Melampaui CCTV
Selasa, 24 Januari 2017
Tambah Komentar
“Aku ingin merekam seluruh orang di bumi, seluruh aktifitasnya!”
“Jangan ‘aneh’. Itu terlalu mustahil.”
“Lihatlah, alat yang baru kutemukan. Yakni, pendeteksi seluruh ruangan yang mampu diatur tentang denah-denah orang-orang dan mampu merekam orang-orang seperti gambar yang sesungguhnya, serta mampu menangkap suara. Seperti satelit yang mempesona, yang mampu mencakup ratusan orang dalam sekaligus. Lihatlah beberapa monitorku. Kemarilah.”
Dia menggiringku di ruangannya. Ruangan serba monitor, persis seperti sebuah Mall yang memiliki CCTV.
“Ini lebih dari sekedar CCTV, telah kurancang melampaui CCTV. Sehingga tidak terbatas ruang untuk penempatan alat, alat itu kusebut dengan, Way of Cyrcle.”
“Busyet! Apa kau ingin menjadi ‘Tuhan’?” sahutku kepadanya, sambil menatap monitor yang telah menyala tentang aktifitas manusia.
Dia hanya terdiam sambil merenggangkan bibirnya. Hingga berkata, “Terkadang orang lalai dan mengabaikan Tuhan. Pikir mereka, Tuhan tidak mengawasi mereka.”
“Pahamilah! Tindakanmu mampu meresahkan warga…”
“Meresahkan bagaimana,” katanya memotong.
“Pokoknya, orang-orang bakal tidak nyaman dengan aktifitasnya.”
Dia segera menyela, “Tidak nyaman bagaimana?”
Kedahsyatan Way of Cyrcle adalah menitik fokuskan kepada manusia, jadi hal-hal yang berkaitan dengan atap akan tembus pandang. Itulah alat kecil yang dibuat olehnya. Terbang bagai lalat sendirian. Berlalu lalang di sekitar awan. Bila hujan tiba, ia mempunyai pembersih untuk pemandangannya.
“Baiklah,” aku menyerah dengan penemuannya, “Jadi, sampai kapan kamu seperti ini?”
“Entahlah, masih kunikmati way of cyrcle ini,”
“Tapi mengapa tidak kau ciptakan alat yang bermanfaat untuk dunia ini? Bukannya itu menambahkan pundi-pundi uangmu?”
“Mengertilah, sesungguhnya ini adalah alat yang bermanfaat: aku ingin mereka-mereka taat kepada Tuhan, dan semakin tergamblangkan bahwa Tuhan itu selalu mengawasi kita.”
“Mengapa tidak coba kamu pamerkan?”
“Agaknya, pikiranmu terlalu panas denganku. Tunggu sebentar aku ingin mendinginkan pikiranmu,” jawabnya santai.
Berjalanlah ia menuju kulkas. Diambil air dari sana. Dituangkan. Dan berkata, “Mari kita bicara dengan santai.”
“Sebenarnya,” katanya, “Saya terinspirasi dengan cctv dan satelit nasa, yang mampu menjangkau tentang aktifitas dunia. Dan itu penyambungan berkaitan dengan internet. Mengapa tidak dikembangkan di daerah-daerah kecil? Itulah gagasanku. Setidaknya dengan adanya way of cyrcle, orang-orang akan menjaga tindak-tanduknya. Akan menjaga tentang keburukannya. Sebab segala apa terekam di sini.
Lihatlah: kujadikan ia, menjadi alat yang selalu merekam. Yakni, ketika kita menyaksikan pemutarannya, secara otomatis ia merekam sendiri.”
“Tumben sekali kamu memikirkan tentang hukum,” candanya kemudian. “Tumben sekali memikirkan tentang masyarakat.”
“Sudah saatnya tobat,”
“Itu terjadi ketika aku berkumpul keluarga di kampung, kurasa mereka hidup damai, dan memnonton televisi adalah sebagai hiburan. Tapi bagiku, televisi yang mereka hidupkan adalah membuatku geram dengan perilaku manusia.
Kulihat, berita kriminal dimana-mana. sementara, pihak hukum, terlalu lemah untuk menentukan solusinya. Keadaan mereka membuat sangsi adalah bukan untuk menjadi jera. Namun, malah menjadikan yang lain untuk mengikutinya.
Televisi sendiri seenggaknya telah mengajarkan tentang bagaimana membuat kriminal. Lihatlah ini,”
Dengan cepat, dia mematikan satu monitor, dan mengantikan chanel ke saluran televisi. Yang memang di terik matahari ini, adalah acara berita. Hingga kemudian dia berkata, “Terkadang lucu bukan?”
“Bukan! Tapi itulah kenyataanya. Penting diketahui, bahwa tujuan televisi adalah bagaimana membuat jera para tersangka kriminal. Tapi memang di lain sisi, televisi, walau pun itu sekedar berita akan terkesan lucu, sebab bagi para petani klutuk, untuk apa kabar-kabar tentang korupsi yang uangnya jauh dari meraka? Tidak sebanding dengan pendapatan mereka? Hahaha. Dunia memang lucu. Sangat lucu dibandingkan dengan kelucuannya. Anehnya, orang-orang masih juga bersitegang terhadap kelucuan tersebut, termasuk aku. Ya, intinya, aku kurang sabar menerima kehidupan ini, bukannya begitu?”
“Tepat sekali. Benar-benar lucu, bahkan saya-saya sendiri, kurang sabar menerima dunia ini. Astagfirullah.”
“Tapi,” imbuhnya seketika. “Sepakatkan bila kamu mendukungku memakmurkan desa di sini, yakni mengawasi setiap aktifitasnya dengan cara membuat ruangan perekam aktifitas mereka.”
“Untuk apa?” Jawabku cepat. Dan segera meneruskan, “Untuk mempermalukan mereka: membuka kepribadian mereka?”
Dia melangkah kaki menuju jendela, mebuka horden hijaunya. Dibukalah jendelanya. Matahari yang telah condong ke barat telah membuat bayang-bayang. Dilihatlah burung terbang di udara. Dilihatlah lalat masuk dalam rumahnya, lewat jendela yang dibukanya. Kemudian ia berkata, “Seperti lalat yang terbang menghampiri rumah demi rumah. Bukannya lalat tersebut mengetahui beberapa rencana manusia?
Seperti cicak yang berada di dinding kamar-kamar manusia. Bukannya mereka mengetahui apa-apa yang manuia bicarakan? Seperti semut yang berjalan di lantai, dan sekitar manusia: tidakkah mereka mengetahui apa-apa yang dilakukan manusia? Tapi semua itu diam. Semua itu menjaga tentang apa-apa yang dilakukan manusia. Ya, aku ingin seperti mereka: merekalah yang menguatkan keinginanku untuk memperbesar ruangan perekaman setiap mereka.”
Aku menyantai-santai diri untuk berkata, “Tapi mereka binatang, bukan manusia!”
“Sudah tidak asing manusia kerap dijuluki sebagai binatang. Sudahlah. Kita ganti persoalan: pertanyaanya, bagaimana bila alat tersebut diedar luaskan buat agen-agen rahasia di negara kita? Yakni, mendeteksi tentang orang-orang yang menjadi tersangka. Termasuk tersangka korupsi, kita cari sampai akar-akar korupsi?”
“Jadi, kamu ingin menghantui mereka?”
“Mungkin, iya. Tapi bukan aku, tapi pihak penyidik. Bukannya pihak penyidik penting untuk pandai? Bukannya sejauh ini, kebanyakan penyidik menggunakan alat manual, yakni dengan kata-kata keluar dari mulutnya. Jarang menggunakan kecangihan zaman, termasuk mengikuti penyidik-penyidik di eropanan.”
“Menurutku tidak pas sekali. Saranmu tidak masuk akal sekali. Maksudnya terlalu ribet jika dipraktekkan. Tapi baiklah akan kuseimbangkan kata-katamu. Bagaimana kalau wakil rakyat di ketahui aktifitasnya? Yakni, sebagai korban perekaman kepribadiannya. Jadi, jika ada 300 wakil rakyat. Maka kita membutuhkan 300 monitor untuk setiap orangnya, bagaimana?”
“Agaknya, pas, sebab, kebanyakan para korupsi adalah jajaran kepemerintahan negara,” kataku membalas keanehannya.
“Kita akan mengerti tentang aktifitasnya, jam kerjanya, khususnya pengabdiannya kepada pemerintah: apakah ia benar-benar mengabdi untuk masyrakat? Atau, mereka sekedar ingin mendapatkan upah yang besar, atau mereka masuk supaya mudah untuk korupsi? Dan alasan apa kebanyakan orang ingin menjabat sebagai wakil-rakyat: aku rasa, penting untuk menakuti mereka supaya tidak gegabah menyalonkan diri menjadi pemimpin-pemimpin rakyat, bahwa pemimpin itu tugasnya berat, apalagi berkaitan dengan rakyat,” geramnya kemudian.
Mendengar letupan geram dia. Aku tersenyum kusut, dan berkata, “Jadi, bagaimana rencana ke depanmu, dengan way of cyrcle?”
“Ah, mungkin, kecintaanku kepada lingkunganku, adalah dengan mengawasi aktifitas-aktifitas mereka. Bila mereka ada persoalan rumah tangga—maka akan kulaporkan kepada orang yang pantas menghakimi mereke dengan bijak?”
“Alangkah baiknya bila disembunyikan tentang way of life kepada orang-orang,”
“Tentu, akan kurahasiakan tentang way of life untuk semuanya, sebab ini berkaitan dengan moral: dan hubungan moral adalah rasa malu.”
tercipta maret, 2013 di edit 2017
Belum ada Komentar untuk "Melampaui CCTV"
Posting Komentar