yang menjadi kesibukan; janganlah takut atau sungkan, ingatlah statusmu, ingatlah dirimu:

Seorang pengembara itu bisa kepada siapa saja didatangi sekali dia mampu didatangi! Itulah statusmu.

Seorang pengembara tidak harus ‘risih’ dengan wujud-wujud karena telah berpengetahuan luas wujud-wujud! Itu juga statusmu.

Bukankah adalah suatu ‘keuntungan’ tatakala engkau mengerti dirimu, statusmu, maka engkau bisa menempatkan dirimu; sungguh, inilah buah dari pencarian keakuanmu, Taufik.

2017-03-01

Belum ada Komentar untuk "Nasihat Berenanglah dalam Realitas Fikih"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel