MANUSIA SEUTUHNYA





Dunia melulu harta melulu

Hingga kehidupan akhirat terlupakan

Akhirat melulu ibadah melulu

Dunia terlupa hidupnya merana

Dapatkan dunia akhirat bersama-sama



Apa arti hidupmu di dunia bila kau abaikan nikmatnya

Apa arti hidupmu di dunia bila kelak sengsara di neraka

Bahagialah di dunia sentosalah akhiratnya

Jadilah manusia yang sempurna

Manusia Indonesia seutuhnya



Begitulah lirik dari tembang Nasida Ria, asal Semarang, yang mana aliran musiknya bergenre qosidah dari mesir atau jazirah arab sekitarnya, namun dikemas khas dengan Indonesia—yakni bergenre dangdut, tapi juga tidak dangdut tulen. Tetap saja identik dengan dangdut, dangdut khas Indonesia.

Sebagaimana diketahui, lirik ini diciptakan oleh Drs. H. Abu Ali Haidar (Tepatnya si pencipta namanya, DRS. H. Masruri Buchori. Ketepatan menggunakan nama Abu Ali Haidar, karena nama anaknya yang pertama bernama Haidar Buchori. Saya juga waktu awal mengenalnya, mengerti dengan julukan Pak Ali Haidar. Pak Haidar inilah, guruku. Penyebutan guru begini, karena beliau statusnya menjadi pengasuh dari pondok yang pernah saya tempati. Begitu. Lebih lanjut, kenapa saya sering menyebut sebut namanya: karena tatkala bertemu dengannya, tatkala berdialog dengannya, saya merasa gembira, saya merasa ada, saya merasa nyaman. Yang selanjutnya, terjadilah jalinan di antara kami—maksudnya, saya yang menjalin dengannya. Sayalah yang senantiasa mengetuk pintunya. Sayalah yang sering menghubungi dirinya.) yang intinya menasihati bahwa menjadi manusia seutuhnya, harusnya seimbang di antara dunia dan akhirat.

Keseimbangan itulah yang ditawarkan pada lirik lagu manusia seutuhnya. Menjadi manusia itu, harus memikirkan dunianya, tapi jangan lupakan akhirat. Begitu juga sebaliknya, manusia itu harus memikirkan akhirat, jangan hanya dunia. Bukankah pada akhirnya, penekannya adalah keseimbangan. Bekerja iya, ibadah juga iya. Apa pun itu agamanya: pokoknya jangan lupakan akhiratnya.

Sejauh diketahui, bahwa setiap kita membicarakan agama, maka pastilah akan adanya hari pembalasan, yakni kelak di akhirat. Pada kasus ini, beliau tidak hanya membicarakan tentang islam, melainkan seluruh manusia Indonesia. Karena pada liriknya juga terdapat teks yang mengantarkan pada keindonesiaan //jadilah manusia yang sempurna/manusia Indonesia seutuhnya/ walau pun dasar yang beliau gunakan ialah hadis: laysa bikhoirikum man taroka dunyahu liakhirati, wala akhirotahu lidunyahu hatta yusibahuma jaminga. (hadist marfuk dari anas bin malik dari rasullallah)

Beliau membicarakan tentang ketotalan Indonesia, yang mungkin, karena Indonesia mempunyai ideology, pancasila, yang mana di sana harus: berketuhanan yang maha esa. Yang telah jelas, bahwa manusia Indonesia, apa-pun itu harus berketuhanan. Harus mengaku adanya Tuhan, yakni tuhan yang maha esa.

Beliau lalu mengatakan:

//Apa arti hidupmu di dunia bila kau abaikan nikmatnya/ Apa arti hidupmu di dunia bila kelak sengsara di neraka//

Artinya, manusia dituntut untuk menikmati dunia, selain itu, jangan sengsara di neraka. Yang kemudian beliau mengatakan: //bahagialah di dunia setosalah akhiratnya.//

Sebenarnya, lirik-lirik tersebut telah terang benderang. Dengan bahasa yang mudah dan sangat untuk dipahami. Pertanyaannya, maukah orang mendengarkan apa yang telah dikatakan. Maukah orang menjalankan apa yang telah ditawarkan.

Lirik manusia seutuhnya, begitulah yang diharapkan oleh pencipta lagu. Manusia yang seimbang antara materi dan ruhani. Materi adalah sesuatu yang fakta, dan ruhani adalah sesuatu yang berkaitan dengan jiwa (yakni di dalam diri).

Dan untuk mendapati itu, tentu saja, perlu adanya ajaran di antara keduanya. Artinya, keduanya harus tidak ada putus-putus untuk senatiasa diperjuangkan. Hal itu, mengingatkan bahwa belajar itu tidak ada habisnya. Sebab, perkembangan dunia itu senantiasa maju, perkembangan dunia bakal senantiasa maju, dan godaan hati atau ruh, bakal terus menggoda. Hal itu disebabkan dengan watak dari keberadaan akal.

Artinya, jika orang sudah merasa pintar dengan ilmu keduanya, maka tentu tidak akan menjadi manusia yang seutuhnya, karena materi bakal terus bermateri (saya di sini tidak membicarakan tentang kiamat. Begitu ya.) materi akan terus maju tidak akan mundur, bersamaan dengan itu, godaan hati atau ruh senatiasa menyertai. Maka syarat untuk menyeimbangkan adalah kesetaraan di antara keduanya. Yakni: dapatkan dunia akhirat bersama-sama. Demikian.

Belum ada Komentar untuk " MANUSIA SEUTUHNYA "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel