Manusia Angan-angan


Adakah yang mengetahui, mengapa aku kerap kerap berangan-angan? Adakah yang mengetahui itu wahai yang tak perlu menjawab pertanyaanku, sebab jawabanmu pun bakal kutangkap menjadi angan-angan.



Seakan-akan semua telah menjadi bungkusan dalam kepalaku dan itu lebih indah dibanding dengan segala keindahan yang pernah kualami, dan apakah ini yang disebut rasa iman: yang membusa didiri, yang semestinya tidak perlu dikatakan. Aku pun begitu curiga, mengapa masih juga mempertanyakan tentang dunia angan-angan. Tentang yang bersarang di kepalaku. Yang lama ke lamaan menjadi memori yang kini kutanya, berapa kapasitas penyimpanan dalam otak: ah itu semua adalah sementara saja. Bersifat segera sirna.



Sirna. Seperti kejadian malam ini, yang harus kembali mendengar tentang fakta-fakta. Ya, kudengar orang-orang berbicara samar-samar. Kudengar kodok ngorok. Ah bisa jadi sang kodok adalah para penakut, yang memanggil teman untuk menemaninya di kala berjaga di malam yang gelap. Bisa jadi ngerik jangkrik adalah tanda bahwa jangkrik pun takut dengan keberadaan malam yang gelap. Dan pada kegelapan mereka saling terjaga demi menahankan diri, demi mempertahankan diri. Hewan makan hewan. Begitulah hukumnya. Hukum rimba para hewan. Yang sesungguhnya lebih mengerikan dibanding dengan manusia. Mereka mengincar, dan siap menerkam.



Apabila bumi dikuasai hewan. Apabila hewan memperbudak manusia.



Mendadak aku teringat tentang kisah Nabi Adam. Tidak. Aku tidak teringat: tapi sekedar angan-angan tentang Nabi Adam, yang pertemuannya di gunung rahman. Maka orang-orang menyebutkan Jabal Rahman. Yakni, gunung kasih-sayang. Karena, pedapat kuat mengatakan, disanalah mereka dipertemukan.



Apabila Adam bertemu di daerah yang tanah subur yang ditumbuhi segala macam buah-buahan. Bukannya di sana juga banyak seri kehidupan, jauh lebih banyak dibanding tanah gersang semacam ketimuran, timur tengahan. Jadi, Adam banyak saingan. Yakni para hewan, yang saling rebut untuk mencari makan. Bukannya Adam pun membutuhkan makan?



Bila Adam dulu lebih memilih mati kelaparan. Bila begitu kenyataannya, maka tamatlah sudah cerita kehidupan. Tapi cerita selalu dibuat lebih dramatis. Selalu menampilkan berbagai kecemasan dan bala ketakutan, tepatnya, selalu diuji. Dan adakah orang-orang tidak pernah diuji dalam hidupnya?



“Ada,” jawabku singkat.



“Siapa?”



“Pasti ada.”



“Siapa? Siapa namanya?”



“Apa yang tidak mungkin di dunia ini, wahai yang bertanya!”



“Tapi siapa?! Siapa namanya?”



“Manusia angan-angan.” Jawabku seketika.



Bagiku. Manusia angan-angan adalah manusia yang tidak ada. Bukannya begitu? Yakni, dia yang tidak mempunyai hati, tidak mempunyai keinginan untuk ini dan itu. Sekarang, adakah orang yang tidak pernah berbuat dosa menurut agama?



“Ada.”



“Siapa?”



“Nabi kita.”



“Siapa? Siapa namanya?”



“Mengapa kamu terus mendesakku?”



“Tapi siapa? Siapa namanya?”



Perlu diketahui, sejak dari Nabi Adam terkena bujuk-rayu setan. Begitulah awal-muawalnya. Dari situ, terus saja berlangsung tentang kesalahan.



“Jangan tuding dulu aku mendakwa mereka bersalah! Please! Tahan dulu,” Pintaku menerangkan sebelum didesak-pojokkan seakan-akan menghina. Sungguh, tidak ada niatan untuk menghina. Tapi begitulah yang terjadi, bahwa inilah kata kuncinya,



“Mereka manusia. Mereka bukan “Manusia angan-angan.””



Kalau tidak ada kesalahan berari dia adalah “kebenaran”. Tatkala membicarakan “kebenaran”, maka dia adalah benar. Selalu benar. Karena tidak ada kesalahan.



Kita adalah peneliti, kawanku. Maklumilah, bahwa hanya Dia yang benar. Selain itu semuanya, memiliki kesalahan. Walau pun itu kecil sekali, pasti ada kesalahan. Pernahkah membayangkan atau mempertanya, “Dosa besar apa yang kamu kerjakan?” kepada setiap orang. Sungguh, mereka akan menjawab tentang dosa apa yang mereka kerjakan. Wal hasil, tatkala ilmu mereka semakin tinggi, maka jawabannya adalah semakin mengena dihati. Dan apabila ilmu mereka dangkal, maka jawabannya adalah sepadan dengan jawabannya.



“Lantas, masihkah dari sepersekian yang kamu ceritakan adalah angan-angan?”



“Ya. Benar.”



“Jadi, sejauh kamu bekicau bagai burung di pagi hari: adalah angan-angan belaka.”



“Benar.”



“Aku tidak percaya kepadamu.”



“Benar sekali, wahai manusia angan-angan.”



“Kamu…” katanya dengan nada geram sembari keningnya berkerut dan menambahi, “Aku ada seperti ini, dikatakan, “manusia angan-angan.””



“Memang.”



“Mengapa? Mengapa kau katakan begitu. Berikan alasan yang jelas kepadaku!”



“Tidak ada alasan yang jelas kepadamu. Sebab telah banyak bukti yang jelas datang kepadamu, apakah kamu tidak memikirkan itu, wahai manusia…” jawabku sembari terbengong untuk meneruskan, “Apakah layak diimbuhi untuk “Manusia angan-angan.” Padahal aku sendiri bagian dari orang yang digurui kata-kataku. Aku merasa, bahwa aku adalah manusia angan-angan, yang terus berangan-angan di dalam diriku. Orang-orang mungkin jarang mengetahui tentang angan-anganku bila aku tutup mulut dan menyembunyikan catatatku, catatan tentang angan-anganku. Orang-orang tidak akan pernah mengerti tentang apa yang kupikirkan bila aku tidak membagi tentang apa-apa yang kupikirkan, hanya menjalani praktik hidup yang praktis. Menanam sampai memanen. Begitulah seterusnya.



Tidak penting untuk jauh berangan-angan. Apalagi tentang Tuhan, apalagi berupaya untuk menjumpai-Nya. Kusadari, adalah bila ingin menjumpai Tuhan, maka adalah aku—patut mematahi peraturan ketuhanan. Aku telah masuk dalam hukum Tuhan, maka mau tak mau harus mematuhui. Itulah prinsip kehendak. Yang mau tak mau harus dilaksanakan. Dia maha kehendak atas segala sesuatu karena semua-Nya adalah milik-Nya.



Semeski adalah sekedar angan-angan, tentu itu adalah milik-Nya. Karena semua adalah ciptaan-Nya. Dan tentu, walau sekedar angan-angan akan kembali pada-Nya. Ya, walau sekedar angan-angan akan kembali pada-Nya.



Tatkala malam kian sunyi. Semakin kusadari. Orang tidak bisa melepas dari pikirannya, kecuali Dia Menghendaki, karena Dia Maha Mengendaki. Tapi, bagaimana tentang ilmu kedokteran yang melepas otak manusia dan memindahkan otaknya pada orang lain? apakah ilmu itu sudah berhasil? Wahai penjawab tak usahlah kau paparkan jawabmu padaku: sebab pertanyaan ini adalah pertanyaan angan-angan.



Apabila kau menjawab? Jawablah didunia angan-angan. Jika kau tanya dimana dunia angan-angan. Di dalam kepala adalah dunianya, yang bisa diubah-gubah menjadi indah, melampaui keindahan hidup yang nyata. Lantas, adakah dunia angan-angan? Atau, itu sekedar angan-angan.



Aduh, ini adalah bayang-bayang.
**

Belum ada Komentar untuk "Manusia Angan-angan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel