TENTANG PEMIKIRAN, YAKNI PEMIKIRANMU




Tentang pemikiran, yakni pemikiranmu. Ini diksi yang biasa dan sederhana, namun tidak semua orang memahami diksi ini dengan baik dan cerlang, banyak yang sedekar mengatakan tapi tidak mengetahui apa yang dikatakan; sering diungkapkan namun jarang dipahami dengan kesungguhan, bahkan tatkala mendengarkan, sering digunakan pada diri yang salah. Karena dilalah juga, si penyampai menyampaikan itu terkesan umum, seakan-akan telah membatasi kebenaran, atau seakan enggan diberitahu tatkala pemikirannya salah. Padahal, setiap kita adalah pemikir. Sekali pun dangkal atua dalam, tetap, setiap individu adalah pemikir. Yang bakal mengungkapkan tentang pemikirannya. Artinya mengatakan: menurutku—berarti menurut pemikirannya. Menurut apa yang telah disaring oleh dirinya, dan menganggap bahwa itu adalah keputusan dari apa yang dipikirkannya.


Ketahuilah, bahwa pemikiranmu, itulah pemikiranmu. Hasil dari pengalaman sekaligus rasio pendayaan akalmu; maka jadilah keputusan yang itu menjadi alur gerak-gerik tubuhmu. Karena kenalilah, pergerakan tubuh manusia itu dikendalikan dari dalam, yakni proses yang itu tidak sebentar, yang itu berbarengan dengan bekas-bekas pengalaman sekaligus dugaan. Dalam hal ini, orang-orang filsuf, sering menyebut dengan apriori dan priori. 


Dan dalam hal ini, yang menjadi tekanan pada pembicaraan ini adalah tentang pemikiran, yakni pemikiranmu. Diksi ‘mu’ adalah pernyataan, bahwa sejauh ini, pemikiran yang ada pada dirimu, itulah pemikiranmu. Itulah kedirianmu. itulah hasil dari pengakapan sekaligus penyaringan dari dirimu. Artinya, tiap-tiap individu itu mampu berpikir yang itu adalah pemikiran individu. 


Dengan pengetahuan atau pemahaman, tentang pemikiran individu. Maka si aku individu harus menyadari bahwa selain dirinya, ada individu-individu yang lain, yang itu adalah pemikiran tentang si individu, maka harus diterima tentang perbedaan-perbedaan pemikiran, dan lebih-lebih saling menerima bahwa pemikiran tiap-tiap individu adalah berbeda dan individu tidak bisa memaksakan tentang pemikiran orang lain untuk menjadi pemikiran si pihak penyampai.


Artinya, tatkala menyampaikan tidak harus memaksakan menjadi seperti apa yang si aku inginkan, melainkan tugasnya menyampaikan, jika pun ada perbedaan, maka diterima, dengan kebenaran menerima. 


Tidak sekedar menerima namun sebenarnya menolak.


Tidak sekedar menerima namun sebenarnya menyangkal perbedaan.


Tidak sekedar menerima namun sebenarnya tidak menerima.


Dengan begitu, maka si individu penyampai, harus menyampaikan yang itu tidak memaksa.


Mengabarkan yang itu sekedar mengabarkan.


Menyampaikan yang itu tidak mewajibkan untuk dijalankan.


Menyampaikan yang itu sekedar menyampaikan.


Artinya, tatkala menyampaikan adalah tugasnya bahwa itu harus disampaikan. Terlebih lagi tentang pemikiranmu. Karena setiap individu mempunyai ‘akal’ yang itu mampu berpikir. Nah, sekarang, dibatas mana orang tersebut itu mempunyai akal? 


Jawabnya, saat dia mulai dewasa. Saat pemikirannya mulai mengerti tentang baik dan buruk. Mulai membedakan tentang kebaikan dan keburukan. Maka disaat itulah si ‘aku-individu’ dikenai klaim bahwa dia adalah individu, yang mampu berpikir, dan mendapat gelar: pemikiranmu.


Jika ada yang berkata, ‘mengapa ukurannya baik dan buruk?’


Jawabnya, ‘karena setiap individu menginginkan kebaikan. Setiap individu menginginkan kebahagiaan. Setiap individu menginginkan kedamaian. Jika pun si individu mengingikan keburukan; sesungguhnya, dia menginginkan kebaikan. Percayalah dengan hal itu. Jika si individu saat ini menunaikan keburukan; pasti, dalam lubuk hatinya, menghendaki kebaikan. Karena tujuan kebaikan adalah kebahagiaan.’


2017




Belum ada Komentar untuk " TENTANG PEMIKIRAN, YAKNI PEMIKIRANMU"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel