Prinsip Islam di era Modern, sebuah kajian di desa Wargomulyo Tinjauan sosiologis-filosofis
Senin, 29 Mei 2017
Tambah Komentar
Desa wargomulyo, termasuk desa yang terkena arus islami yang agak deras dan kencang, karena sejak awal keberadaan desa, telah dimasuki oleh para mistik dari islam—yang dimaksud dengan mistik adalah basic orientasi tidak begitu mempertimbangkan tentang hal-hal materi atau wujud-wujud materi, melainkan orientasi hati, yang kemudian diwujudkan melalui jalan tariqah—yang kemudian, saat desa semakin makmur (bersamaan dengan era-era yang makmur, di tambah dengan pengetahuan yang semakin menggoblal serta lintas nasional) maka orang-orang semakin gencar terhadap keimuan-objektif (umum) dan islam pun masih dipakai untuk landasan moral atau prinsip, yang kemudian bersamaan dengan itu, para pengkaji islam, mengirimkan putera-puterinya untuk mengaji di jawa (Sebagaimana kita ketahui; bahwa jawa adalah pusatnya pengetahuan islam yang ada di Indonesia, entah itu secara mistik atau pun secara objektif yang ada di nusantara; sekali pun sebenarnya di belahan Sumatera pun ada, namun basic dari kemanusiaannya adalah selalu condong untuk belajar kepada yang sama kulturnya, yang sama budayanya), terlebih lagi, karena orang-orang Desa Wargomulyo bersumber dari jawa. Bahasa lainnya, adalah turut transmigrasi di era colonial.
Dan sekarang, di tahun 2017, keberadaan agama islam, masih menjadi basic yang kuat di Wargomulyo, hal itu terbaca lewat acara-acara yang sarat dengan nilai islami. Acara-acara yang sarat dengan pengajian-pengajian islam. seperti pengajian ibu-ibu, bapak-bapak, acara masjid, dan acara penikahan, acara hari besar islam, dan acara-acara tentang kemasjidan (atau tempat peribadahan: mushola maupun langgar) dan tempat-tempat pengajian.
Itulah gambaran umum keislaman yang ada di desa wargomulyo, yang kalau diperhatikan secara jeli lagi seksama, maka sangat diikat dengan acara-acara keislaman yang agak kental dan sarat keislaman; jika suatu fakta, masih ada pelanggaran-pelanggaran terhadap keagamaan, jawabku, wajar. Jika masih ada ketidak-fokusan terhadap keilmuan islam, jawabku wajar.
Karena zaman, mengajak untuk menyublim atau membaur dengan pengetahuan-pengetahuan lain; artinya, pengetahuan tidak difokuskan pada pengetahuan islam, melainkan ditepuk dengan pengetahuan nasional (umum; skala nasional, skala umum), oleh karenanya, prinsip-prinsip yang tertanam dalam basic kemasyarakatan, bercampur baur. Namun pada dasarnya, masih memegang prinsip yang sama; yakni prinsip islam.
Masalahnya:
Bagaimana menegaskan bahwa kita berprinsip islam sementara orang-orang telah berprinsip islam?
Solusi Masalah
Solusi utama dari masalah yang ada adalah berpengetahuan tentang keislaman, tentang prinsip islam; karena mereka telah mengetahui tentang islam, maka pentingnya penyampaian tentang prinsip islam. dengan cara, menyampaikan kembali bahwa kita berprinsip islam.
Kita telah berprinsip islam, yakni berkeimanan bahwa kita beriman kepada Allah. memang suatu realitas, telah dinyatakan bahwa kita berkeyakinan tentang Allah. Tapi benarkah kita benar-benar beriman kepada Allah? benarkah kita benar-benar percaya kepada Allah?
Jika sekedar perkataan lewat kata-kata, maka begitu mudah diucap bahwa kita beriman kepada Allah.
Jika sekedar perkataan lewat diksi kata-kata, maka dengan mudah orang-orang beriman kepada Allah.
Tapi sudahkah orang-orang mengetahui secara penuh bahwa mereka mengetahui tentang Alalh? Jika dijawab, bahwa orang-orang telah mengetahui tentang sifat-sifat Allah: pertanyaan ulangnya, apakah mereka benar-benar menerapkan dalam pikiranya bahwa begitulah sifat-sifat Allah?
Jika mereka benar-benar meneguhkan tentang keimanan, maka mereka akan mengerti bahwa kita barada dalam gelombang yang sama dan serupa, bahwa kehidupan adalah tumpangan belaka, karena kesungguhan hidup adalah kelak, yakni hari akhir. Tapi fakta, menyatakan bahwa orang-orang telah beriman dan mengimani tentang hari akhir, namun ternyata, eksistensi atau perwujudan yang terjadi, orang-orang laksana menolak bahwa mereka tidak percaya hari akhir.
Hingga kemudian, tawaran ini, disampaikan oleh para penggede kampung, para penyampai keagmaan yang ada di desa wargomulyo; untuk mengingat ulang tentang keimanan kepada Allah Khususnya, yang kemudian pastilah bakal membutuhkan iman-iman yang lain; karena islam itu satu paket keimanan.
Jika si empunya pengetahuan tidak menyampaikan keagamaan secara penuh; maka yang kemudian terjadi atau efek-efek yang terjadi, orang-orang kabur terhadap apa yang disebut dengan keislaman. Maksud si empu adalah sebagai alat cermin terhadap keislaman. Maka kemudian yang terjadi, bahwa ulama adalah pewaris para nabi. Nabi seperti apa yang dituruti, yakni Kanjeng Nabi Muhammad, yang menerima dunia tanpa harus menolak keberadaan dunia. Yang bekerja dan menjalin cinta kepada manusia yang lainnya.
Sebab, jangan-jangan masalah yang terjadi di desa wargomulyo, tentang orang-orang yang berpengetahuan agama, tidak sepenuhnya menjalankan apa-apa yang diketahuinya; tidak memegang erat apa-apa yang dipercayainya. Keimanaan baginya, seakan sekedar sesuatu yang mengarat di dalam diri dan tidak ada efek dari dunia luar.
Padahal, bagiku, keimanan itu pastilah akan berefek pada dunia luar. Begitulah asal-usul kebudayaan tercipta; tercipta karena sesuatu yang ‘bergejolak’ dari dalam; sementara islam itu, saat keimanan menguat dan meningkat, maka bakal bergeser kepada penampakan. Yang itu tentang keislaman. Yang itu tentang penampakan keimanan.
Akhir kata, solusi terbaik dengan maslaah yang mencorong, dibutuhkan ‘pengingatan’ ulang tentang keimanan yang telah menyinggah dalam diri manusia. Pengingatan sekaligus membelajari serta meyakini dan menjalankan keyakinannya; hal ini sangat-sangat subjektif. Jika subjektif telah didayakan, maka pastilah membutuhkan ‘subjektif-subjektif’ yang lain, guna mengokohkan keimanannya. Dari kebutuhan subjektif yang lain inilah; hingga kemudian menjadi satu kesatuan dalam naungan keimanan, yang selanjutnya melihat secara luas bahwa hidup adalah tanggung jawab individu, tanggung jawab personalitas, dan kehidupan pun masih tetap berjalan normal layaknya biasa, namun yang terjadi bagi diri merdeka adalah behwa mereka semakin mengerti tentang kedudukan dan tugasnya; yakni tentang keimanannya, dan hal-hal eksitensi adalah upaya ntuk bertahan dalam lingkungan yang memang begitulah kelingkungannya.
2017
Belum ada Komentar untuk "Prinsip Islam di era Modern, sebuah kajian di desa Wargomulyo Tinjauan sosiologis-filosofis"
Posting Komentar