MENYERATAN NALURI






na·lu·ri n 1 dorongan hati atau nafsu yg dibawa sejak lahir; pembawaan alami yg tidak disadari mendorong untuk berbuat sesuatu; insting; 2 Psi perbuatan atau reaksi yg sangat majemuk dan tidak dipelajari yg dipakai untuk mempertahankan hidup, terdapat pd semua jenis makhluk hidup; 3 Bio serangkaian kegiatan refleks terkoordinasi, masing-masing terjadi apabila yg sebelumnya telah diselesaikan; reaksi yg tidak bergantung pd pengalaman


Saya hidup laksana dimotovasi atau didorong oleh naluri, itulah yang menjadikan saya datang kepadamu, datang karena naluri, kalau dalam KBBI maka ada kata kunci-kunci untuk menjelaskan naluri itu: nafsu, reaksi, reflek: itulah yang terjadi.

Namun, kedatangan saya karena rindu; dalam kamus, rindu itu adalah suatu kejadian yang terjadi karena pernahnya ada pertemuan. Itulah yang terjadi padaku.

Diserang atau dijerat dengan ‘diksi’ tersebut; rindu. Apakah itu bagiku mudah? Sebenarnya tidak. Sangat payah. Saya harus menrindukan orang, yang belum tentu, orang itu merindukanku; faktanya, tubuhku harus dipontang-pantingkan untuk mendtangi sesuatu yang kurindu. Itulah yang terjadi kepadaku.

Apakah saya mudah menjalani hal seperti ini? tidak. Saya tidak mudah. Namun, dibanding saya seperti itu, yang tidak mempunyai tujuan, maka mempunyai mempunyai ‘rasa’ rindu itu lebih baik, karena saya mempunyai tujuan.

Backgrone awalku, laksana hidup seperti pepatah, hidup mengalir laksana air. Sebatas itu, tidak ada tambahan, harus mengalir ke laut atau kesamudera, atau pada letak sungai atau comberan saya itu mengalir. Artinya, saya mengalir mengikuti gerak-gerik waktu. mengikuti gerak-gerik apa yang ditunjukan kepadaku. Mengikuti apa-apa yang terjadi padaku.

Yang selanjutnya, saya mempunyai rindu yang awal, yakni kepada guruku. Yang kemudian, berjalannya, waktu, hidupku mempunyai tujuan’; yakni menuju kepada guruku. Karena jarak tercipta, maka rindu itu semakin menjadi, yang kemudian, bersamaan dengan waktu, rindu demi rindu bermunculan. Rindu-rindu itu bergenyangan dalam diriku. Hasilnya, kehidupanku sarat dengan nilai-nilai ‘fantasi’ sebab, rindu bukanlah suatu kenyataan yang real, melainkan ‘ide’ di dalam diri.

Yang real, atau keanyaantaan, saat rindu itu pudar, maka itulah yang nyata. bahasa lainnya, rindu adalah teori tentang kedirian yang berharap untuk bertemu, dan mendaya diri untuk bertemu. Dan dalam pertemuan itu, di sebut dengan cinta. Dan saya hidup lebih lama dalam dunia rindu dibanding cinta; hasilnya, hidup secara kenyataan, berkurang, karena saya lebih lama pada sisi ide. Itulah yang terjadi padaku, yang menjadikanku harus menemuimu.

Karena kerinduan tersebut, aku mendatangimu. Rindu karena ada sesuatu yang sesuai antara diriku dengan dirimu. Karena aku melihat, ada bagian diriku pada dirimu, yang itu penting dikomunikasikan, maka jadilah rindu.

Jika dipertanya lebih lanjut, apa yang ada di dirimu dan itu ada pada diriku?

Jawabku, pemikiranmu.

Itulah yang paling utama, yang menjadikanku menyatakan bahwa aku merindukanmu.

Jika dikatakan, Lho, rindu kok sekedar tentang pikiran. Rindu kok tentang pikiran.

Jawabku, memang benar. Yang kurindu adalah tentang pikiran. Tapi rindu itu butuh kenyataan; itulah yang menjadikanku bertanya, mengapa harus diwujudkan. Bukankah ini tentang pemikiran? Harusnya, sibuk juga dengan pikiran. Faktanya, diriku membutuhkan sesuatu yang nyata; karena kalau rindu itu sekedar kerinduan, maka itu sekedar tentang ide, bukan tentang kenyataan. Sebab, saya teringat, bahwa hidup bukan sekedar kata-kata, tapi hidup membutuhkan kata-kata. terjemahannya, hidup bukan sekedar tentang ide tapi hidup pun harus beride. Hidup bukan sekedar tentang ide, tapi hidup itu realitas.

Kemudian, bersamaan dengan itu, maka pembicaraanku kepadamu, sejauh ini, adalah tentang diriku yang itu merindukanmu. Tentang ide-ide yang itu berada dalam diriku, dan engkau menjadi sasaran tentang apa yang kurindu.

Yang sebenarnya, saya pun tidak mencari, harus merindukanmu. Namun sayang, saya harus diserang dengan perasaan itu; dan sungguh, saya sendiri tidak gampang merasakan apa yang kurasakan ini. karena tuntutannya, harus bertemu. Harus bertemu. Harus bertemu.

Semakin aku menahan untuk tidak bertemu, maka dirikulah yang menjadi terpayahkan karena terngiang oleh dirimu, sehingganya, pemikiranku, sarat dan kental nuansa bayanganmu, dan itu sangat menganggu tentang gerak-gerik pemikiranku. Sangat mengganggu tentang kenyamanan diriku. Itulah sebabnya, aku harus menjalin terus kepadamu. Begitu jugalah alasanku dengang guruku; yang sampai sekarang, harus membuat ikatan. Dan aku, tidak perduli, apakah dia mengakui ikatan atau tidak, karena aku memperdulikan diriku yang terikat denganya. Begitu juga denganku, kepadamu.

Jika ditanyakan, apakah itu salah?

Jawabku, saya pikir itu salah, karena itu dorongan nafsu.

Jika ditanyakan, bagaimana kalau ditahan?

Jawabku, saya berpikir, saya telah mendaya diri untuk bertahan, tapi sejauh ini, saya masih kewalahan. Saya merasa kewalahan. Karena itu, kehidupan saya, atau proses kehidupan saya, seringkali menggunakan naluri.

2017

Belum ada Komentar untuk "MENYERATAN NALURI"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel