Meleburkan kepada Guru
Selasa, 07 Maret 2017
Tambah Komentar
Sudah, jangan direpotkan tentang guru yang mana yang penting engkau horamati dan engkau segani, zaman sekarang memang begitu, banyak orang pandai, dan bagaimana engkau memasang mereka, yakni, tetaplah engkau menghormati mereka, tetaplah engkau membutuhkan mereka—begitulah, terapkan bahwa engkau membutuhkan mereka, dengan begitu, maka kendalamu adalah sama, kendalamu adalah serupa, karena kita berprinsip sama. Kita berprinsip yang itu atas nama islam. oleh karenanya, hormatilah mereka yang mempunyai kualitas islam, apa-pun itu; hormatilah.
Jika mereka menggiringmu pada ‘islam’ yang kaku, maka kabarkan ‘keresahanmu’ tentang zaman yang engkau lihat.
Jika mereka mendesakmu yang harus konsentrasi penuh dengan tekstual islam, kabarkanlah tentang bagaimana karaktermu, kabarkanlah tentang ‘jalinan’ pengetahuan sosialmu.
Sungguh, yang engkau butuhkan adalah keberadaan mereka, sebagai penyoprot dirimu, sebagai pendukungmu, dalam arti kata: engkau mencari dukungan untuk menjadi sepertimu, sebab kendalamu adalah ilmu, dan tawaran ilmu adalah engkau harus rajin berupaya dan belajar, dan engkau mengetahui, kalau sekedar berdialog, yang terjadi adalah pembicaraan tentang esensi atau aplikatif atau peringatan dari ilmu; sementara ilmu itu membutuhkan ketekunan dan keuletan. Dan engkau telah hapal dengan pola-polamu, telah hapal dengan racikan ‘pengetahuan’ yang menyerap dalam akalmu.
Engkau harus mengasah dan banyak membaca.
Banyak menyalin dan banyak mengulang.
Engkau penting menyendiri dan sibuk dengan pelajaran.
Pertemuan dengan orang-orang yang mempunyai ilmu islam adalah sekedar pertemuan karena kebutuhan akan keberadaan: yakinlah engkau membutuhkan mereka, dan mereka gembira tatkala didatangi olehmu, karena engkau mengatakan:
“Aku datang karena aku membutuhkan bantuanmu, karena aku satu prinsip denganmu, yakni islam. Bukankah engkau berjuang atas nama islam? Dan berada dalam lintasan islam: aku datang karena aku membutuhkanmu; sungguh aku telah menyadari bahwa diriku dulu adalah orang yang sombong, karena seakan aku tidak membutuhkan yang lain, padahal kita satu ‘prinsip’, harusnya sejak dulu aku datang kepadamu. Dan kali ini, inti dari kedatanganku kepadamu: adalah mengabarkan bahwa baiknya kita berdamai dan saling membantu sesame ‘muslim’, karena diluar sana, banyak ‘orang’ yang berstatuskan muslim tapi tidak menyukai tentang kemuslimannya. Banyak orang yang mengaku ‘islam’ namun kurang menikmati ‘keislamannya’. Dan maka mengapa kita tidak berupaya menguatkan diri mengindahkan ‘keislaman’ supaya mereka lebih taat tentang keislaman, karena jalinan ‘keindahan’ islam. Yang mengklaim: pasti ada yang salah dengan para pendidik islam sehingga islam di tempat kita kurang-begitu dinikmati dan kurang begitu digemari dan kebanyakan mereka mengumbar tentang hasrat-kemanusiaan dibanding mengengkang hasratnya, karena dunia ini adalah sementara. Atau jangan-jangan diri kita yang salah: dan saya mengklaim: ternyata, sejauh ini, saya sendiri yang salah menyikapi keislaman. Mari kita bersama-sama saling berbenah dan menolong dalam hal kebaikan dan keseimbangan dunia; saling membantu tentang eksistensi hidup, yang itu pun pentingnya ekonomi, dan saling mengingatkan tentang keallahan: bahwa allah itu mengawasi kita. Sungguh, saya pun termasuk orang yang kerap lalai bahwa Allah maha mengawasi.”
Dan engkau, tak perlu malu mengutarakan tentang ‘kekuranganmu’ dengan begitu, engkau akan perlahan-lahan dan waktu yang ringkas akan dipelajari olehnya. Janganlah malu mengeluh tentang sesuatu yang merambat dirimu. Jangan malu! Selanjutnya, jangan malas mendatangi mereka. Jangan malas menjalin hubungan dengan mereka.
Sungguh, statusmu saat ini, adalah tentang kenetralan, dan engkau berhak untuk datang dan saling berbicara, engkau saling terbuka dan engkau saling membutuhkan: percayalah akan jalinan itu, Taufik.
Sebab, zaman ini, banyak orang yang gumede terhadap dirinya sendiri, seakan-akan tidak membutuhkan yang lain, padahal ia sangat membutuhkan orang lain: begitulah dirimu. Sungguh, engkau membutuhkan orang lain untuk menyampaikan maksudmu. Engkau membutuhkan orang lain menjadi juru bicaramu.
Pahamilah, semakin engkau melebur kepada gurumu, atau orang-orang yang lebih tua darimu, itu tidak menurunkan derajatmu, tidak menurunkan kualitasmu, malah bisa jadi, itu akan mengunggulkan dirimu, akan meninggikan derjatmu, karena engkau semakin menurunkan ‘egomu’, semakin menurunkan ‘nafsumu’. Jalinlah mereka, lebih erat, lebih kencang. Jalinlah: dan begitulah hukum kemanusiaan, Taufik. Dan hati-hati engkau akan tergoda dengan ‘status’ kemanusiaan, padahal yang paling engkau butuhkan adalah keilmuan. Maka dari itu, selain engkau sibuk dengan ‘status’ kemanusiaan, sibukkan juga terhadap ‘status’ keilmuan.
Begitu ya…
Belum ada Komentar untuk "Meleburkan kepada Guru "
Posting Komentar