Kehidupan Praktis dan Realistis



Kalau kau menikah, tentu kehidupanmu akan menjadi praktis dan realistis. Pengetahuanmu akan semakin menjadi dan lebih memahami tentang bagaimana pergerakan kehidupan yang sesungguhnya, yang mana manusia itu membutuhkan proses bertahan. Proses bertahan yang awalnya tentang diri, yang kemudian merembet kepada mempertahankan diri yang lain. Yang di sana, menjaga tentang ‘nama-nama’ atau nilai-nilai yang dibentuk oleh opini kelompok atau hokum dari manusia—jangan dangkal pemikiran bahwa hokum manusia itu sekedar undang-undang yang ditetapkan oleh pemikiran akal manusia. Ingatlah, lingkunganmu ialah orang-orang yang beragama. Secara otomatis, maka disana ada kaitan atau hubungan hokum—dan kau akan mampu mengatakan:

“Memang beginilah kehidupan. Yang penting menyelematkan individu dari ancaman individu-individu yang lain, lebih-lebih dari sesuautu yang terjadi dan itu tidak dari individu, melainkan semesta—dan pembicaraan semesta ialah tentang mahluk hidup alam—dan proses penyelamatan dengan cara berakhlak yang baik, bermoral yang baik. Setiap tempat, pastilah mempunyai system kebaikan, maka menunaikan kebaikan itulah yang terpenting. Mengikuti syarat-syarat menjadi baik, itulah yang penting. Karena lingkungan berbasis keagamaan, maka tekanan kuat adalah berakhlak yang baik, tepat seperti kanjeng nabi menjalankan. Itulah baiknya. Yang selanjutnya, manusia membutuhkan sesuatu untuk mempertahankan hidupnya, artinya butuh kerja, maka mempunyai status atas nama pekerjaan menjadi sesuatu yang itu berkewajiban. Tujuannya tentu mempunyai uang. Mengapa uang? Karena uang digunakan untuk transaksi biaya kehidupan; kebutuhan listrik, pulsa, perabotan rumah, biaya sekolah, biaya social, dan biaya-biaya yang lain yang itu membutuhkan uang.

Setiap hari bakal mengejarkan sesuatu yang itu disebut kerja, dan dari itu, mencukupi tentang kebutuhan kehidupan. Setidaknya cukup untuk perlengkapan kehidupan di zaman kontemporer. Oleh karenanya, manusia memang selalu tidak bisa menghindar dari keberadaan zaman, tidak bisa menyangkal tentang kemajuan zamannya. Zaman, itulah keperzamanannya. Keadaan, begitulah keberadaannya. O beginilah kehidupan.”

Kataku, benar, begitulah kehidupan. Yang mana setiap individu bertanggung jawab dengan dirinya sendiir, karena ternyata menangung-jawabi diri sendiri itu terlalu payah, maka individu membutuhkan yang lain. Lebih tepatnya, individu itu tidak mampu menyempurnakan diirnya sendiri, maka dia membutuhkan teman; teman untuk proses kesempurnaan. Dengan begitu, menjalin keberduaan atau kebersamaan, menikah. Maka terbangun hubungan social di antara keduanya, yang dari itu membentuk pola-pola pertahanan yang baru. Rumah, pangan, pakaian, dan pengetahuan yang menyertainya, serta orang-orang yang menjalin di antara keduanya.

Bersamaaan dengan itu, kehidupan menjadi komplek, dan mempunyai system tersendiri. Mempunyai tatanan dan aturan dari masing-masing, dan setiap individu tidak mampu disamakan dengan individu yang lain: pola menangkap kabar, pola pengungkapan kabar. Lebih-lebih pada kehidupan yang social, yang dari sana, akan teradakan system social yang baru.

Yakni system kepertanggaan. Dan kasus itu biasanya terjadi di desa-desa, karena di desa terikata dari system kekeluargaan. Sementara di kota, biasanya bukan system kekeluargaan, melainkan system pendatang. Sekali pun pendatang, jika prinsip utamanya sama (keagamaan), sudah pasti, terjadi system kebersamaan. Begitu.

Belum ada Komentar untuk " Kehidupan Praktis dan Realistis "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel