Nasihat tentang Ikatlah kembali dengan Jamaah
Kamis, 26 Januari 2017
Tambah Komentar
Taufik, saat kekosongan ‘makna’ dalam ibadahmu, jengkang-jengkingmu laksana tak berarti, ikatlah dengan menunaikan secara jamaah. Hanya itulah obatnya. Bukannya tatkala engkau menjalankan sendiri malah menjadi sebuah keniatan yang lain?
Niatmu karena takut di cap tidak beribadah.
Niatmu karena ingin di klaim beribadah.
Niatmu karena malu di intai manusia.
Ikatankanlah kembali menunaikan kewajiban shalat jamaah: ayo! Paksa-paksakan jasadmu untuk melangkah, bergegas, berkunjung di rumah-Nya: pasrahkan dirimu pada sang Imam, ikutilah apa yang imam perbuat. Bukankah disaat itu:
engkau kembali ke fikihanmu!
Engkau kembali ke realitas islammu!
Engkau kembali menjadi manusia biasa.
Terlebih lagi, engkau ‘merasa’ terselamatkan oleh amukan dirimu, yang mengejek dan menghina tatkala ibadahmu ‘penuh’ dengan kekosongan;
ibadah sekedar ibadah.
ibadah tanpa makna.
Ibadah diselimuti makna-makna.
Ibadahmu digandrungi makna.
Ibadahmu digandrungi akal.
Ibadahmu digandrungi analisis pengetahuanmu.
Jadilah, engkau merasa ‘bersalah’ karena ibadahmu tidak karu-karuan. Jadilah engkau merasa ‘bersedih’ karena ibadahmu amburadulan.
Kenanglah, saat engkau menunaikan ibadah dalam kebersamaan. Di saat itulah engkau ‘memasrahkan’ ibadahmu dengan mengikuti sang imam. Engkau memegang tali ‘keimanan’ sang imam. Engkau berserta tali ‘pengetahuan’ sang imam. Sang imamlah yang bertanggung jawab atas apa yang engkau lakukan. Sang imamlah yang bertanggung jawab dengan peribadahanmu. Dengan begitu engkau menjadi tenang. Dengan begitu engkau menjadi damai. Dengan begitu engkau menjadi selayaknya manusia.
Tidakkah engkau perhatikan: kemana rindumu pergi untuk menunaikan shalat jamaah?
Sungguh! Bukan rindunya yang pergi, taufik, namun engkaulah yang menjauhkan kecintaan—namun jangan khawatir dengan hal itu—bukan salahmu mengapa engkau menjauh dari kecintaan, karena saat itu engkau sedang digiring mengunjungi cinta-yang-lain, cinta yang lebih indah, cinta yang lebih derajatnya: sehingga engkau menjauh.
Bukankah saat engkau ‘menjauh’ engkau menguatkan tentang ‘pengetahuanmu’; begitulah taufik, keimanan pun membutuhkan ‘pengetahuan’, semakin melesat rasa pengetahuanmu, semakin menurunlah rasa keimananmu:
Menurun bukan berarti turun.
Menurun bukan berarti ‘hilang’.
Dalam artian, turun untuk naik lagi, naik yang lebih tinggi. Dan hilang untuk menjumpai yang ‘nyaman’ lagi.
Apakah engkau tekejut dengan racikan diksi yang aku tawarkan? Janganlah terkejut! Kata adalah alat untuk komunikasi. Kebenarannya engkau mengetahuinya.
Namun, tetaplah kenang apa yang aku sampaikan padamu: jagalah, ikatlah dirimu dengan menunaikan yang pernah engkau tunaikan. Tetap kokohkan untuk mengikat ibadahmu bersama-sama: di saat itulah engkau akan temukan makna yang baru. Engkau akan dapati makna yang baru. Jika dirimu terberatkan dengan aktifitasmu, tahanlah, namun tetap tunaikan ‘jamaah’, kalau mampu: bukankah tatkala engkau shalat sendiri malah menjadi ‘hampa’, maka tiada obat kecuali datang berjamaah. Tiada obatnya kecuali itu, Taufik.
Katamu, bukankah aku telah melakukan shalat jamaah dan sering melakukannya?
Jawabku, engkau memang telah melakukannya, namun perkuatlah dengan jamaah dhuhur dan asar, kalau bisa juga jamaah subuh. Jika subuh engkau terberatkan, karena engkau belum sempurna kapasitas akal dan hatimu; tetap upayakanlah untuk menunaikan. Jika tidak mampu, ampunilah dirimu, mintalah kepada-Nya supaya menjadikanmu ‘mampu’ menunaikan subuh-Nya. Ingatlah, engkau jamaah itu adalah untukmu, obat dari ‘hati-akalmu’ yang melanda dirimu.
Engkau jamaah bukan karena untuk dinilai orang lain.
Engkau jamaah bukan untuk dianggap alim.
Engkau jamaah bukan untuk dicap shaleh.
Engkau jamaah bukan untuk melejitkan ‘pahala’
Tapi engkau jamaah karena engkau butuh untuk itu, engkau butuh menyelamatkan dirimu, menyelamatkan ‘akal dan hatimu’ itulah tujuan engkau berjamaah.
Tunaikanlah…
Belum ada Komentar untuk " Nasihat tentang Ikatlah kembali dengan Jamaah "
Posting Komentar