Santri Menulis Keilmuan Santri
Senin, 30 Januari 2017
Tambah Komentar
Jangan remehkan ‘sesuatu’ yang melekat dalam diri-santri, banyak hal yang mampu dituangkan dalam bentuk tulisan: yakni, tentang:
Keislamannya
Keimanannya
Pengetahuan tentang Allah
Pengetahuan tentang Nabi
Pengetahuan tentang Rasul
Pengetahuan tentan Rukun iman
Pengetahuan tentang ‘keadaan’ orang-orang muslim.
Pengetahuan tentang data-data yang dihapal santri.
Tentang surat-surat yang dihapal santri.
Tentang nadhoman yang disantri.
Bercurhatlah, curhat di dalam teks, curhat di dalam tulisan, yang itu, di dasari pada islam, sehingga dengan cara itu: santri akan:
Terasah pengetahuannya.
Terasah pada konsentrasi keislaman.
Kerajaaanya tidak begadangan ‘kosong’.
Sibuk dengan membaca-baca.
Sibuk dengan aktifitas menulis demi menulis.
Yakni mengokohkan pengetahuannya.
Kemajuan islam, zaman kejayaan islam, paling kuat berada di masa pemerintahan abbasiah, yakni kepemimpinan khalifah al-makmun, alasannya karena beliau menyukai keilmuan: alasannya lagi, karena islam tepuk dengan budaya keilmuan barat—yakni bertemu dengan pemikir-pemikir yang global. Di saat itulah ilmu pengetahuan islam melejit. Di saat itulah perbukuan islam melejit.
Zaman sekarang, buku, hampir-hampir terkalahkan dengan digital—banyak kitab-kitab bertebaran di internet—kemarin saya mendownload kitab qotrul ghais karya Imam Nawawi, ini salah satu contohnya: bahwa zaman sekarang, internet menjadi komonitas yang paling hebat. sebabnya, kemajuan zaman, zaman memang harus seperti itu.
Orang-orang tidak bisa menyangkal, bahwa sekarang zamannya sudah saling-menyaling.
Pertemuan bergeser makna—pertemuan tidak sekedar pertemuan yang real, pertemuan, mampu lewat komunikasi, dan itu mampu dikatakan ketemuan.
Saya sendiri sering menjalin komunikasi dengan guruku, Haidar Buchori, dan itu lewat telephone: dan saya adalah salah satu dari sepersekian murid yang menjalin komunikasi lewat alat teknologi.
Ringkas kata, santri, menulislah, tentang apa yang diketahui oleh santri, yang itu adalah tentang keislaman.
Ketahuilah, tatkala saya mengkaji filsafat, maka mengkaji ulang hal-hal yang dasar kembali. Mengkaji ulang tentang dasar-dasar dari segala sesuatu. Ini sebagai contoh, bahwa kita pun, para santri, penting mengkaji ulang tentang hal-hal dasar dari keislaman, yakni tentang rukun iman dan rukun islam, ini penting. Sebab, muara dari keislaman terletak pada kedua kata-kunci tersebut.
Sejauh ini, orientasi santri menulis, digemborkan, menulis tentang sesuatu yang mendapat uang secara praktis, tentang sastra, tentang curhatan, dan saran saya: tulislah dalam blog, wordpress, atau yang lainnya, tujuan utamanya: adalah tentang perjalanan keilmuan. Tentang ‘pengetahuan’ yang ada di dalam diri santri itu sendiri.
Zaman sekarang, benar salah, di dunia internet adalah sesuatu yang sangat tipis sekali.
Data-data tentang internet, tidak sepenuhnya bisa dikatakan, bahwa itu adalah data yang tidak bisa dipertanggung jawabkan: banyak di internet yang dengan sengaja, mengopy kitab:
Kitab qotrul ghaist saya dapatkan adalah kitab yang dicopy secara penuh, sama plek dengan kitab kenyataan. Kitabnya kuning, sudah diabsai ala-ala santri.
Selanjutnya, tatkala menulis di blog atau wordpress, lamat-lamat mampu menghasilkan uang. kalau tidak percaya, tanyalah kepada kaum-muslim yang sibuk dalam dunia ‘blog,’ ‘wordpress’ atu yang lainnya, dia pun mendapatkan uang dari itu.
Alasannya, karena setiap kita mengklik internet saja, disitu, proses-jalinan-keuangan meluncur, Perusahaan Google, mendapatkan upah dari orang-orang membuka google.
Perusahaan facebook, mendapatkan upah dari orang-orang ‘bermain’ facebook.
Kaum muslim, santri, ayolah membuat blog, ayolah menulis, tunjukan, bahwa umat islam Indonesia, mampu menjadi ‘penyeimbangan’ buat para bloger, yang bukan berbasis islam.
Kenalilah, banyak orang yang bukan berbasis islam lalu menulis keislaman, banyak.
Banyak orang yang tidak berpengetahuan-banyak islam atau sibuk dengan rutinitas islam, menulis keislaman, banyak.
Mengapa santri tidak menulis?
Santri, tidak harus menjadi ‘sosok’ yang kere terhadap keduniaan: zaman sekarang itu, membutuhkan sesuatu yang namanya nilai-keduniaan. ketahuilah, sawah-sawah pun sekarang sudah canggih.
Orang ke sawah menggunakan ponsel.
Orang ke sawah bisa sambil selfi.
Nyawah sekedar sampingan.
Sepeda motor menjadi hidup ringkas.
Akhirnya, santri, ayolah menulis, tuangkan pengetahuan ‘aneh-anehmu’, pengetahuan ‘keislamanmu’, tujuannya, supaya ilmumu bertambah, supaya pengetahuanmu bertambah, supaya ‘hapalanmu’ bertambah. Itulah yang sekarang saya lakukan. Santri menulis.
2017
baca juga:
Belum ada Komentar untuk "Santri Menulis Keilmuan Santri "
Posting Komentar