Memahami Agama Lewat 'Bahasa' Keagamaan


Saat saya mengkaji filsafat, berkutat ketat pada sejarah peradaban, mulai dari filsafat yunani kuno, filsafat india, juga filsafat timur, juga membaca tentang kronologi sejarahnya, menjadikan perspektif unik terhadap agama—jangan dulu menclaim, yang aneh-aneh: perspektif adalah sudut pandang, maksudnya secara penglihatan dan pengrasan terhadap agama berbeda dari waktu sebelumnya, sebelum saya menyemplungi dunia-filsafat dengan cara belajar di jurusan filsafat. Yakni, penglihatan yang berurat akar terhadap pengetahuan bahasa.

Pengetahuan bahasa sangatlah penting untuk mendapatkan pemahaman bahasa. Itulah yang ingin saya curahkan. Dari pengetahuan bahasa penting ditinjau sekali lagi, apa itu pemaknaan dan mengapa kita harus mengerti setiap makna. Potret sejarah mungkin sepertinya ringkas, tapi sejarah adalah proses keseluruhan orang-orang menjalankan aktifitasnya, dan pemenggalan terhadap berita sejarah adalah kecenderungan orang-orang mengambilnya, tepat sebagai potret.

Dari bahasa agama akan dilihat mengapa teks-teks tersebut digunakan, bagaimana kronologi teks tersebut digunakan, diterapkan dan dipakai. Terlebih lagi, mengapat teks tersebut sangat penting. Teks sangatlah penting. Sangking pentingnya, para filsuf berdebat melalui teks, dan informasi, gejala sosial bermula dari teks. Ringkasnya, tanpa teks, dunia sebenarnya indah, atau hampa. dunia menjadi tidak ada gejala. Keributan adalah wajar. Tapi sekarang, membayangkan dunia tanpa teks, adalah sekedar fantasi. Dunia para binatang, tumbuhan, yang tidak kasat mata menggunakan teks, walau pada dasarnya mereka juga menggunakan tanda—seperti ayam berkokok. Kokokan adalah tanda, bahwa itu dikirim dari ayam.

Teks atau bahasa, telah bertebaran secara langsung atau tidak langsung. Tujuannya tentu sebagaimana difungsikan teks tersebut. Yang pasti, teks atau bahasa difungsikan sebagai alat komunikasi. Komunikasi bisa berarti jalinan satu pihak, atau keduanya meresapi. Dan itu, terjadi menurut si individu, maukah menerima komunikasi atau tidak menerima: ada teks yang terpajang di pinggir jalan, di depan rumah, atau gedung-gedung. Atau teks yang terbang di udara: lagu, musik, informasi, atau suara tumbuhan, binatang.

Secara khusus, agama menjadi sorotan utama dalam tulisan ini: dalam perkuliah, dalam setiap penyampaian makalah, selalu definisi teks diutamakan, tujuannya simpel, supaya si pembicara mengetahui teks-teks yang disampaikan, garis besar yang disampaikan. Definisi itu bagi saya kini meluas ke ranah, sejarah teks, asal-usul teks, sampai kepada makna teks, bahkan teks tersebut di tempatkan dimana saja. Sependek kata, manusia beragama harus memahami teks-teks agama, harus memahami makna-makna dari bahasa agama.

Teks agama, atau bahasa agama, mungkin terlalu luas, dan banyak. Mungkin terlalu banyak—karena memang lahirnya agama, sejak dahulu kala, kalau sekarang dikumpulkan, maka keluasannya adalah diperpustakaan, sebanyak itu: tidak. Maksud saya simpel, setidaknya manusia beragama, memahami hal-hal ringkas awal tentang makna-makna teks yang sederhana.

Proses pemahaman adalah, sekali lagi, untuk coba dipahami tentang teks agama. Arti sekali lagi adalah bahwa masa-lalu telah mengetahui agama, telah belajar agama, tapi sekarang, penting lagi mengetahui tentang apa yang diketahui. Pengetahuan itu, yang nantinya akan menjadikan paham. Yang selanjutnya menjadi: bahwa ia paham tentang agama.

Dari pemahaman bahasa, maka akan didapati bahwa fungsi agama itu simpel, ringkas, sederhana, dan menerima tentang kenyataan harus saling menyaling, saling mengasihi, menyayangi, karena kita berada dalam kekuasaan Tuhan yang esa.

Pemahaman yang tertanam: Tuhan yang esa, tentu, menjadikan pola pikir, bahwa kita sama-sama manusia, dan penting untuk bersinergi menjalani hidup di dunia, maka timbullah kebersamaan. kebersamaan itulah dijadikan prinsip. Prinsip yang ditanam, Tuhan yang maha esa. Oleh karenanya, penganut agama awal, dalam sejarahnya kuat membangun dunia: sebutlah agama yang populer, yakni nasrani, di abad awal masehi; kepopuleran prinsip mengantikan paradigma berpikir yunani yang berlandaskan rasio (Apakah nasrani tidak berlandaskan rasio? Tentu, karena efek dari kesamaan-prinsip, bakal menentukan etika yang tersusun.) kepopuleran sekolahan Yunani laksana ditugrub oleh keberadaan agama nasrani. Keberhasilan agama nasrani berada di puncak eropa, dan eropa menjadi jalan keberadaan agama. Filsafat dari rasio bergeser ke filsafat ketuhanan. Apakah pergeseran itu hilang, bersih? Tidak. Satu dua, masih ada, dan tentu tidak bisa hilang sepenuhnya, aliran-aliran rasional tetap ada, hanya saja, kekuasaan-terpimpin, memihak pada sektor ketuhanan. Teks dasar, atau prinsip dasar: Tuhan yang maha esa. paradigma-ketuhanan masih melesat, bertahan, sampai kepada eropa mulai menjajah negara demi negara, bersafari, dan mereka membawa agama; entah compang-camping esensi keagamaan, atau bahkan tidak-taat beragama, yang jelas, status harus beragama, karena agama menjadi sentral utama dalam sebuah pemikiran. Selanjutnya, agama islam muncul, lalu perkembangan agama islam, melesat sampai kepada eropa; bertemulah agama dengan eropa—dan proses-proses ini pertauatan bahasa sangatlah esensial. islam menyebar ke seluruh dunia, bertemu dengan bahasa-bahasa selain arab (Ajam). Berjumpa dengan watak-watak yang berbeda. Perjalan keberagamaan, menjadi pengetahuan (epistemologi) tersendiri bagi mereka yang kedatangan sesuatu sistem yang disebut agama, tatkala mereka menyebutnya agama adalah keyakinan atau kepercayaan. Terlebih lagi, di indonesia, sebelumnya telah mengenal yang namanya agama, hindu dan budha; yang nilainya agamanya, tentu ‘sama’ dengan agama nasrani dan islam, yakni demi kebaikan dan membawa ajaran moral. Bermoral baik. Beretika baik.

Melihat dari proses sejarah tersebut, memang sangat penting, untuk mengkaji ulang, bahasa-agama, (yang mungkin terlupa, atau lalai, karena sangking akrab dan biasanya di telinga dan mata), setidaknya searcing atau bertanya, hal-hal sederhana yang ada disekitar yang itu berinformasikan tentang agama.

Secara praktis, pada akhirnya akan menemukan, ternyata kalau setiap orang memahami makna dari apa yang ditawarkan agama, kehidupan itu sangat manusiawi dan alami, yang tujuan utamanya adalah menjalin hidup di dunia, bersama-sama. Dan ternyata, untuk memahami bahasa agama, membutuhkan waktu lama, sebab tawaran agama melingkupi semua, dan hal itu mencakup detail-detail agama. Ternyata, tatkala orang beragama harus berpengetahuan luas tentang agama itu sendiri. Ternyata, pengetahuan sangat penting bagi orang beragama. Ternyata, pendidikan sangat penting. Ternyata… banyak ternyata yang harus diketahui orang yang beragama.

2016

Belum ada Komentar untuk "Memahami Agama Lewat 'Bahasa' Keagamaan "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel