FOKUS MENYOROT TENTANG AKAL DAN HATI


Karya Prof. Ahmad Tafsir, terfokus atau beliau memfokuskan diri untuk melihat filsafat umum yang itu tentang akal dan hati; yang hendak dituju, dari buku ini, seperti yang diungkap pada kata pengantar:

“Manusia ideal ialah manusia yang utuh, yaitu manusia yang menggunakan indera, akal, dan hatinya secara seimbang, manusia yang jalan hidupnya ditentukan oleh pertimbangan indera, akal dan hatinya secara seimbang, sekaligus, dan menyeluruh.” Hal-6.

Seringkas kata, keseimbangan antara akal dan hati. Itulah yang hendak disasarkan dari buku ini. sehingganya, beliau melanjutkan:

“Indera, akal, dan hati tidaklah terdapat persengketaan; mereka masing-masing mempunyai daerah, paradigma, metode, ukuran sendiri-sendiri; mereka saling melengkapi.” Hal-6

Yang kemudian, beliau melanjutkan pada bab 2, tentang akal dan hati:

“Keadaan dunia yang begini ini ada yang mewarnai. Kekuatan yang mewarnai itu, yang pertama ialah agama, yang kedua ialah filsafat. Orang yang mewarnai dunia juga hanya dua, nabi dan ulama, dan filosof.” Hal-7

Urian disana, menandakan tentang upaya kefokusan beliau tentang akal dan hati, yang itu dilanjutkan pada bab 3. Dituliskan:

“Pelaku filsafat adalah akal, dan ‘musuh’(atau patner)nya adalah hati, rasa. Pertentangan atau kerjasama antara akal dan hati itulah pada dasarnya isi sejerah filsafat. Memang pusat kendali kehidupan manusia terletak di tiga tempat, yaitu, indera, akal, dan hati. Namun, akal dan hati itulah yang paling menentukan.

Di dalam sejarah filsafat kelihatan akal pernah menang, pernah kalah; hati pernah Berjaya, juga pernah kalah; pernah juga kedua-duanya sama-sama menang. Di antara keduanya, dalam sejarah, telah terjadi pergumulan berebut dominasi dalam mengendalikan kehidupan manusia.

Yang dimaksud dengan akal di sini ialah akal lgis yang bertempat di kepala, sedangkan hati ialah rasa yang kira-kira bertempat di dalam dada. Akal itulah yang menghasilkan pengetahuan logis yang disebut filsafat, sedangkan hati pada dasarnya menghasilkan pengetahuan supralogis yang disebut pengetahuan mistik; iman termasuk di sini.

Rivavilitas antara kedua-duanya telah terjadi di dalam sejarah peradaban. Titik-titik merekah yang di situ telah terjadi pertarungan hebat antara kedua-duanya mula-mla terjadi antara sofisme dan Socrates, yang keduanya antara credo ut intelegam-nya Abad Pertengahan dan Descartes, dan yagn ketiga antara sofisme modern di satu pihak dan Kant di pihak lain. Pada zaman yunani kuono, secara pukul rata akal menang. Pada zaman scolastik abad pertengahan kemenangan pada hati (iman), yang dihentikan oleh Descartes. Sejak Descartes, iman kalah dan akal yang menang. Setlah itu ada lagi orang yang mengerem akal, yaitu kant. Hasilnya; kant mememankgkan kedua-duauanya. Hasil yagn diperoleh dalam pertarungan itu kirai-kira begini: Socrates menenguhkan kembali sains dan agama, Kant juga demikian. Jadi, kalau begitu, pertarungan, antara akal dan hati itu adalah pertarungan antara filsafat (rasio) dan agama (iman). Ya begitulah kira-kira.” Hal-47

Selanjutnya, untuk memperteguh atau meluruskan pembacaan, atau mensistemkan pembacaan, maka mbelandang ke bab 5, di sana dikatakan:

“Pada abad pertengahan, hegemoni antara akal dan iman benar-benar tidak seimbang. Pada abad itu akal kalah total dan iman menang mutlak. Abad ini telah mempertontonkan kelambanan kemajuan manusia, padahal tadinya manusia itu sudah membuktikan bahwa ia sanggup maju dengan cepat. Abad ini juga telah dipenuhi lembaran hitam berupa pemusnahaan orang-orang yang berpikir kreatif, karena pemikirannya berlawanan atau berbeda dengan pikiran tokoh gereja. Abad ini tidak saja lamban, lebih dari itu, secara pukul rata filsafat mundur pada abad ini: jangankan menambah, menjaga warisan sebelumnya pun abad ini tidak mampu.

Untunglah pada abad-abada ini di bagian dunia lain, yaitu di dunia islam, filsafat berkembang pesat. Pemikiran bukan saja tidak diganggu oleh islam, lebih dari itu manusia didorong untuk berpikir, untuk maju, tidak puas dengan apa yang telah ada.

Banyak orang yang jengkel melihat dominasi geraja. Mereka ingin segera mengakhiri dominasi itu. akan tetapi, mereka khawatir mengalami nasib yang sama dengan kawan-kawannya yang telah dikirim ke akhirat. Sekali pun demikian, ada juga pemberani, yang sanggup melawan arus deras itu. Orang itu adalah Rene Descartes.” Hal-117

Maka sudah semestinya, di dalam benak kita, harus terpeta dengan jelas, zaman ini: yakni zaman kuno, dan abad pertengahan, kemudian kepermulaian zaman modern. Keperpetaan yang ada di dalam kepala kita, itu penting, terlebih lagi, kata kunci: akal dan hati—ini bertujuan supaya meluruskan konsep-pembacaan terhadap teks filsafat yang dasar.

Sebab, seringkali pembawa pemula, terburu atau tergesa-gesa ingin ‘memahami’ filsafat secara ringkas dan praktis, padahal, penting diketahui: mengkaji filsafat itu, mengkaji atau membaca kronologi waktu yang panjang. Dari sebelum masehi, sampai sekarang: 2017 masehi. sementara islam, hadir pun, tokohnya, Kanjeng Nabi Muhammad, 600 an masehi, dan Negara Indonesia, merdeka pun, pada tahun 1945 masehi. maksudnya, saya, penting diingat: durasi atau kronologi waktu, yang kita kaji, filsafat, itu durasi waktu yang lama: yakni sebelum maseh sampai 2017 masehian.

Yang kemudian, untuk lebih memfokuskan pada pembacaan; mbelandang lagi, pada bab 8, di sana dikatakan:

“Filsafat pada masa yunani kuno didominasi leh Rasionalisme, abad pertengahan didomninasi agama Kristen, dan filsafat modern didominasi lagi oleh rasinonalisme. Ketika itu, memang sudah ada muncul jenis filsafat baru, sehingga masa keempat itu sering disebut sebagai filsafat kontemporer… 

Filsafat ini memiliki cirri khas yaitu mengkritik filsafat modern.” Hal-257

Maksudnya mengkritik rasionalisme filsafat modern. Dikatakan:

“Kritik filsafat pascamodern terhadap filsafat modern terungkap dalam istilah dekontruksi seperti yang digunakan oleh para tokoh filsafat pascamodern. Apa yang didekontruksi oleh filsafat pascamodern? Filsafat modern itu adalah rasionalisme. Yang didekontruksi tentu saja rasionalisme yang digunakan untuk membangun seluruh isi kebudayaan dunia barat.” Hal-257

Selanjutnya dikatakan:

“Mengapa filsafat rasionalisme perlu didekontruksi? Karena ia merupakan filsafat yang keliru dan juga kekeliruan cara menggunakannya. Gara-gara rasionalisme dan kekeliruan dalam menggunakan rasionalisme itulah budaya barat hancur.” Hal-258

Jika dikatakan, apa yang membuatnya keliru dan salah menggunakan. Jawabnya, dikatakan:

“Bila hubungan antara hati dan akal manusia telah diputuskan maka manusia akan memperoleh kenyataan bahwa pertnyaan tentang rumusan hidup ideal tidak pernah akan terjawab. Memilih sains dan technology sebagai satu-satunya gantungan hidup, atau meletakkan kehidupan, berarti kita telah menyerahkan kehidupan manusia kepada alat yang dibuatnya sendiri.” Hal-258

Namun, kepentingan yang sebenarnya dipentingkan adalah tangkapan bahwa buku ini adalah buku pengantar filsafat umum; maka menurut saya, penting ditancapkan tentang keumuman filsafat. Karena bersifat masih umum. Namun ternyata, sekali pun ini buku umum; di dalamnya terdapat tawaran-tawaran tokoh, pemikiran tokoh dan juga tanggapan pribadi dari penulis (Prof. Ahmad Tafsir); yang kadang, buat para pembaca filsafat pemula. Merasa terdesak-desak teks dan gagasan; alasannya, belum terbiasa.

Selain itu, pendayaan mata (penglihatan) pembaca pemula, berserta akalnya, belum mampu benar untuk menangkap apa-apa yang hendak ditangkap; ringkasnya, sebenarnya mengerti, tapi ternyata tidak mengerti apa yang dibaca: mengapa karena kebanyakan data? Saran saya, tangkap garis besar kronology waktu filsafat tersebut. tanamkan pada pemikiran atau akal. Lalu, setelah siap; barulah dimasukkan tentang tokoh demi tokoh dan pemikiran demi pemikiran. Dan penting diketahui, bahwa buku ini bersifat: Yang Mengantarkan. Pengantar filsafat umum. Maka, menurut saya: isi-isi tentang tokoh, pemikiran tokoh, dan yang lain-lain, masih sekedar pengantar dan itu tidak begitu penting; yang tugasnya sebagai pengantar. 

Artinya, buku ini, bakal terus menerus dibuka dan dibuka—itu pun kalau mau terus menerus membuka—untuk mengantarkan ke sesuatu yang hendak ditujukan. 

Setidaknya, dengan mengetahui ‘fokus’ yang hendak ditujukan penulis, kita akan mengerti dan berkata: “Oh begitu ya, yang hendak ditujukan penulis. Filsafat Umum: Focus akal dan hati.”



Demikian.

Belum ada Komentar untuk " FOKUS MENYOROT TENTANG AKAL DAN HATI"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel