Bukankah Banyak Pengetahuan Yang Melekat Di Diri ‘Santri’ Sebagai Modal Menulis Blog?


Saya berpikir, segoblok-gobloknya santri, tetap saja ‘terikat’ dengan ilmu yang banyak. Hanya saja, mungkin, sejauh ini, pengetahuan yang dimiliki santri tidak dikonfirmasi oleh santrinya itu sendiri. Maksudnya dikonfirmasi:

Santri menguji ‘pengetahuan’ yang melekat dalam dirinya.

Santri menulis ‘pengetahuan’ yang telah dimiliki.

Santri mengumpulkan pengetahuan yang telah nempel pada dirinya.

Apa itu? yakni tentang tema besar keislaman yang ada di dalam diri seorang santri: yakni, tentang rukun iman dan rukun islam.

Saya berpikir, sejauh ini, pengetahuan santri senantiasa dikungkung oleh hal-hal formal, yakni hal-hal yang harus dibuktikan secara kitab. Pembenaran ‘pengetahuan’ disamakan dengan kitab. Pembenarannya harus disesuaikan dengan pengetahuan ‘kakang-kakangnya’—para pengajar-pengajarnya. Padahal, ilmu itu tujuannya untuk diri sendiri. Ilmu itu untuk si pemilik ilmunya. Konfirmasi kebenaran terhadap kakang-kakang atau pengajarnya, adalah supaya benar secara benar.

Namun sebelum proses itu, si santri, dengan ‘pola-pemahamannya’ bakal menangkap sendiri susunan-kata-kata yang telah dihapalnya. nah, bersamaan dengan itu: maka anjuran saya, adalah si santri, penting menulis blog. Sebab, menulis blog itu juga mampu mendapatkan uang. caranya, ya harus mengikuti peraturan dari blog. Apa itu blog—pokoknya apa-apa yang dituangkan dalam bentuk kata-kata. Informasi kata-kata yang nanti ndongol tatkal dicari pada google.

Sejauh ini, mungkin, kita—umat islam—jarang ‘memperhatikan’ (atau memang umat telah memperhatikan, tapi tidak mengabarkan kepada khalayak ramai, karena memang belum saatnya: dan saya berpikir, sekarang, sudah saatnya dikabarkan. Alasan saya, karena di desa saya, sekelas desa saya, yang petani, sekarang, menggunakan handphone, dan motor berkeliaran begitu banyak; orientasi manusia berkutat ketat dengan uang. uang adalah ukuran di desa saya. Dengan uang orang bisa membeli ini-itu, dan manusia senang dengan hal-hal tersebut, sebab mudah) tentang bagaimana pendapatan google. Tentang bagaimana pendapatan-pendapatan dalam ranah dunia tulis menulis.

Santri adalah dengan aktifitas menulis. Kok bisa. Setiap hari santri itu pegangannya pulpen. Setiap hari—kecuali libur—ngapsai kitab. Masak tidak bisa menulis? Caranya, saya tunjukan:

Kita telah mempunyai pengetahuan yang banyak. Tuliskan pengalamanmu tentang islam. tuliskan penghilatanmu tentang ‘kaum muslim’ di sekitarmu. Kabarkan tentang bagaimana ‘kaum muslim’ di lingkunganmu? Tuliskan tentang bagaimana engkau berwudhu? Tuliskan dalil-dalil tatkala engkau menjalankan ibadah shalat? Tuliskan hubunganmu dengan guru? Tuliskan hubungan-anehmu dengan gurumu? Tuliskan mimpi-mimpi baikmu? Tuliskan pengetahuan tentang ilmu zakatmu? Tuliskan pengetahuanmu tentang rukun iman? Tuliskan pengetahuanmu tentang rukun islam? tuliskan pengetahuanmu tentang para nabi? Tuliskan pengetahuanmu tentang kanjeng nabi? Tuliskan perasaanmu tentang mimpi bertemu gurumu? Tuliskan tentang kiaimu? Tuliskan tentang kitab-kitab yang engkau kaji? Tuliskan aktifitas pondok pesantrenmu? Tuliskan tentang semangatnya orang mencari ilmu islam?

Bukankah itu telah menjadi tulisan yang banyak? Ketahuilah, teman-temanku, di dunia internet, benar dan salah itu tipis sekali. Begitulah dunia internet, kawan. Jika pun ada yang memprotesmu, maka terimalah. Jika pun ada yang mengejekmu, terimalah. Yang pasti, engkau bertambah ilmu-pengetahuan. Engkau juga mendapatkan uang.

Selanjutnya, kalau engkau telah lihai, maka dudukmu adalah duduknya orang yang berilmu. Sependek kata, tetap jangan lupakan ibadahmu. Jangan lupakan sosialmu. Tujunkan bahwa islam itu indah. Buktikan bahwa islam itu sangat realistis. islam itu mengajak manusia untuk realitas: kenanglah, shalat, zakat, puasa, dan wudhu, itu selalu mengajak kita berjumpa secara realitas. Itulah hebatnya islam. terlebih lagi: shalat. Kenanglah, shalat adalah tiangnya agama.

Akhir kata, bukankah pengetahuan yang dimiliki pada diri ‘santri’ sekali pun goblok dalam ilmu-nahwu shorof, atau hafalannya, tetap saja, banyak pengetahuan yang ada?

Belum ada Komentar untuk " Bukankah Banyak Pengetahuan Yang Melekat Di Diri ‘Santri’ Sebagai Modal Menulis Blog? "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel