Siramilah Keakuanmu, Biarkan Dia Tumbuh Menjadi Keyakinan Buatmu



Siramilah keakuanmu, dengan air keimanan, Taufik. Biarkan dirimu tumbuh dalam arus dan gelombang keimanan yang bakal menjunjung keakuanmu semakin lesat dengan cara, tetaplah pertahankan jamaahmu, dengan tetap meniatkan diri karena Allah Ta’ala. Dimana pun engkau berada, disitulah senantiasa mendirikan keakuanmu dengan label Allah Ta’ala. Ketahuilah:

Setiap masjid adalah milik-Nya.

Setiap manusia yang datang ke masjid adalah karena-Nya.

Setiap siapa yang menginjakkan kaki-Nya ke masjid itu berlabelkan islam;

Entah itu kokoh atau lemah iman, itu bukan masalahmu, masalahmu adalah pada keakuanmu, oleh karenanya, dimana pun engkau berada, dan engkau melihat pohon-pohon keakuan, tetap ingatlah pohon-keakuanmu, tetap ingatlah tentang apa-apa yang dambakan:

Bukan orang-orang, Taufik, tapi orangkanlah keoranganmu.

Bukan mereka-mereka, Taufik, tapi kamu itu bagian dari mereka.

Jika mereka mengingkan tabiat-tabiat kemanusiaan, laksana ingin memimpin, ingin didengar, ingin berkuasa, ingin mengatur, ingin memerintah, ingin-ingin yang lain; maka, itu wajar. Tugasmu adalah meninggikan keakuanmu. Tugasmu adalah mengokohkan keakuanmu. Bukankah engkau telah mengetahui keakuanmu, dengan cara mengetahui asal-usulmu, siapa keluarga, siapa-siapa orang yang mempengaruhimu, apa-apa buku yang mempengaruhimu, kondisi seperti apa engkau berada, dimana engkau tinggal, dan apa-apa bekas sejarahmu: engkau telah tahu, dan bahkan engkau telah paham—walau sedikit. Walau belum sempurna.

Maka sempurnakanlah pengetahuan kekauanmu, yang bertujuan menunjukan kepada bola-mata hatimu bahwa begitulah dirimu. Begitulah kedirianmu. Begitulah keakuanmu.

Selain itu, sekali lagi, tetapkanlah perjamaahanmu dengan niatan lilahita’ala. Itulah sebaik-baiknya niat. Karena engkau telah megnetahui, bahwa Allahlah yang menguasai semesta raya. Allahlah yang merajai tiap-tiap jiwa. Allahlah yang telah mengatur kehidupan dengna rapinya. Begitulah Allah. janganlah lalaikan tentang pengetahuamu tentang-Nya, karena dengan mengingat-Nya hati tenang. 

Jika engkau bertanya, mengapa tentang? 

Karena semua adalah milik-Nya dan kita mau-tidak mau harus menerima apa-apa yang telah ditakdirkan oleh-Nya.

Namun sekarang, kembali kepada dirimu, kepada keakuanmu. Bahwa kehidupan itu tidak sepraktis apa-apa yang menjadi pikiranmu; dan keakuanmu tidak ‘sesimpel’ engkau mengatakan ‘iniloh keakuanku’. Tidak! Tidak! Tidak sesimpel begitu. Melainkan njelimet dan ribet. Mengapa begitu? karena keakuan itu membutuhkan teman: ingatlah di masa kanjeng Nabi Muhammad—saat orang-orang berduyun-duyun benar-benar mengaku iman, maka disitulah arus kebersamaan kuat dan rekat, dan yang merekatkan itu adalah ikatan ibadah, yakni permasjidan. Bukankah engkau telah mengetahui, bahwa kepertemanan di era Kanjeng Nabi itu semakin kokoh tatkala kanjeng Nabi hijrah ke Madinah? Yang kemudian, di sana pula di bentuklah ‘keislaman’ yakni rukun-rukun islam (Ingatlah pendengaranmu saat kiai itu bercermah pada acara Isra’ Mi’rajkan). Maka sejak saat itulah, islam semakin mencorong dan semakin menjadi. Islam semakin oye dan semakin jos. Sejak keberadaan shalat yang bergerak-gerik itu: begitulah ending dari iman taufik, harus membuktikan keimanannya secara realitas, iman tidak sekedar di dalam, namun luarnya juga: maka, semakin orang ‘kuat’ iman, maka semakin rajin untuk mewujudkan keimanan.

Tapi tetaplah ingat, siapa akumu! Siapa keluargamu! Di masa apa dirimu berada! Apa latar belakangmu! Siapa tentangga-tetanggamu! Dan yang lain-lain. Maksud saya: janganlah engkau begitu keterlaluan menyikapkan islam buat dirimu, sebabnya sebelum ini, siapa dirimu. 



Begitu ya…

Belum ada Komentar untuk " Siramilah Keakuanmu, Biarkan Dia Tumbuh Menjadi Keyakinan Buatmu"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel