APA KABAR CINTAKU?
Selasa, 18 Juli 2017
Tambah Komentar
Hai cintaku, apa kabarmu? Maksudnya kabar pemikiranmu, apakah engkau merasa tambah baik, atau semakin buruk, atau seringkali engkau merasa cemas dengan gejala hidup ini, karena aku masih juga belum menghampirimu dan mengatakan dengan sungguh, 'Tenanglah. aku menemanimu.'
Atau, apa kabarmu? Kabar keadaan-tubuhmu, apakah engkau dibelai seperti keadaanku; merasa capek tapi tidak capek, merasa lelah tapi tidak lelah,
saat tidur tapi kurang lega dan puas; saat bekerja tapi kurang semangat, karena ada sesuatu yang kurang, atau ada sesuatu yang itu tidak pas bagi akal dan hati; tepat seperti, keadaan orang yang belum benar-benar menerima hidup yang nyata, dan berkata, 'apa pun yang terjadi! terimalah apa yang telah terjadi.'
atau, apa kabarmu? kabar kedirianmu; masihkah engkau dibayangi resah dengan gejala-hidup, atau tentang keimananmu yang semakin kokoh dan terang, lalu engkau semakin bersemangat untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya, atau hatimu telah tenang menerima dunia yang telah begini adanya. Sementara aku, kedirianku, sebenarnya telah menancap dan terang; sayang, tidak setancap dan seterang itu untuk mengungkapkan. sisi kemanusiaanku, atau tabiat nafsu masih menggrogoti kedirianku. kehendak kemanusiaanku, masih membayangi gerak-gerikku. sisi emosiku, masih menyalak pada hatiku. dan aku belum benar-benar baik dengan keadaanku--demikianlah proses waktu, yang menjadikanku rindu ingin bertemu, kepadamu, dan menjalani tentang seluk beluk lika-liku hidup lalu kukatakan:
"Harusnya kalau kita telah tahu tentang teka0teki hidup, bukankah hidup adalah mudah, bahwa segala status adalah memang distatuskan. bukan untuk ditakuti atau pun disesali, tapi untuk dijalani dan menerima dengan apa yang terjadi.;
atau, apa kabarmu? maksudnya, kabar keislamanmu, atau praktek keislamanmu, selepas acara besar-besaran umat islam kemarin; apakah tubuhmu terkejut karena hari ini tidak menjalni puasa serentak, atau engkau sedih karena bergantinya bulan menjelma bulan yang baru dan itu acara sudah kembali seperti biasa. dan bagaimana perkembangan islammu, bagi dirimu? apakah semakin 'meningkat' taraf keislamanmu, untuk lebih tunduk kepada-Nya, untuk lebih mengislamkan kedirianmu, serta membenahi laku kehidupanmu serta kesopananmu. atau, malah membuatmu sedih dan klentruk untuk ibadah karena orang-orang mulai tidak gemar ibadah; karena kadang, apa yang kusampaikan kepadamu, sesungguhnya apa-apa yang kualami kepadaku. ini memang subjektif, dan ini penilainku, bahwa kabarku:
keislamanku semakin lemah dan aku lebih meningkatkan untuk hal-hal percaya, laksana era kanjeng nabi awal, yang mana orang-orang ditekankan kepada iman, lalu saat iman kokoh, maka diberdirikan untuk keislaman atau yang berkaitan dengan ibadahn dan praktekk solat. Aapakah berarti status keislamaku kali ini, melemah dan aku anggap lemah statusku? jawabnya, lemah bukan berarti aku tak berdaya, bukan berarti aku serta merta klentrak-klentruk atas nama keislamanku, tidak. Malah aku semakin giat untuk mencari tentang keislamanku. namun, dengan modal kemarin, harusnya, aku lebih cerlang untuk hal keislaman dan menimbali apa-apa yang kurang pada diriku pada sisi keislamannya. Dengan cara, mendata ulang tentang pengetahuan islamku yang itu telah kupraktekkan, maksudnya, praktek yang berdalil. Ah terkadang membicarakan itu teramat ribet dan jlimet, dan untuk memudahkannya maka: kabar keislamanku, baik. malah tambah baik. hanya saja, secara realitasku, kurang baik, karena realitas tidak semulus ide. realitas tidak secerlang dan segamblang teori-teori. namun, aku berdaya untuk menyisentiskan di antara kedunya; apakah hal itu terlalu berat? jawabku, mengapa kita lalai bahwa setiap kita penting terus menerus belajar?
ah kadang kebanyakan kata, tentang teori, sering mengaburkan tentang hidup yang tidak seribet kata-kata, cintaku.
lalu, apa kabar realitasmu, cintaku? maksudnya, tentang kenyataanmu, tentang kemempertahankan hidupmu, bagaimana kabarnya? bagaimana kabarnya? dan aku hanya ingin berkata kepadaku, 'bahwa kabarku kurang baik, cintaku. diriku, yang sarat idealis, masih belajar hidup yang realistis, ilmu yang praktis, dan ternyata, dunia di zaman sekarang, atau realitas di zaman sekarang, banyak orang yang mendambakan kerja santai lalu dapat uang banyak, lalu bersenang-senang. banyak orang yang mulai engggan bertani atau bercocok tanam, padahal kekayaan kita kekayaan alam. banyak orang yang mulai orientasi kerja adalah niali materi. dan aku, sebagaimana telah engkau ketahui, bahwa kenyataanku buruk, tapi aku berdaya diri untuk cukup dalam arti, setidaknya aku standar dengan yang lainnya, dan ukuran standar bagiku, adalah kalau aku menjelma seorang yang giat, bukan bermalas-malasan; dan ide adalah sarat ide, dan sering dicap malesan. dan kepadamu, doakanlah aku; 'jangan jadikan dia orang yang pemalas, dan jika pun rajin, tetap tangguhkan pada hatinya untuk senantiasa ingat kepada tuhannya, sebab hidup tanpa bekerja adalah penerima minta dan itu sangat disayangkan padahal tubuhnya mampu mencukupi untuk kebutuhan dirinya..' sekali pun begitu, bagiku, dunia realitas sekarang, adalah sampiran, maka kepadamu, kuteguhkanlah bahwa, dunia realitas bagiku adalah sampiran, yang kita adalah sekedar mampir belaka, diduseli dengan perasaan-perasaan yang menghampiri kemanusiaan kita.
Ah kadang realitas teramat ribet bila diteorikan, bukankah realitas bagiku pun sebenarnya teramat ringkas dan sementara, cintaku. Lebih-lebih, realitas tidak seribet kata-kata.
Namun, apa kabar, cintaku? Bagaimana kabarmu dengan sungguh? Karena jarak menjadikanku bertanya, tentang perkabaranmu, tentang keadaanmu; bukan berarti aku sungguh merindukanmu, namun saya berterima kasih karena jarak menjadikan kita--ah aku-- rindu kepadamu; walau pun sebenarnya, diksi yang tepat untukmu, karena aku membutuhkanmu; itulah inti dari suratku.
Jika ada yang bertanya kepadamu, ini apa dari suratku.
Jawablah, dia mempertanyakan kabarku, dengan mengabarkan kabarnya. begitulah inti suratnya.
Belum ada Komentar untuk " APA KABAR CINTAKU? "
Posting Komentar