Aku Tidak Memadamkan ‘Kemanusiaanmu’ Tapi Aku Mengoptimalkan Kemanusiaanmu

Haidar Buchori



Aku datang (atau telah ditakdirkan harus bertemu) denganmu, yang bertujuan untuk mengoptimalkan keakuanmu, karena sekarang memang zamannya keakuan. Keakuan semakin terang, namun jarang ada orang yang benar-benar mengakukan keakuannya.

Engkau telah melihat dengan jelas bagaimana orang-orang mengakukan keakuannya, yang memajang keindividuannya, atau bertingkah seakan-akan bebas tanpa adanya perawasan; media sosial, menjadi ajang kesosialan sekaligus memunculkan deras keakuannya.

Jika engkau bertanya, apa itu keakuan?

Jawabku: yakni, sering mengaku-akukan dirinya.

Iniloh aku.

Aku ini.

Ini milik aku (milikku)

Ini milik kamu (milikmu)

Kamu ini.

Inilah milik kamu, inilah milikku.

Namun zaman sekarang, yang paling mencorong adalah tentang keakuannya; dan ingatkah engkau tentang efek kuat dari keakuannya? Yakni perwujudan egois, pewujudan individualistis. Sekali pun dalam dunia yang sosialistis.

Dan itu berefek kepada semua, Fik. Berefek pada semua.

Jika engkau belum memahami apa yang kusampaikan, perlahan-lahanlah untuk memahami hal tersebut, karena saat engkau telah memahami dengan jelas, maka jelas terbuka tirai-tirai yang menutupi pemikiranmu; terbukalah tabir pengetahuan dan engkau akan mengakui bahwa semua ini adalah satu kesatuan yang utuh, yang telah dicetak dengan sempurna, menurut waktu yang telah ditetapkan; sekali pun begitu, engkau, dengan keberadaan akalmu, dengan keberadaan ‘nafsumu; dengan keberadaan ‘kehendakmu’ maka disitulah proses protes tentang apa-apa yang terjadi buatmu.

Sungguh, pada akhirnya, pencarianmu akan bertitik pada: terima. Menerima; dengan segala bekas-bekas pengetahuanmu. Dengan segala bekas-bekas perjalanan waktumu.

Tapi sekarang: aku datang kepadamu, mewujudkan keakuanmu sungguh:

Apa yang kau harapkan di dunia ini?

Apa usahmu untuk mendapatkan hal tersebut?

Seberapa mau engkau berusaha untuk menggapai apa yang engkau mau?

Apa yang kau tujukan dalam dunia ini?

Seberapa kuat engkau menunjukkan keakuanmu itu?

Maka jadilah engkau orang yang teguh, bukan yang plin-plan atau gonjang-ganjing terhadap jawabanmu sendiri. Jika engkau masih samar, maka begitulah dirimu, masih bertabir dan tentu samar. Kalau engkau telah jelas, maka begitulah dirimu, telah jelas dan akan memilih jelas: itulah yang dimaksud dengan teguh pendirian.

Dan sungguh! Aku datang kepadamu, tidak memadamkan sifat-kemanusiaanmu. Aku membebaskanmu sepenuhnya. Aku melepaskanmu sepenuhnya.

Tidak embel-embel agama dariku—sekali pun aku kental nuansa keagamaan.

Tidak ada embel-embel fikih dariku—sekali pun sering aku menyampaikan itu.

Engkau liar, silahkan—karena engkau pastinya akan dihukum sosial, sebab sosial mengingkan ‘ketidak-liaran’ sebab sosial telah yakin ada perbedaan antara manusia dan binatang.

Engkau, melanggar, silahkan—karena engkau pastinya akan di hukum oleh hukum-hukum yang telah tertetapkan, sebab sosial telah mempunyai hukum yang menjadi keperhukuman.

Jika engkau bertanya, bagaimana aku bebas dalam jerat yang mengikatku pada suatu tempat yang ternyata berlipat-lipat jeratan?

Jawabnya, di dunia selalu diuji, Fik. Selalu seperti itu: dunia adalah tentang kesedihan dan layaknya nenek-yang-peyot; jika engkau menyukainya, atau mencintainya, ingatlah pasti engkau akan mendapati kelukaan, kesedihan, dan itu adalah kewajaran.

Maka syarat menjadi manusia: terimalah rasa-rasa yang melanda. Maklumilah, memang begitulah kehendak-Nya. Yang pasti, aku tidak memadamkan keakuanmu, tapi aku membertanya tentang seberapa kokoh engkau mempertahankan keakuanmu? Atau bahkan, seberapa optimal engkau mengakukan keakuanmu?

Dan jawabannya, tentu, ada pada dirimu.

Sebab sebagaimana awal kita bertemu: kita sama-sama membicarakan keakuan, hingga pada akhirnya, akulah yang menjadi pemenang, karena aku lebih dulu ‘tiba’ di dunia dan lebih ‘tua’ dibanding dirimu: dan aku, menang pengalaman dirimu. Dan melaluimu, aku membaca ulang keakuanku. Begitulah:

Mari tanamkan dan sirami sekaligus meningkatkan keakuan kita masing-masing. Lalu kita akan bertemu, dalam aku yang lain, yang itu adalah milik-Nya. Yang itu diikat oleh keberadaan.

Demikian.

2017

Belum ada Komentar untuk " Aku Tidak Memadamkan ‘Kemanusiaanmu’ Tapi Aku Mengoptimalkan Kemanusiaanmu "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel