Sayyid Qutb Orang Mesir, Yang Itu Juga Orang Muslim








Seringkali orang-orang megetahui hal itu, bahwa Sayyid Qutb itu orang mesir dan terpengaruh oleh Hasan al-Banna, namun terkadang orang-orang kurang menyadari bahwa Sayyid Qutb sudah pasti terpengaruh besar kepada tokoh utama orang islam, yakni Kanjeng Nabi Muhammad—hal inilah yang berusaha saya terapkan di dalam pemikiranku; bahwa pemikiran Sayyid Qutb pastilah terpengaruh kuat dari Kanjeng Nabi Muhammad. Yang mungkin, berusaha untuk meneruskan apa yang Kanjeng Nabi Muhammad ajarkan. Hanya saja, suatu keadaan telah berbeda. Daerah atau orang-orangnya telah berbeda. Suatu keadaan pengetahuan telah berbeda. Maka tentulah terjadi perbedaan yang kuat terhadap pemikiran Sayyid Qutb: sebab orang-orang yang dihadapi, yang ditemui, yang mempengaruhinya berbeda dengan kondisi yang dialami Kanjeng Nabi Muhammad—

Alasan saya menyertakan Kanjeng Nabi Muhammad ialah mempermudah melihat Sayyid Qutb. Pastilah pengaruh pemikirannya tidak jauh dengan apa yang dilaksakan Kanjeng Nabi Muhammad (apakah dalam hal ini tentang peperangan; yakni ajakan untuk perang secara fisik sebagaimana era di mana kanjeng nabi Muhammad memimpin; yang itu adanya peperangan fisik untuk menyebarkan atau megabarkan agama islam.

Keadaan daerah yang terjadi bagi kehidupan Sayyid Qubt, yang berkaitan dengan islam ialah: bahwa orang-orang mesir telah beragama islam. Orang-orang mesir telah beragama islam. Maka jika hendak menegakkan syahadatain, maka orang-orang harus menguatkan kembali dasar-dasar keislamanan; yakni karateristik tentang islam. Yang mana, setiap orang harus berperan layaknya kanjeng nabi Muhammad; pastilah pergerakannya mejadi seperti itu. Harapannya mejadi Negara islam, namun melihat keadaan yang seperti terjadi; tentu hal itu tidak akan mudah.

Yakni masalahnya ada pada internal muslim itu sendiri. Selain itu, ada masalah yang terjadi pada ektrenal.

“Ah kamu itu menulis apa, Taufik? Pembicaraanmu kesana kemari.”

Sesungguhnya saya akan berkata begini, bahwa Sayyid Qutb itu orang mesir, yang mana lingkungannya ialah orang-orang yang berpengetahuan islam. Pemerintahan secara keseluruhan bukan lagi model-model kerajaan sebagaimana masa di mana kanjeng nabi Muhammad hidup. Selanjutnya, saya adalah orang Indonesia, bahkan satu bagian kecil dari Negara Indonesia, yang itu juga beragama islam, yang tentu terpengaruh kuat pada tokoh utamanya, yakni Kanjeng Nabi Muhammad. Hanya saja, sekarang, kenyataannya pemerintahan telah terjadi sebagaimana pemerintahan yang dianut di Indonesia: yakni pemerintahan yang berideology pancasila. Lalu saya, beragama islam. Lebih tepatnya, saya bukan lagi berada di masa kerajaan seperti dahulu kala.

Secara umum, di tahun 600 Masehi. Seluruh bumi, pergerakannya masih berkutat pada kerajaan. Unsure-unsure kerajaan. Sementara itu, di Arab, di Mekah, bukan itu: melainkan ashabiyah. Yakni solidaritas kelompok. Kelompok demi kelompok, itulah yang terjadi pada orang-orang Mekah, pada seting dimana Kanjeng Nabi Muhammad hidup.

Kerajaan Romawi, dan bahkan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Sebut saja, kerajaan kerajaan islam di nusantara: itulah keadaan dimana masih terseting tentang kerajaan demi kerajaan, itulah setelah keumumannya. Mulai dari barat, timur, bahkan asia. Mayoritas kekuasaan tentang kerajaan. Sebabnya, keadaan manusia belum menjadi modernitas.

Setelah era modernitas, yakni setelah terjadi revolusi industry, yang itu sekitaran tahun 1800 Masehi di Barat, di Eropa, maka terjadilah perubahan yang drastic pada tatanan kehidupan. Orang-orang dari Barat mulai mengunjungi kerajaan-kerjaan yang lain, termasuk di Nusantara. Mereka melakukan perdagangan, pertukaran bahan-bahan, yang bersamaan degan itu, maka terjalin kehidupan social di antara keduanya. Yang lamat-lamat, mulailah terjadi peperangan. Orang menyebut, perang dunia II. Seluruh penjuru dunia laksana terjadi peperangan, yang tujuannya tentu tentang penguasaan. Hasil dari peperangan tentunya, kalah dan menang. Ada yang kalah dan ada yang menang.

Dan pada tahun 1900 Masehi. Kehidupan menjadi tautan global. Kekuataan utama dari proses kehidupan itu ialah barat, sebabnya karena di sana kemajuan—khusunya kemajuan terhadap pengetahuan, yang efeknya pada alat-alat permesinan—teradakan. Maka disaat itulah, Sayyid Qutb hidup. Di saat yang seperti Sayyid Qutb merasakan jalinan pergerakan dunia tersebut, temasuk mesir yang kena efek dari gerakan global dunia.

Di saat itulah peran Sayyid Qutb tentang islam mulai mencuat. Yang itu, terkhusus kepada orang-orang mesir. Pada pemerintahan Mesir. upayanya tentu untuk lebih ‘mengaktualisasikan’ keislaman –ini tentu menurut saya, dari pembacaan beliau secara acak-acakan—yang itu syaratnya melalui internal pelaku islam itu sendiri, dan selanjutnya kepada kekuasaan. Sebab, keberadaan islam akan lemah kalau tidak didukung degan kekuasaan yang ada. Nah, kekuasaan seperti apa yang diharapkan oleh Sayyid Qubt: tentu kekuasaan yang itu beralaskan keislaman. Berasaskan keislaman. Apakah keislaman total sebagaimana Kanjeng Nabi laksanakan? Menurut saya, upaya keislaman itu menurut keadaan atau seting social yang terjadi: dan peran Sayyid Qutb, yakni menyampaikan kritik terhadap pemerintahan yang terjadi. Upaya menjadi ‘pengingat’ terhadap pemerintahan yang terjadi. Upaya-upaya, inilah yang dilaksanakan Sayyid Qutb. Demikianlah tangkapan sekilas tentang Sayyid Qubt.

Jika ditanyakan apakah tangkapan ini ‘benar’: jawabku, penting rujukan ulang untuk membaca teks ini. Karena ini semodel refleksi terhadap teks yang tertangkap.


Belum ada Komentar untuk " Sayyid Qutb Orang Mesir, Yang Itu Juga Orang Muslim "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel