REALITAS ADALAH SAMPIRAN: UTAMAKAN JALINAN GURU
Sabtu, 04 Maret 2017
Tambah Komentar
Kau merasa ditekan realitas—ah bukankah baru-baru ini engkau merasa tertekan? Ingatlah watak-dirimu yang sesungguhnya, penggiringan-Nya yang menjadikan ‘karaktermu’, ingatlah kedudukanmu, ingatlah dirimu: sungguh, tatkala engkau ditekan realitas, ini adalah kesementaraan, yang mengujimu, apakah engkau masih menyandarkan kepada-Nya atau engkau melengo kepada selain-Nya? Ingatlah ayat-Nya, apakah engkau mengira akan biarkan begitu saja tatkala dirimu telah berkata, aku beriman? Maka setiap langkah adalah ujian tentang keimananmu, setiap pertemuan adalah pengujian dari-Nya. Ingatlah baik-baik, setiap pertemuan, setiap perjumpaan: pasti akan menggodamu menunggu waktu selamu untuk menghindar kepada-Nya.
Apakah kau lalai bahwa hidup adalah keabadian, dan saat kematian jasad adalah tentang kematian jasad yang kemudian bakal dibangkitkan lagi: sungguh, saat engkau menghelak tentang kebangkitan berarti engkau menolak imanmu kepada kitab-Nya? Dan kau menggurukan imanmu tentang iman kepada hari akhir. Sungguh, kau mengetahui dan paham maksud dari hari akhir adalah kematian jasadmu dan engkau akan dipindah tempatkan pada masa keabadian, yang bekalnya adalah jasadmu saat ini.
Segeralah engkau bertobat dan meminta perlindungan kepada-Nya, jika engkau merasa berat, maka merengeklah kepada gurumu: sungguh, bukanlah hal yang hina engkau mengumbar kebodohanmu kepada gurumu, bukanlah hal yang angker melainkan adalah kewajaran kau mengumbar kebodohanmu; dengan begitu engkau akan dipecut oleh tali ilmunya, yang mengajakmu untuk tetap pada jalan-Nya, dengan cara meninggalkan bentuk-bentuk maksiat dan menjalankan tentang apa yang diperintahkan-Nya semampu dayamu, dan senantiasalah melapor kepada gurumu, sampai gurumu benar-benar melepaskanmu; benar-benar menghendaki untukmu terbang, menuju ‘lautan’ yang anginnya tidak terkendali. Menuju ‘kerumunan’ manusia yang sarat dengan lika-liku takdir-Nya.
Jangan sombongkan dirimu kepada gurumu, sungguh, bukankah engkau baru dekat dengannya. Engkau baru merasa mempunyai tali untuk ikatan. Berkhawatirlah kalau gurumu menolakmu. Berharap-haraplah untuk mendapatkan berkah ilmu darinya. Dan jangan sombong dengan ‘diksi’ berkah, sungguh hal itu ada, Taufik.
Hal itu telah terbiasa. Hal itu telah lazim di pondok pesantren.
Sekarang saja, banyak santri yang ngelunjak dan sok pintar, sehingga laksana tidak mengharapkan ‘berkah’ dari gurunya, atau sekedar mendengungkan istilah ‘berkah’ namun enggan bergiat untuk belajar agama dan praktek tentang agama; maka jadilah santri yang bodoh, layaknya dirimu. Jadilah santri yang acak-acakan ilmu, karena kesombongannya.
Lihatlah itu—dan engkau melihat tradisi gegap gempita murid menyucup tangan gurunya—yang sekarang mulai pudar karena pengetahuan ada dimana-mana, pengetahuan berserakan di internet, pengetahuan berserak pada buku-buku terjemah. Kau pikir status ilmu adalah seperti itu, kau pikir jalinan ilmu adalah sekedar seperti itu, dan begitu mudah seperti itu:
Ingatlah, setiap manusia itu mempunyai ‘tempat’ tersendiri, terhadap kapasitas akal dan hatinya.
Setiap manusia mempunyai wadah tersendiri terhadap sesuatu yang menyerbu dirinya.
Maka tetaplah engkau jalin-kokohkan tentang gurumu: menyerahlah kepada gurumu, dan menghadaplah laksana kekosongan, biar dia mengisimu dengan isian-isian yang baik, biarkan dia mengisi sesuatu untuk memadatimu dan jadilah engkau padat dengan keilmua; hanya dengan ilmu segalanya menjadi mudah, Taufik.
2017
Belum ada Komentar untuk " REALITAS ADALAH SAMPIRAN: UTAMAKAN JALINAN GURU"
Posting Komentar