Pembahasan Tentang Ideology Keakuan



SEBUAH PRINSIP TELAH BERSINGGAH (IDEOLOGY TIMUR) DAN KEMUDIAN PRINSIP BARU MUNCUL (IDEOLOGY BARAT): JADILAH, SINTESIS DIANTARA KEDUANYA, ITULAH IDEOLOGY KEAKUAN, TAUFIK HIDAYAT.

ide·o·lo·gi /idéologi/ n 1 kumpulan konsep bersistem yg dijadikan asas pendapat (kejadian) yg memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup:

Latar Belakang

Saya terlahir di desa wargomuluo, lingkungan yang laksana memercikkan cahaya keislaman, namun tidak kaku terhadap keislaman, tidak murni laksana islam di arab atau di jazirah arab, melainkan orang yang beragama yang itu juga orang-orang pertanian. Dan sejak kecil, saya telahatau setidaknya, mempunyai kegiatan sosial yang itu mempunyai landasan islam, karena orang-orang yang datang berstatuskan agama islam dari jawa, yaitu tahun 1930 Masehi, mereka dengan ala kadarnya, laksana membentuk kehidupan yang baru; membuat system yang baru, yakni bekerja dan jangan lupa ibadah, itulah system awal yang mereka tawarkan; setidaknya yang mereka pikirkan, sehingga mereka mengambil kiai untuk distatuskan menjadi kiai—atau memang, keadaan dulu, orang-orang itu telah mempunyai agama, dan menjalankan agamanya—lalu bersamaan dengan itu, diajarilah tentang huruf-hijaiah, yakni perkenalan terhadap dengan tanda-baca arab, yang tujuannya bisa membaca al-quran, kitab suci agama islam. Maka orang-orang tua awal dulu, sebagian, mengirimkan anak-anaknya untuk pergi mencari ilmu islam ke jawa,

Hingga kemudian, anak-anak dari turun temurun itu, berketat kuat dalam acara pengajian; maka diadakanlah acara pengajian demi pengajian, diadakanlah khataman demi khataman (khataman; proses anak yang selesai al-quran; artinya, selesai perlahan-lahan mengaji al-quran, saya sendiri, khataman tatkala saya mulai SMP, kalau tidak salah): pengajian iya, sekolah iya.

Di zaman saya, waktu mengaji, sehabis asar, dan sehabis shalat magrib, lalu yang agak besar, mengaji lagi seteah isya, mengaji kitab: ta’limu takmil, mabadi fikh, Hidayatu sibyan, alala, dan kitab-kitab dasar lainnya (sulamun taufiq, safinatu najah), yang mana tatkala pagi, saya menunaikan untuk sekolah. Sekolah waktu pada zaman saya, telah mboming, namun sebelum saya, yakni generasi orang-tua saya, sekolah belum mboming; sekolah masih ala kadarnya, terlebih lagi, bagi kalangan transmigrasi, apalagi di lampung, apalagi di tahun 1955 an, di lampung, sekolah belum begitu ramai. Hal ini pun dapat diukur dari kalangan nasional, bahwa kemerdekaan dicetuskan pada tahun 1945 Masehi, yang pada waktu itu, tujuan pendidikan masih di fokuskan untuk mempertahankan status kemerdekaan.

Sementara itu, pada zaman saya, aktifitas telah terbagi menjadi dua; pengetahuan telah terbagi menjadi dua, yakni antara formal dan non-formal. Formal adalah sekolah. Non-formal adalah mengaji. yang tujuan keduanya pun berbeda; sekolah bertujuan untuk materi. Sementara mengaji bertujuan untuk akhirat. Artinya, sekolah untuk cerdas secara keberadaan di dunia, dan mengaji adalah untuk cerdas secara keagamaan.

Pertanyaanya; bersamaan dengan kedua tersebut, apa yang terjadi pada pemikiran saya? Apa yang membentuk tentang ide-ide di dalam pikiran saya?

Yang terjadi pada pemikiran saya, maka keterbelahan di antara keduanya yang menjadi satu; yakni arah dunia dan arah akhirat, yang itu harus melebur menjadi satu. Walau pun pada sejarah pengajian, saya tidak begitu sangat mementingkan tentang mengaji, kecuali ‘menjalani’ apa-apa yang menjadi kebiasaan untuk mengaji. begitu juga dengan sekolah, menjalani apa-apa yang menjadi kebiasana untuk melakukan sekolah. Namun tetap saja, keduanya tetap diharapkan difokuskan. Yang tujuannya; bahagia dunia dan akhirat. Yang itu ukurannya adalah materi dan rohani. Materi, yakni kepentingan materi, dan rohani adalah kepentingan yang dilandaskan di dalam diri.

Pandangan Sejarah ideology Sekolah

Sekolah (itu berasal dari bahasa yunani—kayaknya begitu, yang artinya waktu luang; yakni meluangkan waktu untuk memahami kejadian-kejadian realitas-- atau model sekolah, itu dilandasi atau mengikuti bagaimana orang-orang kolonialisasi membuatkan ruang-ruang pendidikan yang ada di nusantara, yang telah mewabah di Nusantara, karena masa colonial bukanlah waktu yang sebentar, namun bertahun-tahun. Dan bertahun-tahun itu, manusia nusantara melihat aktifas dan gerik-gerik mereka; dan sekolah, stategi Belanda, menyekolahkan kepada orang-orang pribumi (julukan buat orang nusantara) yang itu mempunyai ‘status’, yakni orang-orang bangsawan Nusantara, yakni anak para raja, anak-anak para bupati, dan lain sebagainya; yang pasti, anak-anak dari kalangan bangsawan. 

Yang kemudian, berjalannya waktu, sekolah mulai deras dan kencang; hal itu pun terjadi karena gelombang-zaman, yakni globalisasi dan keturutan untuk demokrasi, ringkas kata, zaman berganti dari zaman kerajaan (monarki) menjadi zaman kenegaraan (presidensial). Wal-hasil, sekolah, yang itu berpacu pada yunani, atau bangsa eropa, dengan deras atau dengan cepat; hal itu pun terjadi karena gerakan-zaman, dari zaman industry menuju zaman informasi. 

Maka arus deras, pengetahuan dari eropa seakan-akan dipindahkan ke Indonesia, sementara, daya pikir atau sumber daya manusia, Indonesia, belum benar-benar siap untuk menjadi kalangan-intelektual, yang itu sarat dengan rasio.

Diungkapkan tentang sejarah sekolah: yakni berasal dari yunani, dari generasi academia plato (sebelum masehi), yang kemudian, berkembang setelahnya, di abad pertengahan (500 Masehi-1500 Masehi) lalu didukung, dengan kemelejitan kekuasaan islam, di masa abbasiah, lalu bangkitlah para ilmuan yang berasal dari yunani tersebut, jadilah abad modern; yang sarat dan kental nuansa akal. Dan disaat itulah, kemajuan pola-pikir manusia, menjadi semakin hebat, jadilah penciptaan industry. Ilmu pengetahuan maju melesat; di saat itulah terjadi masa kolonialisasi dari bangsa barat atau eropa ke Negara lain, termasuk nusantara. 

Bersamaan dengan itu, di zaman sekarang, zaman informasi, yang dipengaruhi dengan technology; sekolah sangat ditekankan untuk menyesuaikan keberadaan zaman. Sekolah sangat dipentingkan untuk keumuman zaman. Jika tidak seperti itu, maka semakin tertinggal.

Di saat itulah, manusia Indonesia, yang awalnya adalah berpatok pada kekuatan alam, berpatok pada sumber daya alam, harus lebih giat dan ektra untuk hal-hal yang orientasinya berpikir, yang orientasinya ketat menggunakan akalnya; karena sejauh diketahui, di zaman sekarang, sekolah selalu mengambil nilai-nilai objektif, yakni positivistic.

Sementara itu, manusia-indonesia, manusia yang beragama, yang itu ada ‘pengajaran’ yang lain, yang itu bersumber dari timur, yakni hati.

Pandangan Sejarah Ideology Agama Islam

Status agama islam ada di era kanjeng nabi Muhammad, yakni sekitaran 600 Masehi (abad pertengahan di kalangan barat) yang itu dari barat; yang tatkala sampai di nusantara—ada dua pendapat tentang masuknya agama islam— namun, saya akan menyimpelkan yang itu berada di desa wargomulyo, di Provinsi Lampung; yakni, mereka islam dari jawa, statusnya orang-orang jawa, yang mana di era 1930 an atau sebelum itu, di daerah jawa, agama islam telah menunjukan banyak pengikutnya, hal itu dikarenakan, kemonceran di masa kerajaan islam yang menguasai Nusantara, maka dari itu, sukses besar agama islam berada di nusantara. Dan pengajaran tentang keagamaan, itu pun masih mengadopsi gaya hidup, yakni padepokan, dan bahkan status atau murid-murid padepokan dikatakan, santri, yakni seorang yang mengaji kitab dari agama islam. selain itu, kegiatan realitas-realitas yang medukung sosial terjadi; yakni, kegiatan yang berkaitan dengan tuntutan islam; shalat jamaah, shalat idul fitri, shalat idul adha, korban, haji, puasa, ramadhanan, dan ngaji al-quran; setiap hari hal itu dilakukan oleh penganut agama islam, karena itulah terjadi sosial kemasyarakat manusia jawa.

Dan bersamaan itu, mereka, para transmigran, tatkala mendatangi lampung, datang ke desa wargomulyo, membawa hal-hal itu (agama), dan kejadian yang ada di jawa, berserta dengan keadaan sosialnya ditiru; ringkas kata, desa wargomulyo adalah photocopy dari jawa.

ANALISIS

Dari kedua hal tersebut, maka didapatkan: gabungan dari dua arah yang berlawanan, yakni barat dan timur… itulah yang terjadi denganku. Prinsipku di antara keduanya, yang menjadi dasar adalah prinsip pertama, yang kedua adalah mengikuti prinsip yang kedua; dan itu berjalan seiringan.



Demikian.

Belum ada Komentar untuk " Pembahasan Tentang Ideology Keakuan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel