ISLAM-SUBJEKTIF: Islam ‘Menurut Saya’

Setelah engkau kuliah, setelah membaca teks-teks atas nama islam, di dukung kemajuan zaman informasi, engkau membaca-baca tentang keislaman, bersibuk dengan kajian keislaman, mulai dari sejarah-islam, al-quran, tafsir, hadist, fikih, usul fikih, ilmu kalam, dan akhirnya engkau mengkalim:

Islam Subjektif, islam menurut Saya.

Kataku, memangnya tidak sejak dulu islam senantiasa seperti itu, kuat dengan tradisi subjektif, sebab islam adalah beraliran idealisme, maka sudah pasti kental dengan nuansa subjektif. 

Keimanan untuk diirmu sendiri.

Keselamatan untuk dirimu sendiri.

Kebaikan untuk dirimu sendiri.

Surga untuk dirimu sendiri.

Bukankah itu tentang subjektif? 

Karena kau berkata, islam ‘menurut saya’

Kataku, itulah kemampuanmu, itulah batas-sekarang dirimu, menerima keislaman. Bukankah memang sejak dulu orang-orang muslim menjalankan kemuslimannya adalah ‘menurut dirinya sendiri’

Ia menjadi hakim buat dirinya.

Ia menjadi pelaksana buat dirinya.

ia merefleksikan menurut kemampuan dirinya.

Ia melakukan ibadah menurut kemampuan dirinya.

Selalu seperti itu. Tak ada yang salah dengan sebutan ‘islam menurut saya.’

Toh kamu tidak terlepas dari guru-gurumu. Tidak terlepas dari ajaran-ajaran yang telah meresap pada dirimu. Dan tidak melepas pengetahuanmu tentang cara membaca al-quran! Tidak mampu melepas bahwa engkau berbohong kepada dirimu.

Kenanglah, sebelum engkau mengklaim islam-subektif adalah proses islam-objektif. Yakni, pengetahuan islam yang disodorkan kepadamu:

Kebenaran di ukur secara objektif.

Dalil-dalil di kabarkan sangat objektif.

Hukum-hukum dikabarkan sangat objektif.

Setelah pengalamanmu, melalangbuana-membaca teks-teks islaman, atau bahasa lainnya: engkau mengkonfirmasi ulang keislamanmu, maka disitulah klaim islam-subjektif muncul.

Engkau berusaha mengambil cara mudah berislam menurut kapasitasmu.

Engkau bertindak keislaman menurut kadar-kualitas diirmu.

Engkau belajar keislaman menurut kemampuanmu.

Dan engkau mengekrpesikan keislaman menurut kemampuanmu.

Memangnya apa yang salah dengan klaim ‘islam-subjektif’?

Bagiku, itu adalah proses-pengonfirmasian pengetahuan keislamanmu, yang malah lebih sarat ke arah objektifitas menurut kemampuanmu dengan dalih inilah islam subjektif, padahal engkau berproses menjadi islam yang berobjektif dan mencari objektif seperti apa!

Untuk lebih mudahnya, mari kita kenang sejarah keislaman di zaman Kanjeng Nabi—saya mau menunjukan kepadamu tentang ‘tempat’ klaimmu itu— dimana klaim islam-subjektif di masa kanjeng nabi?

Apakah para sahabat menjalankan keislamannya secara subjektif, menurut dirinya sendiri?

Apakah orang-orang yang jauh, rumahnya, lalu datang ke madinah minta baiat masuk islam, selanjutnya dia menjalankan islam-menurut dirinya sendiri?

Apakah orang-orang yang berada di zaman nabi, yang telah renta, tatkala masuk islam, dan tubuhnya tidak bergerak, lantas dia menjalankan keislaman menurut dirinya sendiri?

Apakah orang-orang yang tidak berkaki, dan dia masuk islam, lantas dia menjalankan islam menurut dirinya sendiri?

Kenalilah, pengetahuan yang telah didapat, pasti bakal merujuk kepada sumbernya. Secara otomatis, tatkala dia menjadi muslim, maka bersumber kepada Kanjeng Nabi, bersumber pada Al-quran. Begitu. Dan soal pelaksanaan keislamannya: tentu secara individu dan islam menjadi sangat subjektif, menurut ‘penangkapan’ muslim tentang pengetahuan islam! yang jelas:

Sama-sama mengimani apa yang diimani.

Sama-sama memahami rukuk keislaman.

Soal penampakan tentu itu menjadi subjektifitas. Tugasnya Kanjeng Nabi memberitahu, mengajak, menyampaikan, memberi kabar, sekaligus memperingatkan. Begitu juga tugasku kepadamu.

Katamu, saya sekarang menjelma aliran islam-subjektif, yakni islam menurut saya.

Kataku, saya juga mejalankan keislaman secara ‘subjektif’, yang tentu saja, karena saya pengajar, maka saya menyampaikan secara objektif data-data pengetahuan, namun tetap: dalam berislam saya sangat subjektif, dan jangan artikan bahwa subjetiv hanya mengandalkan diri sendiri, sebab tatkala telah mengklaim keislaman, sudah pasti masuk pada struktur keislaman, karena kamu masih dalam ranah islam. Begitu...

Belum ada Komentar untuk " ISLAM-SUBJEKTIF: Islam ‘Menurut Saya’"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel