NGAJI KITAB MABADI FIKIH: Rukun Islam, Jalinan Pengetahuan Yang Kokoh
Senin, 30 Januari 2017
Tambah Komentar
Rukun islam itu ada lima, pertama, bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad itu utusan allah—inilah kalimat syahadatain, yakni dua kesaksian dalam satu kalimat—yang kedua, mendirikan shalat, yan ketiga, membagikan zakat, yang empat, puasa di bulan ramadhan, yang kelima adalah haji bagi yang mampu.
Sebenarnya yang kita ‘ulang’ ini—benar, kita mengulang apa yang telah kita ketahui, namanya ulangan— telah mendarah-daging buat diri kita, telah menyesep dalam memori kita, hanya saja, penyesapan dan penempelan pada diri kita, kurang benar-benar ditindak-lajuti, maksudnya seakan-akan kita ‘berhenti’ karena kita merasa cukup, dan tahu, padahal belum memahami. Nah, upaya untuk memhami, tidak-ada cara lain kecuali ‘belajar’.
Zaman sekarang, belajar itu tidak hanya terfokuskan kepada guru, tidak hanya melakukan aktifitas yang terikat secara ‘langsung’ bersama dengan orang-orang, sebab belajar itu banyak caranya, yang pasti, kita ‘punya’ sandaran guru yang nyata, yakni yang membimbing akal dan hati kita. Maksud dari pembimbing akal dan hati adalah:
Guru itu menjadi sandaran terhadap pengetahuan, sebabnya, kalau belajar sendiri, bisa-bisa, apa yang dipelajari itu mampu menjadi ‘sesuatu’ pengetahuan yang begitu lebat lagi banyak, begitu mengakar dan berakar-akar—kok bisa begitu, sebab dalam ‘ilmu’ pun ‘nafsu’ bisa saja muncul, yakni:
Nafsu ingin mengetahui lebih
Nafsu ingin menguasai lebih.
Nafsu ingin memahami lebih banyak.
Sebab kita sering mendengar, yang tidak pernah selesai untuk dicari adalah dua perkara, yakni ilmu dan harta, dengan keduanya orang mampu tidak puas-puas. Oleh karenanya, penting mempunyai guru realitas, guru kenyataan, guru yang benar-benar ada, guru yang sesuai dengan kondisi dirinya, sesuai dengan kondisi lingkungannya, yang sesuai dengan kondisi masyarakat. Sudah!
Kita kembali ke rukun islam.
Rukun islam itu adalah pokok dari keislaman, karena sebagai orang ‘muslim’ harusnya benar-benar mengetahui tentang kepokoan tersebut, sebab dengan mengetahui itu, akan berhubungan dengan rukun iman. Kok bisa? Dasarnya syahadataian, berkaitan dengan rukun iman. Jalin menjalin menjadi sesuatu yang kokoh: kalau sudah percaya kepada Allah yang menguasai semesta raya, maka ada utusannya, termasuk Nabi Muhammad, dan nabi Muhammad itu dikabari tentangnya oleh Malaikat Jibril, dan kabar itu menjadi rangkaian ‘petunjuk’ yakni kitab, al-qur’an, dan didalam al-quran itu ada petunjuk yang adanya hari akhir, dan selanjutnya, ada lagi yakni iman kepada qodo dan qodar, namun yang terakhir ini banyak versi, sebab di dalam al-quran, ‘tidak-ada’ ayat yang menganjurkan qodo dan qodar: namun, yang bermadhab imam syafi’i mempercayai ini, iman kepada qodo dan qodar—dalam hal ini, kita harus membahas lebih lanjut, sebab itu adalah kajiannya ilmu kalam—
Sekarang, mari dikoreksi bersama: sudahkah kita benar-benar memahami apa itu syahadatain? Apa itu shalat? Apa itu zakat? Apa itu puasa? Apa itu haji?
Bersama dengan ngaji ini, perlahan-lahan kita buka bersama tentang hal-hal tersebut: mengingatkan sekaigus menambahkan ‘pengetahuan’ yang mudah-mudahan kita paham dengan rukun islam, sehingga kita mampu mendapatkan fungsinya islam, yakni untuk membahagiakan manusia. Dan perlu di ingat, bahwa setiap kita—kita ini—adalah bagian dari manusia.
Dan kita penting untuk memahami hal tersebut. Kita memang tahu, tapi bisa jadi kita tidak benar-benar tahu. Kita memang paham, bisa jadi kita tidak benar-benar paham. Saya jadi teringat guru saya, Haidar Buchori, dia berkata: “Orang paham belum tentu paham lho, Fik.”
Kok bisa? Bisa-bisa saja. Ya! Itu pun karena allah.
Saya contohkan: dahalu, sejak dulu, saya telah mengaji kitab mabadi fikih ini, dulu itu biasa, sangat biasa, seakan tidak ada spesialnya. Ya! Mengaji-ngaji biasa, tapi sekarang: kitab yang memang buat anak-anak ini, ternyata malah menjadi kitab ‘jawaban’ dari seorang pengkaji filsafat.
Bayangkan saja: saya mengkaji filsafat, tentang pemikiran orang-orang barat, yang berisi tentang:
Bagaimana sesuatu itu ada—kajian ontology.
Bagaimana keilmuan itu—kajian epistemology.
Bagaimana nilai itu—kajian aksiology.
Bagaimana sejarah pemikiran manusia?
Intinya, orang-orang yang hebat dalam mengajuhkan pertanyaan, pertanyaan yang dasar, menjadikan mereka orang-orang yang terkenal, kajiannya lintas Negara, lintas pemikiran, dari tahun-tahun yang lama, dari zaman kuno sampai zaman sekarang: kajiannya luas sekali.
Dilalah, saya bertanya, di dalam diri: Apa yang menjadi dasar pemikiran orang-orang di desa saya?
Jawabannya, agama. Agama seperti apa? Islam. kajian islam seperti apa? Fikih. Fikih yang apa? Madhab imam syafii. Kitabnya apa? Mabadi fikih.
Bersama dengan ketemunya hal tersebut, maka saya mulai membaca kitab mabadi fikih: seketika hati saya berkata: lha ini jawaban yang sejauh ini menjadi pola-pola pertanyaan saya, ternyata ada dalam kitab ini—mabadi fikih—akhirnya saya mempelajari lagi.
Dan tersebut adalah contoh tentang apa yang dikatakan guru saya, Haidar Buchori, ‘orang yang paham belum tentu paham.’ Padahal sebelum itu, tatkala saya ibadah, mengunakan apa yang ditawarkan kitab mabadi fikih, tapi kok ya bisa tidak paham. Itulah makna, bahwa ‘orang yang paham belum tentu paham’
Seperti kita akrab dengan istilah ‘rukun islam’, bisa jadi kita tidak benar-benar akrab dengan ‘rukun islam.’ Bisa jadi, keakrapan kita sekedar pada pengetahuan yang dulu, tidak benar-benar diaplikasikan secara benar dan kurangnya pengetahuan untuk prosesi ‘pemahaman’ oleh karenanya kita penting mengaji lagi, lagi dan lagi.
Begitu.
Mudah-mudahan Allah meridhoi apa yang kita lakukan, dan menambahkan ‘pengetahuan’ buat kita, dan kita tetap menjadi golongan orang-orang yang bersyukur terhadap apa yang allah tetapkan. Amin.
baca juga, sebelumnya:
Belum ada Komentar untuk "NGAJI KITAB MABADI FIKIH: Rukun Islam, Jalinan Pengetahuan Yang Kokoh "
Posting Komentar