PROSES PENGETAHUAN MENJADIKAN HIDUP DI LUAR REALISTIS-KEHIDUPAN



Engkau telah merasakan dan bahkan mengalami, Taufik, bahwasanya proses-pengetahuan, atau lembaga pendidikan atau keberadaan formalitas institusi pendidikan atau wadahnya pengetahuan; menjadikan manusia itu melampaui realitasnya. Sebab, banyak waktu luang untuk memikirkan yang itu bukan tentang kerealistisan hidup. 

Jika ditanyakan, apa itu realistis hidup?

Jawabnya, yakni setiap individu harus mengetahui bahwasanya kehidupan harus sesuai dengan undang-undang kehidupan; yakni mampu mencukupi jasmani. Begitulah umumnya tentang kehidupan. Jika dikaitkan dengan keyakinan atau sesuatu yang berkatan dengan keimanan atau kepercayaan yang menyeluruh atau sosial, maka itu berbeda; itu sudah pada jalur yang lain, yakni tentang sesuatu yang dipercayai. Apakah dalam hal ini, saya menganjurkan untuk tidak membertuhankan? Jawabnya, tidak. Saya tidak mengajurkan untuk tidak membertuhankan; tapi harusnya engkau mengetahui mengapa harus membertuhankan. Harus mengikatkan sesuatu atas nama tuhan. Jika engkau mengakui adanya tuhan dan mengikuti system ketuhanan; maka engkau harus benar-benar mengetahui apa yang engkau akui. Jika tidak, engkau harus mengikatkan diri kepada ‘pelaku’ yang berkesibukan tentang kegamaan. Pastilah engkau akan mendengar perkataannya:

Kehidupan itu penting dilandasai kebaikan dari dalam diri dan dunia adalah tampakan belaka, yang memiliki rumus-rumus demi rumus yang semakin akal menggunakan, maka engkau akan memahami, bahwa pada dasarnya kemauan yang sesungguhnya adalah menyelamatkan individu pada hamparan bumi. Menyelamatkan individu dari terkaan-terkaan nafsu kemanusiaan; menyelamatkan individu dari tabiat-tabiat kemanusiaan, yang tidak jauh dari mahluk-hidup layaknya binatang. Sayangnya, manusia itu dibekali akal; dan kalau lah orang itu semakin kencang menggunakan akalnya, maka ia akan berorientasi pada keadilan hidup bersama. Dan menentukan ‘hukum-hukum’ demi tujuan adil bersama berada di bumi. Maka di sana, harus adanya benar dan salah. Lalu saat berkesibukan kemanusiaan tersebut atau wara-wiri sibuknya manusia entah itu menetapkan atau memberi ketetapan hukum, di sisi yang lain, di sana juga muncullah penilaian tentang indah dan jelek, yakni tentang estetika. 

Sekali pun tujuan tersebut sangat baik, namun pada dasarnya, manusia dibekali nafsu. Nah dari nafu tersebut, manusia mampu melampaui kebinatangan, dan kita mengetahui banyak manusia yang menjelma seperti itu—di sadari atau tidak, manusia menjelma kebinatangan. Dan orang-orang menyatakan bahwa itu adalah salah. Sebab tawaran keagamaan adalah berorientasikan tentang keadilan bersama dengan lantaran adanya zat yang menguasai kesemestaan. 

Dan kembali lagi tentang proses pengetahuan yang menjadikan hidup melampaui realistis kehidupan;

Proses pendidikan seringkali memaksakan orang-orang untuk turut serta masuk dalam proses pendidikan, entah itu yang bodoh atau yang pandai. Yang lama kelamaan di zaman seperti sekarang ini, pendidikan adalah kewajiban yang dilaksanakan. Dan dijadikan keumuman, yang kuat dan terikat. 

Manusia-manusia yang tidak kencang menggunakan akalnya, atau tidak berkutat ketat dengan mengetahui tujuan utama dari pendidikan, seringkali sekedar masuk utnuk mengikuti syarat keumuman tersebut ; karena mau tidak mau, maka harus masuk. Itulah sebabnya, pendidikan menjadi proses yang menjenuhkan dan seakan adalah tentang tekanan keharusan mendapatkan pengetahuan. 

Maksud saya, seringkali peserta-didik terpaksa harus menjalani proses pengetahuan; dan seakan-akan dipaksa untuk mendengar. Sesungguhnya, ini adalah tugas guru, Taufik. Tugas guru yang baik, menyampaikan kepada muridnya, dan benar-benar mendidik. 

Sayangnya, keadaan zaman menuntut guru sebagai gelar dan tututan untuk menerima upah dari apa-apa yang dididik. Guru di zaman seperti sekarang ini, tidak layak untuk dikatakan: guru tanpa tanda jasa, karena tidak benar-benar mementingkan peserta didik. Jika pun ada, maka sangatlah jarang. Atau pun ada, maka berada di daerah pelosok, yang itu status sekolahnya adalah swasta. Sebab, swasta mampu membuat kurikulum atau tataran yang sempurna. 

Namun engkau jangan pesimis, Taufik. Sungguh, masih ada guru-guru yang benar-benar menjadi guru dan bukan mengharapkan upah atau nilai, tapi lebih mementingkan bagaimana peserta didik. Jika engkau jarang melihat itu: maka jadilah guru menurut apa yang engkau mau, Taufik?

Jadilah guru, yang menghancurkan proses-pengetahuan itu menjadi realistis-hidup.

Jadilah guru, yang mengisukan bahwa proses-pengetahuan itu harus sesuai realitas dan tidak muluk-muluk pada teori.

Jadilah individu, yang mengisukan bahwa proses-pengetahuan di zaman seperti sekarang ini, adalah sekedar kewajiban yang harus dijalani karena zaman menuntut untuk itu.

Jadilah individu, yang berbicara bahwa proses-pengetahuan seringkali guru tidak menempatkan keguruannya.

Jadilah individu, yang baik untuk kedirianmu sendiri, dan berjuang, bahwasanya proses-pengetahuan itu harusnya realistis untuk dirimu sendiri.

Jadilah individu yang realistis, Taufik.

Karena engkau melihat teman-temanmu dan lingkunganmu, berkesibukan akan pengetahuan yang itu sekedar tuntutan dan peserta-didik merasa tertekan dengan apa yang dikabarkan kepada mereka; maka terimalah dengan sabar dan ikhlas. Karena memang begitulah zamannya. Karena memang begitu keadaannya.

Sungguh engkau tidak mampu mengubahnya, itu berkaitan dengan system yang kuat taufi. Maka yang terpenting sekarang, engkau harus mengubah dirimu sendiri. Itulah kuncinya. Begitu ya…



2017

Belum ada Komentar untuk " PROSES PENGETAHUAN MENJADIKAN HIDUP DI LUAR REALISTIS-KEHIDUPAN"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel