PENGETAHUAN DIRI



Saat kita mengetahui diri sendiri (sesungguhnya saya hendak mengatakan untuk diri pribadi. Penyebutakan kata ganti kita diindikasikan bahwa aku adalah bagian dari yang lainnya), maka kita akan mengerti tentang bagaimana tanggung-jawab pribadi terhadap undang-undang kehidupan. Undang-undang kehidupan, pada dasarnya berkaitan erat dengan undang-undang diri, yakni diri untuk menyelamatkan kediriannya. Awalnya begitu. 

Penyelamatan diri itu terbagi menjadi dua, yakni secara jasad dan di dalam jasad (gerak pemikiran, hati atau perasaan). Itulah yang penting diselamatnya, dan cara untuk menyelamatkan keduanya, tentu saja berkaitan dengan pengetahuan keduanya. Hal itu pun sering kita dengar perkataan:

Kalau mau mendapatkan materi maka membutuhkan pengetahuan materi, jika mau mendapatkan pengetahuan di dalam jasad maka penting pengetahuan –tepatnya, kalau mencintai dunia maka perlu menjacari dunia, dan itu membutuhkan ilmu. Jika mencintai akhirat maka perlu mencari akhirat dan itu membutuhkan ilmu. Pendek kata, peran ilmu itu sangat penting. Tujuan dari ilmu, tentu mendapatkan:

Jika ingin mendapatkan dunia, maka penting mencari cara untuk mendapatkan dunia. Jika ingin mendapatkan akhirat, maka penting mencari cara untuk mendapatkan akhirat. 

Tawaran keduanya apa? Yakni kebahagiaan. Biasanya kita mendengar, kebahagiaan di akhirat itu kekal atau abadi. Sementara kebahagiaan di dunia itu terus menerus bergulir, menggelinding. Oleh karenanya, orang-orang yang cerdas beragama menyatakan: bahwa dunia adalah sementara.

Namun pembicaraan kita adalah tentang penyelamatan diri, yang berkaitan dengan tanggung jawab diri terhadap kenyataannya. Kenyataan yang dimaksud adalah kenyataan secara wujud dan non-wujud. Bahasa gampangnya, kenyataan wujud adalah hal-hal yang menampakkan, sementara kenyataan non-wujud itu berada di dalam, yakni pikiran dan hati.

Orang-orang yang berpaham kuat materi, maka kepentingan utama tentang kebahagiaan adalah hal-hal yang materi, di luar materi itu, kurang penting. Artinya, sesuatu yang ada di dalam diri manusia itu kurang penting. Yang terpenting adalah sesuatu yang menampakkan. Itulah kepentingan yang mewujud.

Dan sekarang, pembahasan tentang diri bertujuan untuk mengetahui kedirian yang tujuannya bertanggung jawab untuk penyelamatan diri. 

Keduanya itu harus terus menerus seimbang. Seimbang artinya, setara. Saya jadi teringat ungkapan ilmuan Albert Einstein (ungkapan ini Cuma katanya; atau tepatnya ditularkan dari orang ke orang, dan untuk mempertegas saya buka pada web, mencari lebih lanjut tentang ungkapan ini): agama tanpa pengetahuan buta, dan pengetahuan tanpa agama buta. 

Artinya, orang yang beragama kalau sekedar beragama, maka sekedar menjalankan tanpa mengerti asal-usul dan mengapa, atau sebab mengapa harus beragama. Contoh terangnya, orang yang menjalankan agama tapi kurang paham dengan apa yang dijalankan, lebih-lebih menghakimi yang lain dengan apa yang dimilikinya. Kemudian, pengetahuan tanpa agama buta, maka yang buta adalah keinginan untuk mewujudkan sesuatu yang berkaitan dengan pengetahuan.

Lebih-lebih di era seperti sekarang ini, pengetahuan menjadi gerakan pengetahuan empiris-postitif, ukurannya tentang gejala yang menampak dan berkehendak untuk menambahkan daya-daya pengetahuan yang fakta, hal itu lebih terang kaitannya dengan sebutan sains. 

Lalu apa kaitannya itu semua dengan pengetahuan diri?

Jawab, bahwa pengetahuan diri itu penting, bahwa diri itu penting adanya pengetahuan, penting juga berkaitan dengan kenyataan. ringkasnya, dengan mengetahui hal itu: maka orang berusaha untuk seimbang terhadap apa-apa yang terjadi. Tidak begitu terberatkan pada satu sisi. Lebih-lebih begitu mengabaikan terhadap hal materi. Artinya, tetap saja membutuhkan kerja materi, namun harus mengetahuai tentang kebutuhan ruhani.

Lantas, bagiamana dengan keadaan orang-orang hari ini? (Sesungguhnya saya bertanya yang itu disasarkan kepada diriku sendiri)

Jawabnya, bahwa diriku kurang seimbang terhadap materi, malah seakan terkesan mengabaikan materi, seakan yang lebih diutamakan adalah ide. Lalai bahwasanya membutuhkan materi. Apakah itu terjadi pada diriku saja? Jawabku, tidak juga, banyak orang yang mengalami seperti itu. Malah kadang, lebih sibuk terhadap materi lalai pada esensi yang itu ada di dalam diri.



2017



Belum ada Komentar untuk " PENGETAHUAN DIRI"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel