Surga Kecil di Halaman Rumahku



Terkadang menjadi idealis itu penting. Namun lagi-lagi idealis itu bagai omong kosong bila tidak dinyatakan secara realis. Semeski ide itu bagus dan keren, serta penuh manfaat, akan tetap menjadi tembang kosong bila tidak digagaskan secara realis. Orang memang membutuhkan bukti untuk menggagas bahwa ide tersebut adalah keren dan bermanfaat. Meski dalam kenyataanya mereka sepakat dengan ideku, tapi ketika yang memberi ide masih bersantai dan tidak melakukan yang di-ide-kan mereka bakal terpelongo dan meragukan kesahihan ide tersebut.

Ya. Pada akhirnya aku harus terjun langsung mengaplikasikan ide tersebut sebagai tauladan orang-orang yang ingin kusampaikan ide. Tepatnya, meyakinkan mereka bahwa ideku adalah apik dan tidak diragukan manfaatnya.

Kadang aku iri dengan kebaikan dan kesuperan Nabi Muhammad. Hebatnya ia menujukan sesuatu dengan menyontohkan dirinya sendiri. Tepatnya menyontohkan dengan perilakunya. Bukan lewat gagasannya. Ya. Ia bisa dikatakan tidak mempunyai gagasan, tapi Allahlah yang memberi gagasan. Sehingga ia adalah bertipe pelaksana. Sehingga sangat patut disebutkan bahwa ia adalah suri tauladan yang baik.

Ideku memang sederhana. Yakni menggantikan kembang menjadi sayuran. Dan kebetulan orang-orang yang kusampaikan ide tersebut mengamini, tapi belum ada yang mempraktikan ide tersebut. Karena memang aku sendiri belum praktik di rumahku sendiri.

Rencana terdekatku adalah membuat surga di halaman rumahku. Yakni mengubur tanah dengan tanah merah. Itulah rencana terdekat. Tapi masih dalam pertimbangan. Agaknya, saya harus mencari sayuran yang meski kutanam. Ya. Aku akan mencari bibit singkong sebagai pembatas yang melingkar. Kemudian akan menebangi tanaman yang sekiranya tidak perlu. Yakni akan menghilangkan pohon manding yang mulai meninggi. Tapi itu tentu, membutuhkan ibu sebagai bahan tembung akan dimusnahkan pohon yang besar itu. Dan akan memangkas habis kakao. Lalu memangkas habis pohon sukun. Agaknya pohon sukun masih dipertimbangankan. Tapi jika kujelaskan tentang perincianku bisa jadi pohon sukun dapat ditebang.

Pohon sukun kualitasnya besar. Ukuranya meninggi dan itu merungkutkan sebuah taman. Dengan kata lain mengganggu pemandangan taman. Dan itu akan mengakibatkan ngeres. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, itu bisa jadi peneduh jalan. Tapi di halaman itu bersanding pohon mangga. Nah, pohon mangga tersebut bisa dijadikan peneduh. Sehingga pohon sukun bisa ditebang dan menjadi kenangan. Tepatnya, tinggal nama.

Ketika singkong di tanam melingkar, maka di dalamnya adalah tanaman bayam dan itu akan mencari bibit bayam. Akan kurapi-rapikan bayam. Akan kuurus bayam dengan sungguh, dengan merapi-rapikannya. Bila perlu mengunduh bayam pun harus dengan aturan, yakni memangkasi secara rata, sebab tanaman ini teruntuk taman. Maka membutuhkan kerapian. Sehingga, dwi-fungsi ini bisa tertanam dari dua sisi. Yakni, bisa untuk makanan dan bisa untuk pemandangan.

Kriteria bayam ini adalah bayam sayur yang kaku. Artinya yang bisa tumbuh lebat dan besar tumbuhannya. Kemudian, bayam kecil.

Beginilah desain yang akan kutata: akan kubuat empat lingkaran di tempat yang berbebeda. Satu lingakaran adalah isi sayuran yang berbeda. Satu bayam, satu terong, dan satu lumbu dan satu singkong rambat (lung).

Karena posisi ada bunga. Di luar lingkaran tersebut adalah bunga-bunga. Sementara posisinya, tumbuhan yang besar di tepikan menuju dekat rumah dan yang kecil ada di balik pohon tetehan. Sehingga terjadi sudut pandang bahwa terdapat pulau-pulau kecil: sebenarnya diadakannya pulau tersebut berguna untuk jalan, atau tepatnya supaya ada renggang antara pohon satu dengan yang lainnya. Kemudian, akan dibuat pintu masuk di sekitaran halaman dekat pintu. Sehingga, itu taman bisa dikunjungi.

Ya. Saya harap begitu. Dan tetap memposisikannya sebagai taman. Tidak sebagai sayuran. Namun, lama ke lamaan itu bisa digunakan untuk sayuran. Jadi, sayuran adalah bias dari tanaman yang bermanfaat.

Sebab itu taman. Maka, tidak akan mengilangkan bunga-bunga. Ya. pada akhirnya akan kutentukan posisi bunganya juga. Satu, bunga bisa di tempatkan di luar pagar. Dengan kata lain, tetap di halaman rumah dan ketika ingin masuk taman maka yang terlihat adalah bunga. Kemudian, di antara jalan menuju pulau-pulau tersebut adalah dihiasi oleh bunga. Sehingga fungsi bunga tetap terpakai tetap dalam kedudukannya. Yakni sebagai bunga. Atau, akan kutangkringkan bunga di tempat penangkringan: yakni, akan kudirikan tempat duduk bunga. Yakni, dengan bambu yang didirikan. Fungsinya, ya, untuk tempat duduk bunga. Walhasil bunga tetap tidak dihilangkan. Atau, sebagian bunga akan kupindah tempatkan, tidak pada posisi taman. Namun, setidaknya di taman masih tersedia bunga.

Seoalah-olah aku telah diperlihatkan bahwa orang-orang akan mengikuti ideku. Orang-orang akan tertarik dengan ideku. Ia akan meniruku. Sebab penggunaanku adalah bermanfaat. Ya. selain menjadi tanaman ia menjadi taman. Terlebih lagi, mereka bisa membuat di luar jangkauan yang disebut taman. Yakni, di luar taman. Dan itu pun akan kugagas di samping-samping rumah.

Pekerjaan ini memang sederhana, tidak harus monoton mengurusi taman. Setidaknya dengan cara begini, orang bisa meminimkan untuk biaya sehari-hari.

Aku membayangkan. Apabila setiap warga telah membuat taman. Ini bisa kubayangkan sebab, gaya atur perumahan di desa adalah menyediakan halaman rumah untuk dijadikan taman. Sehingga setiap orang bisa menganti kembangnya dengan sayuran.

Aku membayangkan. Apabila setiap rumah berganti sayuran satu sama lain. yakni, saling tukar sayuran. Maksudnya, ketika mereka bosan dengan sayuran yang dimilikinya maka mereka bisa menukar dengan sayuran yang tidak dimilikinya.

Aku membayangkan. Orang-orang yang getol dengan sayuran. Mereka bisa menjual di pasar atau di desa-desa sebelah. Aku telah membayangkan bahwa banyak pedangan asongan menghampiri rumah-rumah dan ingin membeli sayuran di desa kami. Aku telah membayangkan bahwa banyak orang tidak kerepotan setidaknya untuk membeli sayuran. Dan aku telah membayangkan bahwa di desa kami, penjual sayuran adalah sepi: sebab di desa kami telah mencukupi untuk makan sehari-hari.

Dan aku membayangkan. Desa kami menjadi taman-taman yang segar setiap hari. Sebab mau tidak mau mereka bakal menyirami tamannya. Entah itu air dari paceran atau air bersih sebagai penyiram. Yang pasti, di musim kemarau pun: desa kami masih menjadi sudut pandang yang menarik tentang kehijauan. Khususnya mereka akan mengurusi taman rumah masing-masing.

Dan bahkan telah kurencanakan, halaman kosong milik ibuku yang lumayan luas, bakal kujadikan macam-macam tanaman dan itu bakal menjadi bibit-bibit mengubah siklus perekonomian desa. Dan akan kusebut dan akan kupajang di halaman pintu masuk, yakni, ‘Puisiku’, dimana di dalamnya berisi sayur-mayur dan bunga-bunga sebagai penghias jalan masuk. Namun, yang paling utama, waktu terdekat adalah merealisasikan, ‘surga kecil di halaman rumah ibuku’.
Desember 2012

Belum ada Komentar untuk "Surga Kecil di Halaman Rumahku"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel