Lompatan Pemikiran di Zaman Informasi
Sabtu, 14 Januari 2017
Tambah Komentar
Bersamaan dengan zamannya informasi, bersamaan dengan itu terjadilah lompatan pemikiran, yakni keacakan terhadap keilmuan yang meresap di dalam di individu. Manusia tidak bisa lepas dari internet, sebab internet juga dipromosikan oleh pemerintahan-pusat, yang berharap terjangkau sampai ke pelosok daerah—bahkan sampai ke daerah terpencil, di dayakan untuk mendapatkan zaman internet: maka dibuatlah tower sinyal. Selain itu, para pedagang, menawarakan teknologi. Karena teknologi menawarkan kemudahan, maka orang-orang mengonsumsi teknologi tersebut: bersamaan dengan itu, maka terjadi pergerakan jarak, terjadilah perpindahan besar-besar. Cara mudahnya, sebab-sebab terjadi lompatan pemikiran, maka:
Pertama, zaman informasi
Kedua, tawaran teknologi
Ketiga, terjadi perpindah kemanusiaan.
Ketiga tanda-itu mengajak manusia untuk melompat-lompat pengetahuan, sekalipun telah dikungkung pada suatu lembaga pendidikan. Pengungkungan lembaga-pendidikan tidak mampu mencegah manusia untuk berpikir yang lain-lain; tidak mampu ‘mewajibkan’ pendidik untuk ‘fokus’ kepada pelajarannya. Sangat payah. Hingga pada akhirnya, lembaga-pendidikan menjadi semacam ‘artefak’ yang hidup, ‘penjara’ yang bebas. Dan para pendidik teramat sulit untuk focus terhadap pelajaran—fokus, itu pasti sulit.
Dan saya akan melerai sebabnya:
Pertama, zaman informasi adalah zaman bertaburnya informasi, bermacam-macam pengetahuan yang didapatkan oleh manusia. Mulai dari televise, radio, media social, dan yang kuat adalah sebabnya media social: tawaran media social adalah bercampurnya pengetahuan tanpa-tingakatan: anak-anak dengan mudah membaca sesuatu bagi orang dewasa, missal anak-anak dengan mudah membaca teks filsafat, teks tasawuf, atau bahkan aktifitas yang dilakukan orang-tua, hal-hal negative yang dilarang agama. Atau pengetahuan-pengetahuan yang sebenarnya tidak pas buat si individu pencari itu—harapannya si pencari adalah mendapatkan secara ringkas. Mendapatkan pengetahuan secara praktis. Pikirnya pengetahuan adalah tentang kepraktisan, dan hal-hal yang praktis adalah hal-hal yang benar, walau memang adakalanya, tujuan keilmuan adalah untuk praktek. Yang pasti, begitulah, dengan maraknya zaman informasi maka terjadilah: timpang-tindih pengetahuan, keacakan positif-negatif buat pendidikan: hasilnya, lompatan-pemikiran sangat jelas terjadi. Dan hal itu pun mampu terjadi karena tawaran teknologi.
Kedua, tawaran teknologi adalah bahwasanya para pedagangan menawarkan teknologi-teknologi dengan harga yang terjangkau, karena produsen-produsen, perusahan-perusahan teknologi, saling bersaing demi keuntungannya, pikirnya, untuk memajukan ekonomi, maka dimurahkan harga pokok. Harga-harga teknologi menjadi terjangkau: konsep pemikirannya menjadi, sedikit tapi banyak lakunya. Sehingga orang-orang desa mampu menjangkau teknologi. Dan orang-orang mampu mendapatkan teknologi. Sebabnya lagi, karena pemerintahan mendukung untuk kemajuan bangsa, maka harus disesuaikan dengan ‘eksistensi’ dunia. Bagaimana pergerakan dunia? Negara harus ikut-ikutan, kalau tidak begitu: maka Negara tidak akan maju-maju. Dari itu, maka terjadilah sekolah-sekolah keteknologian, sekolah-sekolah permesinan: tujuannya, demi menyesuaikan kemanusiaan. Demi menyetarakan kemanusiaannya, hasilnya, rakyat harus mempunyai teknologi. Jika rakyat tidak mempunyai teknologi maka akan ketinggalan tentang pola-hidup yang menggunakan teknologi. Pekerjaan manual tetap akan kalah dengan kecepatan mesin. Wal-hasil, revolusi industry, pun harus merebak. Hingga kemudian, mempengaruhi terjadinya perpindahan-penduduk.
Ketiga, Perpindahan-penduduk terjadi karena maraknya informasi, karena dapatnya pengetahuan, karane dapatnya informasi, terlebih lagi, karena jarak yang dekat. Jarak yang dulu harus ditempuh dengan berjalan kaki, sekarang sudah menggunakan sepeda montor. Dari sepeda montor beralih ke mobil. Dari mobil beralih ke pesawat. Maka terjadilah jarak yang dekat, sekali pun jaraknya jauh. Jarak dekat adalah jika status rumah berada dekat dengan bandara. Jika rumah dekat dengan bandara dan manusia mempunyai uang, maka dengan mudah jarak tersebut di tempuh. Oleh karenanya orang-orang harus materialistis. Harus realistis. Harus serba praktis. Demi kebutuhan ‘manusiawi’. Demi kesamaan manusia. Dan hal itu pun berpengaruh kencang kepada peserta didik: peserta didik berusaha mendapatkan pendidikan yang ringkas dan instant dan lebih lagi cepat mendapatkan uang. Orentasi pendidikan bukan tentang ilmunya, tapi tentang uangnya. Karena zaman memaksa untuk itu. Walau sebenarnya, harusnya orang yang berilmu tetap harus konsentrasi kepada keilmuannya: tujuannya meraih keilmuan bukan tentang pendapatan keuangan.
Dan saran saya: sebagaimana telah saya sebutkan pada kalimat akhir, para pendidik-harus berkonsentrasi kepada keilmuannya, bukan tentang keuangannya, tapi menikmati keilmuannya: menikmati proses keilmuan, dan hal itu tidak akan bisa dilakukan kalau sendiri: guru harus membimbing sekaligus mengarahkan tentang visi peserta didik, selanjutnya, pihak orang-tua: pihak orang tua harus terlebih dulu menentukan arah kepada anaknya. Arah tentang bagaimana anaknya kelak, dengan mengonsentrasikan keilmuan anak dan jangan lupa tentang akhlak dan keagamaan. Saya tawarkankan keagaamaan: sebab agama menawarkan realitistis kemanusiaan, dimana tujuannya pasti sesuai dengan tuntutan zaman.
Bersamaan dengan kawalan orang-tua dan guru, maka akan mengerem tentang pelompatan pemikiran, yang didapatkan peserta didik di zaman informasi. Sekali pun terjadi pelompatan-pemikiran, masih terarah kepada sesuatu yang harus diahlikan.
2017-01-14
Belum ada Komentar untuk "Lompatan Pemikiran di Zaman Informasi"
Posting Komentar