Binatang Ternak


Orang-orang telah sepakat bahwa kampung Abu Nurikhasf adalah kampung yang paling dipuja-puji. Banyak yang mengatakan di sana adalah surga-dunia. Seperti taman surga yang dijanjikan. Sayuran tidak kekurangan. Ternak tidak ada yang kurang. Kerukunan warga terjamin. Sebabnya, Abu Nurikhasf meniru benar, dan mengaplikasikan apa yang dimaksud umat Nabi Muhammad. Tidak keburu mengikuti madhab atau bertele-tele terhadap islam. Katanya, “Tidak usahlah sibuk dengan mendakwa islam apa, yang pasti, belajarlah menjadi ahlu-sunah dan menekankan tentang jamaah. Toh, pada akhirnya kita menyakini bahwa hidup adalah pasrah kepada Tuhan. Ingatlah, islam, juga dapat diartikan sebagai pasrah.”

“Bagaimana tentang adanya surga dan neraka?”

“Surga dan neraka adalah ancaman, yang berharap di sini, dunia ini, kita sekalian berlaku baik, dan saling-menyaling. Toh, kita tidak bisa hidup sendiri ‘kan? Kita membutuhkan orang lain ‘kan?” jawab Abu Nurikhasf dengan riang. Sambil sesekali mulutnya menyedet ke kanan dan ke kiri.

Karakter Abu Nurikhasf memang karakter ambigu. Tidak pernah terlihat dia bersedih atau senang, tapi condong gembira. Seolah-olah dunia adalah kegembiraan baginya. Walau, kalau dilihat-lihat, kalau diamat-amati, maka akan dirasakan bagaimana dia begitu serat akan masalah. Memang secara kasat mata tidak terlihat bagai masalah. Melihatnya seakan-akan adalah orang yang tidak bermasalah. Berbicara dengannya adalah bagai tidak bermasalah.

“Intinya,” kata Muhaimin, “Kalau bersamanya seakan-akan dihadapakan dengan masalahku. Dengan apa yang sedang kupekerjaakan. Terhadap apa yang kutanggung jawabkan. Dia bertanya kepadaku, “Bagaimana dengan pengawasanmu terhadap binatang ternak?” Dengan panjang aku menceritakan kepadanya. Tentang urusanku. Aku dipasrahkan mengawasi tentang binatang ternak orang kampung. Intinya, ketika pagi menyala. Aku sibuk mendatangi tempat ke tempat sembari berjalan kaki. Itulah tugasku.”

Memang, di kampung Abu Nurikhasf, kaki adalah kendaraan yang sangat dibutuhkan. Kaki adalah kendaraan yang mengakrabi rakyat. Apa-apa serba kaki. Kaki sangat dibutuhkan. Sekali pun era canggih, tapi kaki begitu sangat digunakan. Muahaimin berkata, “Abu Nurikhasf berkata kepadaku, ‘Gunakanlah kakiku untuk mengawasi rakyatmu. Apakah kamu puas kalau bercinta sekedar angan-angan? Apakah istrimu puas kalau kamu sekedar mengudarkan puisi-cinta? Begitulah umpamanya, artinya apa-apa membutuhkan kenyataan.”

Era canggih melimpah. Tapi di kampung Abu Nurikhasf, benar-benar serat dengan alamiah. Mereka benar-benar kuat interaksi dengan alam. Binatang ternak adalah termasuknya. Muhaimin adalah orang yang dipercaya mengawasi. Kepercayaan itu diterapkan supaya orang tidak melampaui batas terhadap binatangnya. Supaya lebih bersyukur dengan pemilik binatangnya.

Di sini, setiap orang melihat kedatangan tiba-tiba Muhaimin. Maka selalu teringat tentang syukur. Sehingga, ketika Muhaimin mengawasi. Tidak banyak kata, tapi sekedar tukar senyum. Hal itu kerap terjadi. Kalau Muhaimin melihat bahwa ternaknya banyak. Tidak sering, Muhaimin menegur, ‘potonglah satu di antara milikmu. Masaklah dengan kuah yang banyak. Bagilah kanan kiri rumahmu. Sungguh, keluarga terdekat sekarang adalah tetangga.’ Atau terkadang, dia sekedar mengatakan, ‘infaqilah piaraanmu untukmu,’ atau lebih ringkas. ‘Potonglah satu di antara ternakmu.’

Bagi masyarakat, Muhaimin memang terlihat seperti orang yang pendiam. Tepatnya, menjaga kata-kata. Tidak hanya Muhaimin, tapi seluruh masyarakat juga demikian, mereka percaya terhadap apa yang disampaikan pemimpin. Sekiranya adalah utusan dari pemimpin. Maka mereka adalah bibir-bibir yang sunyi. Sebab, keberadaannya adalah bagai mengingatkan terhadap apa yang terjadi. Bayangkan, ‘jika Muhaimin melihat binatang ternakyang melimpah, dan pagi itu, pemiliknya tidak ada, maka dengan cepat Muhaimin mengetuk pintunya, dan bertanya, ‘bagaimana dengan ternakmu?’ kemudian dia pergi lagi. Meneruskan perjalanannya.’

Kampung Abu Nurikhasf memang terkenal dengan kesuburan tanahnya. Sebab dari subur itulah, maka segalanya bisa hadir di sini. Segala macam tumbuhan bisa hidup di sini. Tapi titik tekan di sini, adalah tentang kebutuhan pokok yang terjadi. Sang pengurus taman, juga akan memperingatkan tentang tanamannya. Tentang tanaman yang tidak bermanfaat. Sang pengurus tanaman akan mendatangi orang-orang yang melalaikan tanaman. Katanya, “Uruslah tanaman. Karena kamu telah menghidupkan tanaman. Kemudian, serahkanlah tanaman itu pada-Nya, sungguh Allah yang menghidupkan tanaman.”

Begitu juga yang disampaikan pengawas ternak. Dia akan berjalan dari lorong ke lorong lain setiap hari. Setiap hari, Muhaimin, berjalan-jalan bagai lurah. Setiap hari, di sini bakal ada orang yang berlalu lalang mengitari kampung. Dengan membawa tugas masing-masing. Yang kesemuanyanya adalah sangat serat membawa karakter islami. Mereka kerap melerai persoalan yang ada. Persoalan sepele yang tidak dijumpai oleh pemimpin. Atau sekedar mengadu kepada pengurus-pengurusnya. Artinya, jika Muhaimin menangkap tentang pertamanan kurang bagus, maka akan mengadu kepada pengurus tanaman. Kalau melihat jalan kurang bagus, maka akan mengadu kepada tukang pengurus jalan. Sungguh kampung Abu Nurikhasf kata-kata adalah nyata tentang lingkaran dan putaran. Sungguh, orang-orang di kampung Abu Nurikhasf bisa dipegang kata-katanya.

Kampung disediakan tanah bak surga. Maka, disini seperti realita tentang surga. Akhlaknya pun dinilai jempolan. Terkenal dengan karakter zuhud yang indah. Kerap disini digemborkan, “Memang sekarang adalah era canggih. Era dunia maya. Tapi apakah manusia puas dengan era-canggih, maksudnya, apakah puas hanya sekedar kata-kata. Manusia butuh realita. Bercinta itu butuh realita. Tidak bisa diangan-angan. Tidak bisa.”

Memang, pada mulanya, disini seperti era primitif. Tapi lama-lama, orang-orang mengetahui, bahwa disinilah letak kebahagian didapati. Pokoknya, tidak terlihat seperti primitif, tapi lebih mengentalkan nuasa islami. Memang, pada dasarnya, sang pemimpin, tidak bisa melarang tentang era-maju teknologi, tapi lambat laun. Era teknologi, menjadi sampiran bagai embun yang sejuk. Sekarang, di sini, sibuk dengan aktifitas tentang keislaman. Tidak hanya terkenal dengan ternaknya, tapi juga terkenal dengan turunan alim-ulama. Sebab, islam di sini kuat. Orang-orang mengatakan kuat sekali. Ada yang mempuisikan, “Kalau menghirup udara di sini, bagai teringat di zaman nabi. Tepatnya menyakini tentang hadist yang berbunyi, ulama adalah pewaris para nabi.”

Belum ada Komentar untuk "Binatang Ternak "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel