Nasihat: Cintailah Dia Yang Mengusai Tiap-Tiap Jiwa




Mencintai selain-Nya, pasti akan menjadikanmu payah dan sibuk dengan aktifitas ‘nafsu-nafsu’ atau ‘karakter’ alami manusia, oleh karenanya, kencangkan engkau mencintai-Nya, dengan cara ikutilah utusan-Nya.

Bukankah engkau telah mengetahui bahwa ‘kendala’ sekarang adalah orang-orang mulai melalaikan akan keberadaan-Nya? Jangalah meniru.

Engkau melihat orang-orang esensi tentang-Nya? Janganlah ikut-ikutan.

Engkau melihat orang-orang sibuk dengan eksistensi-Nya dan lalai esensi-Nya? Janganlah ikut-ikutan.

Tugasmu adalah menyeimbangkan diantara keduanya, yang sekarang adalah berdaya diri menuju eksistensi, atau baju keislaman. Kenanglah baju-keislaman adalah sarat dengan baju-baju, dan begitulah orang-orang zaman sekarang, yang bersibuk dengan baju-baju; hati-hatilah dengan kesibukan tersebut, sungguh membajui itu gampang, Taufik, mengindahkan tentang baju-keislaman, gampang. Namun engkau telah mengetahui:

Jika engkau tidak terbiasa membaju keislaman, alias tidak terbiasa, maka itu menjadi sesuatu yang berat dan tidak gampang.

Itu menjadi sesuatu yang mengikat dan sarat dengan jalinan dan godaan. Dan engkau dapati godaaan demi godaan yang itu di dalam diri, yang itu mempengaruhi tentang esensi: dan itu wajar, begitulah teka-teki hidup, ada eksistensi dan ada eksistensi. Namun, keduanya harus membaur taufik, pembauran harus.

Kalau engkau belum membaur dan lidahmu menyatakan:

Tatkala aku sibuk dengan eksistensi, maka disana sarat dengan godaan.

Jawabku, maka esensimu belum kuat. Kejiwaanmu belum kuat. Syarat menguatkan, belajar. mengetahui, dan memahami.

Itu sebabnya, aku selalu menganjurkanmu untuk mencintai-Nya, sekencang-kencangnya, sekuat-kuatnya:

Cintailah Dia yang menguasai tentang keberadaan, maka semua adalah milik-Nya.

Cintilah Dia yang menguasai tentang sesuatu yang didalam, maka semua tentu adalah milik-Nya.

Apa yang penting diresahkan kalau kalimat itu meresap benar dalam dirimu?

Apa yang penting digalaukan kalau kalimat itu meresap sungguh dalam hatimu?

Namun, sisi kemanusiaan, atau watak-asli dari kemanusiaan menjadikan sesuatu yang sebenarnya ‘gampang’, ‘mudah’, ‘sederhana’ menjadinya: rumit, jlimet, dan kaku. Dan itu terjadi, karena manusia dikaruniai akal.

Dan engkau melihat bahwa ‘apa-apa’ yang terjadi atau menjadi kendala adalah tentang sesuatu pendayaan akal? Atau kurang terimanya ‘akal’ dengan sesuatu yang telah diadakan? Kurang terimannya akal karena ‘kedunguan’, karena kurangnya ‘pengetahuan’, atau karena memang ‘watak-manusia’ adalah diselimuti hasrat-hasrat ingin menguasai manusia lainnya, ingin menjadi paling terdepan dengan manusia lainnya, ingin paling mengatur manusia lainnya—jika itu ada pada dirimu, maka buanglah, tepiskan, sisihkan dalam cangkang pikirmu, buanglah dalam tong-sampah kebodohanmu, dan sibuklah engkau dalam ‘ilmu’, sebab mencintai pun, membutuhkan pengetahuan, jika mencintai sekedar mencintai dan itu tidak punya alasan, maka engkau akan diombang-ambingkan oleh tawaran-tawaran redaksi yang berkaitan dengan ‘cinta’.

Dan aku mengajakmu untuk meraih cinta yang luhur, cinta yang agung, yang selaras antara esensi dan eksistensi, namun lebih menekankan penguggulan esensi, dan dalam pemikiran filsafat, maka mengikuti gerak-gerik plato, dan dalam dunia islam, maka berpikir tauhid: berpikir yang satu, bahwa semua ini berasal dari yang satu, maka diantara kita harus saling mengasihi dan berkasih-sayang, karena semua adalah milik-Nya.

Karena sekarang islam telah jelas, lagi terang, maka berlindunglah dalam naungan tersebut, caranya, engkau harus mengontrol ketat tentang gerak-gerik pemikiranmu, dan mengontrol tentang eksistensimu. Terlebih lagi, engkau harus menerapkan ‘cinta’ kepada-Nya, sekali lagi lebih kuat, lebih kokoh, dan lebih dalam:

Dimana pun engkau berada, tanamkan cinta.

Sebab, jika engkau mencintainya, tidak ada alasan untuk membenci. Yang ada adalah berdaya-diri untuk saling menyelamatkan, saling membantu, saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran karena diuji oleh-Nya: ingatlah, dunia adalah alat untuk ujian kemanusiaan. Dan ujian tidak akan pernah habis kecuali ‘kematian’ jasad. Semakin engkau keimananmu meninggi, ujian pun meninggi; dan jiwamu pasti akan menjadi sensitife, dan godaan yang datang kepadamu pasti sesuatu yang lembut, sebab itu, tetaplah awasilah gerak-gerik pemikiranmu, dan bermohonlah kepada-Nya: supaya menerima tentang takdir-Nya dengan sabar.

Dan tentunya lagi, engkau harus sabar dengan apa yang terjadi padamu. Begitu ya…

Belum ada Komentar untuk " Nasihat: Cintailah Dia Yang Mengusai Tiap-Tiap Jiwa"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel