Apakah desamu juga seperti desaku: Pergeseran Yasinan menjadi Hal ‘Praktis’?

Tradisi yasinan atau yasinan bergilir yang berada di desa sesungguhnya mempunyai nilai-nilai yang bagus untuk kemanusiaan dan sangatlah manusiawi:

Dengan yasinan, maka terciptalah kunjungan antar tetangga:

maka terciptalah pembicaraan seputar desa.

maka terciptalah pembicaraan tentang kerja.

maka terciptalah saling berkunjung di rumah desa.

maka terciptalah unsur kebersamaan.

Maka terciptalah upaya (kemauan) untuk beribadah.

Maka terciptalah upaya untuk pertobatan

Maka terciptalah upaya untuk mengingat-ulang tentang Allah

Begitulah fungsi dari yasinan, oleh karenanya, sampai sekarang tetap dipertahankan, sebab gunanya banyak manfaat dan kepentingan. Gunanya sangat-sangat menjadikan manusiawi.

Bersamaan dengan kemajuan-Zaman, bersamaan dengan maraknya, teknologi, fungsi yasinan masih sama namun perannya ‘agak’ berbeda, maksudnya, perannya mulai bergeser: yang dahulu, keserempakan yasianan bergilir pembicaraannya adalah tentang pembicaraan antar tetanggga tentang pekerjaan, sekarang menjelma:

Kebiasaan yang dilakukan

Kebiasaan untuk mendoakan

Kebiasaan untuk pertobatan (individu)

Kebiasaan untuk kunjungan (yang ringkas)

Kebiasaan karena telah terbiasa

Pembicaraan-pembicaraan telah jarang—sekali pun masih ada. Artinya, tradisi yasinan mulai ringkas. Setelah pembacaan, maka macit-macit (makan-makan yang disediakan) sekedarnya, lalu pacitan itu dibawa pulang. Tuan rumah menyediakan plastic guna sengaja pacitan dibawa. lalu udud dan lalu pulang. Kalau ada pengajian, maka lenggang waktu menjadi ‘pengisian pengajian’.

Sementara yang bergeser adalah tentang durasi waktu dan kepentingan orang-orang terhadap yasinan. Yasinan sekarang lebih difungsikan sebagai condong ‘pembacaan-keislamanan’ atau nilai-nilai religious, sekali pun ada juga unsure kemanusiaan: yakni,

Tatkala mereka datang, berarti masih menjalin silaturahim. Mengunjungi sanak-keluarga.

Tatkala mereka datang, berarti masih ada kesempatan bicara. Bertemu dengan manusia yang lain.

Hanya durasi-waktu yang ringkas, lebih padat, lebih cepat. Hal itu tidak bisa dipungkiri karena zaman mengajak untuk itu. keumuman zaman mengajak untuk itu. sebab-musababnya, karena memang pekerjaan masyarakat sekarang mulai beragam. Pekerjaannya tidak terfokus pada satu hal. Dahulu kala memang pekerjaan terfokus pada satu hal: yakni pertanian, atau hal-hal yang mendukung tentang lingkungan.

Sepeda motor, masih jarang—bahkan belum ada.

Belum ada handphone, sehingga ‘jalinan’ kemanusiaan, adalah seputar desa

Televisi masih jarang—sehingga pikiran manusia tidak terfokus untuk itu.

Sekarang, karena adanya hal tersebut: kehidupan menjadi ringkas. Dalam dunia filsafat, masa kita sekarang adalah masa-nya postmodern: terjadi karena lesatan modern—apa itu tanda-tanda dari modern? Maraknya hal-hal yang bersifat secara nalar: yakni sains. Yang ditawarkan sains:

Televise—‘dunia’ dalam layar

Transportasi—‘jarak’ menjadi ringkas.

Telekomunikasi—‘jarak’ yang tak terpisahkan.

Kajian orang-orang postmodern tentang hal tersebut, yakni membicarakan dunia tentang efek ketiga hal tersebut. Hal itu pun mengefek kepada seluruh lini kehidupan: termasuk juga terhadap tradisi yasinan: sekali pun hal itu terjadi, peran ‘agama’ tetap melambung, tetap menawarkan rasa kemanusiaan. menjadikan manusia tetap manusiawi: yakni pertemuan realitas, komunikasi realitas, menanggalkan alat-alat canggih, realitas.

Sekali pun pergeseran menjadi hal praktis, yasinan tetap saja menjadi tradisi yang mengantarkan manusia sangatlah manusiawi. Demikian…



2017

Belum ada Komentar untuk "Apakah desamu juga seperti desaku: Pergeseran Yasinan menjadi Hal ‘Praktis’? "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel