Mengggugah Kesadaran Melalui Individu






Sadar menurut Kamus besar bahasa Indonesia, berserta makna lainnya, sa·dar [1] 1 a insaf; merasa; tahu dan mengerti: kita harus -- bahwa hidup ini penuh perjuangan; 2 v ingat kembali (dr pingsan dsb); siuman: orang yg pingsan tadi kini sudah --; 3 v bangun (dr tidur): tengah malam dia -- dr tidurnya krn bermimpi buruk;

Yang sebenarnya hendak saya tawarkan adalah sadar dalam artian yang pertama, yakni, insaf, merasa, tahu dan mengerti. Yang kemudian, menurut kamus besar bahasa Indonesia lagi, sadar itu sa·dar [2] Ar n 1 dada; bagian depan; 2 permulaan; pendahuluan. Dengan teks pelafatan, karena dari arab maka berhuruf: shod-dal dan ra. Yakni, umumnya adalah dada.

Ada kemungkinan bahwa sadar diadobsi dari bahasa arab—bahasa kitab—yang berarti dada. Karena kesadaran pada dasarnya, dimulai dari diri individu-individu. Namun saya akan menguraikan tentang menggugah kesadaran melalui personalitas, yang bahasa lainnya adalah menggugah kesadaran melalui individu atau diri sendiri.

Apakah ini semacam tips atau trik untuk mengguggah kesadaran?

Jawabku, bisa jadi. Namun pada dasarnya adalah upaya untuk menyadarkan sesuatu yang berasal dari personalitas.

Metode yang saya gunakan adalah megobservasi diri sendiri, atau bahasa yang sering digunakan adalah intropeksi diri sendiri, atau menilai diri sendiri, mengukur diri sendiri, muhasabah.

Dan tujuan saya adalah terutntuk kesadaran individu terhadap apa-apa yang terjadi kepada individu-individu, namun pada dasarnya, individu itu terpengaruhi dengan individu-individu yang lain, yakni jangkauan lingkungna, atau yang lebih luas, jangkauan zaman; perlajuan zaman.

Dengan gegap gempitanya, pelajuan zaman, maka kesan individu seakan-akan melalaikan tentang keindividuannya, yang mana adakalanya, individu lalai dengan tingkat keindividuannya. Disinilah saya hendak mengungkapkan itu.

Dan saya mulai:

Awalnya saya mencari tentang Kedirian saya, kemudian saya menemukan kedirian saya, bahwa saya adalah manusia yang telah ternama, telah diberi nama, telah mempunyai bentuk, telah mempunyai tanda-tanda yang itu adalah kesayaan saya. Telah mempunyai bekas-bekas sejarah, bekas perjalanan waktu; mempunyai kenangan. Bahasa lainnya, ini adalah tentang empiris kemanusiaan, dan daya ingat.

Ternyata, bahwa pencarian kesayaan bersangkut-paut dengan keluarga saya, lingkungan saya, tempat tinggal saya, dan tempat-tempat yang pernah saya tinggali, yang kemudian menjumpai tentang individu-individu yang lain; maka disitulah kesayaan saya terbaca. Bahwa aktifitas kesayaan saya pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan manusia yang lainnya, dengan individu yang lainnya, dan yang membedakan tentang pertemuan demi pertemuan, dan konsentrasi demi konsentrasi.

Hinggalah pada akhirnya, kehidupan saya tidak seperti manusia pada umumnya—ini tentu penilaian subjektif, yakni penilaian kedirian, atau perasaan diri menanggapi bahwa saya berbeda dengan yang lainnya, yang padahal tatkala saya mencari manusia yang seperti saya, pastilah bakal bertemu, hanya saja, waktu belum mengizinkan untuk itu—yang mana saya laksana tidak seperti itu bergairah mempertahankan kehidupan; kehidupan bagiku, awalnya, adalah suatu aliran yang penting sekedar dijalani, dengan segala apa-pun konsekuensi rasa-rasa yang ada, penting dijalani, dan segala protes atau apa-pun itu, perlawanan adalah manusiawi; namun kenyataannya, dalam benak saya, harapan senantiasa menjadikan saya teruntuk berbasik tentang kebaikan dan keunggulan yang baik, selain itu adalah sesuatu yang tidak-baik—artinya, saya telah menentukan bahwa hidup adalah pilihan dan saya memilih pada jalur baik. Tapi ternyata, kebaikan yang saya jalani mendapati kesukaran terhadap proses hidup, perjalanan saya sekedar perjalanan, yang lamat-lamat, ternyata, saya tidak mempunyai tujuan dalam perjalanan saya.

Bersama itu, maka saya bertemu dengan Ali Haidar, dialah yang mengetuk diriku mempertanyakan tujuan dari perjalanan hidup saya. Tentang tujuan hidup. Dan ternyata, akhirnya, setelah beberapa waktu berlalu, saya mendapati tentang tujuan hidup: yakni demi keakuanku.

Maka segala soal seakan adalah salahku.

Segala salah ada pada diriku.

Segala musibah karena keberadaan diriku.

Segala celaka disebabi oleh diriku.

Dan pikiran-pikiran itu melekat pada diriku, pikiran-pikiran itu menyusup pada diriku, yang lamat-lamat, saya mulai menginjak pada individu-yang-lain, manusia-manusia yang lain, dan kudapati, ternyata pada umumnya juga begitu, tapi tidak mengakui bahwa mereka begitu: ada salah juga pada diri mereka.

Adalah celaka juga yang disebab oleh mereka.

Ada musibah juga karena mereka.

Dan pikiran saya, masih mengutuk atau mengejek penuh kepada diriku, pada kesayaanku, tapi pikiran mulai bercabang bahwa tidak hanya diriku, tapi aku-aku yang lain juga begitu. hingga kemudian, kesalahan saya limpahkan kepada yang lain.

Rangkaian salah saya curahkan juga pada yang lain.

Rangkaian celaka saya libatkan kepada yang lain.

Namun ternyata—dan ini banyak kenyataannya, karena memang begitu, bagiku, begitulah kenyataannya—melibatkan atau menyalahkan yang lain, bagiku, itu juga agak payah, karena pada dasarnya dalam kehidupan itu adalah tanggung jawab individu.

Tentang keindividuan yang berada dalam litas sosial.

Tentang sosial yang itu merujuk pada individu.

Bersamaan dengan itu, saya, sekarang, berusaha mengosentrasikan pada kesayaan saya, dan berjuang untuk mempertahakan kesayaan saya, tanpa harus mencela atau menyalahkan tentang sosial, bila pun sosial menyudutkan dan menyalahkan saya: dengan gampang, kukatakan: apakah engkau tidak turut menyumbangkan kesalahan demi kesalahan?

Apakah engkau tidak turut urunan celaka pada lintas sosial?

Sungguh, saat engkau menjalin kemanusiaan denganku, disaat itu pun, kita telah disebut dengan mahluk yang sosial. Sekali pun itu orang dua. Sekali pun kita telah berdua. Untuk itu, mari bersama-sama mengoreksi diri, dan mengakui salah-salah dalam diri, lalu bersama-sama kita memperbaiki, tidak mencari salah-salah lagi, tapi mencari sesuatu cara untuk lebih baik lagi.

Bagiku, begitulah kehidupan: mengguggah kesadaran melalui individu. Dan itulah yang sekarang saya jalani.

2017

Belum ada Komentar untuk "Mengggugah Kesadaran Melalui Individu"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel