Bersabarlah Dengan Realitasmu








Bersabarlah dengan apa-apa yang menimpa dirimu, Taufik, ingatlah bahwa setiap kita diuji menurut kesanggupannya masing-masing, dan engkau harus cerdas membaca jalinan-realitas; dengan merenungkan—kenapa realitas itu menyerangmu? Kenapa realitasmu itu menimpamu? Sunguh Allah menguji hamba-Nya menurut kesanggupannya. Oleh karenanya engkau harus merajut-realitasmu dan mengenal lebih-dalam dibalik ‘realitasmu’, pastilah ada hikmah di balik apa-apa yang terjadi kepadamu dan itu memang harus terjadi kepadamu.

Jika engkau diuji terhadap ‘kedudukanmu’, maka ingatlah, apa-pun itu tidak lepas dari ‘perujiannya’.

Jika engkau diuji terhadap ‘keilmuanmu’, maka ingatlah, apa-pun itu tidak lepas dari perujian-Nya.

Jika engkau diuji terhadap ‘realitasmu’, maka ingatlah, siapakah yang tidak diuji dengan realitasnya.

Lantas, apakah engkau akan ‘diam’ tanpa malakukan apa-apa dan meminta pertolongan saat ‘ujian’ itu datang membajui dirimu? Apakah engkau ‘tidak’ gotak terhadap ujian yang menderamu:

Maka jawablah, pertanyaan-pertanyaan soalmu, jika engkau tidak mampu menjawab, maka lontarkanlah kepada siapa yang ahli dengan soalmu: artinya, engkau harus ‘bersilaturahim’. Artinya, engkau membutuhkan ‘seseorang’.

Begitulah jalinan hidup, Taufik, saling menyaling dan saling membutuhkan; dan orang yang engkau datangi, tentu dia mengambil hikmah dari apa-apa yang engkau tawarkan, karena mereka itu termasuk dalam bagianmu, dan itulah sebenarnya esensi dari kehidupan; senantiasa berkaitan dengan ‘hidup’ yang lain.

Maka beruntunglah kalau dia yang berada di tempat masuk yang baik, dan tempat keluar yang baik; dan maka engkau harus memasukkan dirimu pada tempat-tempat yang baik, sehingga engkau keluar pada tempat-tempat keluar yang baik. Dan anggaplah kebaikan demi kebaikan, anggap saja, tidak ada sesuatu yang buruk itu ada. Anggap saja tidak ada.

Artikan, mimpimu adalah bahwa yang batil itu telah lenyap, lenyap dari pemikiranmu, maka yang ada adalah kebaikan, yang ada hanyalah kebenaran; dan masuklah engkau dalam kebenaran, sungguh dalam kebenaran ada kebenaran yang hak; dan bergabunglah pada yang hak, jangan kau artikan bahwa kamu akan menyampaikan yang hak sementara objek yang lain, atau subjek yang lain adalah yang batil; sungguh andaikata engkau menyampaikan kepada yang bersangkutan dengan yang batil dan langsung kepada yang batil, maka engkau akan mendapatkan banyak musuh, Fik, dan bersamaan dengan banyak musuh, maka tentu, engkau akan dimusuhi; dan bukankah itu bukanlah masuk dalam prinsipmu, yang mana engkau ‘berharap’ orang-orang mendapatkan kebahagiaan dan damai bersama yang lainnya? Sungguh, di zaman seperti ini, sekarang, yang terpenting buatmu adalah menyelamatkan dirimu:

Lihatlah dirimu, sangat renyek terhadap realitas.

Laksana dibrakot realitas: mulai tentang ekonomi, ilmu, dan pandangan realitasmu.

Semua itu menugrubmu dan memaksa dirimu sarat dengan kebingunan dan engkau berteriak dalam teriakan yang tak ada mendengar, karena lengkingan teriakanmu adalah lengkingan kesunyian, dan engkau berada di jalan-jalan yang sunyi, sehingga saat engkau dipertemukan orang-orang yang ‘menyulutkan’ apimu adalah orang-orang yang sepadan dengan jalanmu.

Sungguh, mereka mendengar dengan jelas teriakan sunyimu, teriakan bingungmu, dan seluruh longlongan kemanusiaanmu; oleh karenanya, percayalah kepada gurumu, dan hormatilah mereka—yang tentu, dengan caramu, dan engkau tidak bisa mematokkan menghormati mereka layaknya menghormati orang-orang lain menghormati, karena engkau berbeda dengan yang lain, dan engkau tahu caranya menghormati—semakin engkau menghormati gurumu, maka gurumu semakin mudah mengirimkan sesuatu yang memang itu adalah untukmu. Sesuatu yang itu memberatkan dirimu, memberatkan pikiran dan memberatkan tentang beban-beban punggungmu.

Yakinlah, bahwa gurumu adalah dokter buatmu dan engkau adalah pasien yang penting dioperasi, dan yakinlah bahwa engkau tidak mampu mengoperasi luka yang ada di dalam dirimu. Engkau tidak akan mampu mengoperasi dalam dirimu. Artinya, engkau sangat-sangat membutuhkan mereka. Saat kebutuhanmu dengan mereka semakin meninggi, di saat itulah transfer pengetahuannya semakin melesat, pengetahuannya semakin ‘menyulutkan’ dirimu untuk lebih ‘mengokohkan’ pengetahuanmu.

Yang kemudian, bersamaan dengan pengetahuan yang melesat, maka janganlah lupa engkau amalkan ilmu yang engkau dapatkan. Ingatlah, semakin engkau mengamalkan ilmumu, maka engkau semakin mengerti bahwa begitulah kesibukanmu, begitulah realitasmu. Selanjutnya, apakah kau pikir realitasmu sekedar keilmuan, sungguh realitasmu bukan tentang sekedar keilmuan, tapi ada realitas yang benar-benar real: yakni kehidupan. Bersama itu, maka bersabarlah engkau; ingatlah, bersama kesulitan ada kemudahan. Sungguh, bersama kesulitan ada kemudahan. Ingatlah, itu Taufik.

Ingatlah...

Belum ada Komentar untuk " Bersabarlah Dengan Realitasmu "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel