Apa Kabar Wargomulyo?





Apa kabar wargo mulyo? maksudku, ah kepada siapa aku bertanya sungguh tentang kebenaran 'kabar' dari wargo mulyo, yang itu berarti adalah kelompok manusia, yang tinggal (atau pernah tinggal, yang punya rindu, atau cinta) pada desa atas nama wargo mulyo: karena aku tidak yakin sungguh, apakah orang-orang yang kutanyakan akan mengatakan 'kebenaran utuh' terhadap pertanyaan dasarku:

apa kabar wargo mulyo? maksudku, kabar tentang 'keberadaan' yang ada di desa wargo mulyo'; meliputi tentang 'kabar-kabar' kelompok: apakah tiap-tiap  kelompok baik-baik saja? atau apa saja nama-nama kelompok yang baru di desa wargo mulyo? atau bagiamana kabar kelompok-kelompok yang dulu, apakah orang-orangnya sudah terjangkit penyakit 'korupsi' layaknya kelas nasional yang ada di televisi? ataukah orang-orangnya banyak bicara tapi tidak melakukan apa yang dibicarakan? ataukah tiap-tiap orang mempunyai kepentingan yang tersembunyi dari tiap-tiap katanya, yang katanya kepentingan 'bersama' tapi ternyata kepentingan 'individu'. ah, sayangnya, aku mampu bertanya:

apa kabar wargo mulyo? yang sayangnya, aku tidak tahu kepada siapa aku lesatkan tanya itu dengan sungguh: apakah pemimpin wargo mulyo mengetahui-sungguh tiap-tiap warganya, dan sudahkah tiap-tiap warga berstatuskan mulyo.

Ah sesungguhnya, apa arti mulyo itu? saat aku mencari di kamus besar bahasa indonesia, tidak ketemu. yang ketemu adalah diksi 'MULIA', bukan mulyo. Yang berarti tinggi (tentang kedudukan, pangkat, martabat), tertinggi, terhormat. Luhur. Bermutu tinggi; berharga. Itulah yang disebut dengan mulia. Sementara itu, saat aku membuka kamus Sangsekerta, arti dari mulya adalah bahagia, mulia. Jadi, sesungguhnya apa kata penceramah saat berkata; berakhlak yang mulia? iyakah beradab yang bahagia, atau beradab yang tinggi, yang  terhormat. Ah sebenarnya, setiap kita mengetahui maksud sungguh dari arti tersebut. Sayangnya, mungkin, kita jarang menggunakan akal untuk memikirkan hal tersebut. Yang jelas, aku bertanya;

apa kabar wargo mulyo? yang aku sendiri 'tidak' yakin sungguh, kepada siapa aku bertanya, karena dari tiap-tiap penjawab, pastilah tidak mengungkapkan tentang 'kebenaran penuh' tentang kabar dari wargo mulyo, syukur bila ada yang menjawab dengan sungguh tentang seluk-beluk sesuatu yang ada di wargo mulyo; termasuk keadaan tiap-tiap diri,  tiap-tiap warga: apakah warganya termasuk orang-orang yang mulya? atau sekedar manusia yang menyinggahkan diri di desa yang di sebut wargo mulyo, lalu menjalin kehidupan, dan interaksi dengan manusia lain, dan menerima gelombang waktu mengarahkan.

Saat zaman ditaburi dengan gerakan, nasionalisme, maka desa wargo mulyo, mengikuti itu. Saat zaman bergerak pada westernisasi, maka desa wargo mulyo, pun turut serta mengikuti gerakan zaman, yang sekarang, banyak orang geger tentang sinyal, yang tujuannya untuk lebih mudah menjalin hiperrealitas, yakni jalinan yang itu lewat media; realitas mulai ditukar dengan realitas media. Maka jadilah, orang-orang berkumpul pada ranah-ranah 'ide', sebab 'jalinan' media adalah tentang 'peridean' dan realitas adalah sekedaran saja, baju penampakan yang itu sekedar perbajuan, dan kecil sekali nilainya. Nilai, sebagaimana para filsuf postmodern berkata, Nilai guna menjadi nilai tanda, atau nilai simbol. Itu sebabnya, orang-orang lebih sibuk pada nilai-simbol, dan gaya dengan penampakan demi penampakan; ah tapi apa perduliku dengan semua itu, toh zaman telah berbicara seperti itu (zaman laksana punya bibir yang mampu bicara. haha), pergerakan dari revolusi pertanian, lalu bergerak pada revolusi Industri, lalu pada revolusi Internet (Atau revolusi teknologi), maka jadilah dunia seperti sekarang ini, dan wargo mulyo terkena arus-arus global ini. Ah tapi apa perduliku, zaman telah menjadi seperti itu. Termasuk desaku, ah desaku, sungguh pengakuan yang aneh tatkala 'desa' yang itu berukuran luas lalu dengan mudah kuaku: 'desaku'. memanngnya ini desaku saja: Ternyata, agak kunang ajar juga perkataanku, yakni pengakuanku; walau sebenarnya aku hendak bertanya:

apa kabar wargo mulyo? maksudku kabar tentang keagamanya, kabar tentang ekonominya, kabar tentang keperkeluargaannya, kabar tentang manusia-manusiaanya, kabar kejawaannya, kabar kepersawahannya, kabar kehajiannya: ah serakah sekali pertanyaanku. Toh, siapa yang mampu menjawab itu dengan 'kebenaran sungguh' atau, siapa yang mau repot-repot menguraikan tentang itu semua, apalagi kepadaku, ah sebenarnya untuk apa aku mengetahui kabar dari wargo mulyo yang itu adalah besar, yang faktanya, aku sendiri adalah bagian dari wargo mulyo. Kataku:

Kabarku. Maksudku kabar pemikiranku, baik. Kabar tentang agamaku, baik. Kabar tentang ekonomiku, baik. Kabar tentang kemanusiaanku, baik. kabar tentang cintaku, baik. Kabar tentang belajarku, baik. bukankah sekedar berkata 'baik' itu mudah, walau kenyataannya: ah siapa yang benar-benar perduli tentang kenyataan yang sungguh yang dialami individu-manusia? Karena saya berpikir, zaman sekarang, zaman trans-trans ini, orang-orang sibuk memikirkan dirinya: kataku, mengapa aku tidak? Memang, siapa yang benar-benar perduli kepadaku? Mengapa aku laksana mementingkan kepentingan yang lain? Toh yang lain itu, membawahi oleh kepentingan individu-individu; yang ditaburi dengan hasrat atas nama, hasrat kemanusiaan, hasrat pangkat, dan serba-serbi nafsu lainnya. Mengapa tidak kugunakan  nafsuku, toh kita sama-sama manusia; yang dibekali nafsu dan hati. Ah, aku malah bercerita tentang diriku, padahal aku ingin bertanya:

apa kabar wargo mulyo?

 2017




Belum ada Komentar untuk "Apa Kabar Wargomulyo?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel