Membaca Itu Kecepatannya Sama-Lambatnya
Senin, 02 Januari 2017
Tambah Komentar
Saya mau menyampaikan bahwasanya, aktifitas membaca itu sama kecepatannya, sekalipun sekarang banyak taburan kalimat untuk dibaca.
Perbedaannya yang utama, pembacaan sekarang adalah tidak-mampu dipertanggungjawabkan secara objektif—inilah yang diisukan oleh filsuf-filsuf postmodern, tentang kualitas ilmiah: nilai objektif ilmu-pengetahuan pada umumnya sangat dipertanyakan.
Memang kalau ukurannya sains atau teknologi, maka nilai-objektif tetap akan berguna, sebab ukuran sains atau teknologi adalah tetap maju, maju, dan maju. namun bagi ilmu-ilmu yang lain, missal, pada tataran mahasiswa, kelas pendidikan atau sejarah, maka nilai objektif, penting dipertanyakan, sayangnya tidak mudah dipertanyakan: sekali pun dipertanyakan, maka jawabnya benar. Yang jelas, para filsuf postmodern mengkritik tentang epistemology manusia kekikian: untuk lebih mudah memahami, kenanglah orang-orang kampus, lihatlah nilainya: apakah nilai sama-dengan kualitas diri manusia tersebut?—
Kecepatan membaca sama. Perbedaan yang lebih mencolok adalah media yang digunakan. Jika dulu, aktifitas membaca orientasinya kepada buku, mentok ke papan tulis. Sekarang, medianya bertambah-tambah, hal itu terjadi kemajuan teknologi.
Manusia membaca menggunakan tabletnya, handphonenya, atau laptopnya, sekali pun pada akhirnya, mereka juga masih menggunakan buku, masih mempercayai bahwa buku akan tetap eksis, karena manusia itu adalah mahluk yang eskis –contoh terangnya, adalah mahasiswa zaman sekarang, sekali pun referensi-referensi bisa dipungut dari internet, mereka masih menggunakan kertas untuk mewujudkan tulisan—
Apakah seseorang mampu membaca cepat sekali di zaman yang penuh informasi? Menurut saya, di zaman yang penuh informasi, manusia tergoda untuk membaca selain apa yang dikonsentrasikan. Manusia mudah tergoda untuk membaca yang lain, yang seharusnya bukan itu untuk dibaca, info tambahan itu memang berguna, namun jika belum memahami info yang utama, maka info yang kedua menambah pundi-pundi informasi. Sehingga yang terjadi, manusia melompat-lompat.
Melompat pemikiran, karena bacaan demi bacaan yang diterima. Pemikirannya dihasut untuk mengetahui-mengetahui lebih banyak, lebih banyak, dan lebih banyak. Wal-hasil, pemikirannya mampu memasuki lorong-lorong pengetahuan yang dalam. Semakin dalam. Semakin dalam.
Sehingga dasaran belum sempurna, namun pengetahuannya telah sampai kepada sesautu yang lebih dalam. Siapa yang dirugikan? Pola-pikirnya sendiri. Karena melompat-lompat pengetahuan. Apa efek kerugiaannya? Pola-pikirnya melompat-lompat. Sehingga efeknya, dia lalai bahwasanya manusia hidup layaknya rumah yang harus dibangun dan itu sesuai tahapnya.
Karena kecepatan membaca sama lambatnya, maka pengetahuan yang dimilikinya dapat dikatakan, dalam-namun-kurang memahami dasaran. Atau, dalam yang kemudian harus juga sering menjenguk hal-hal dasar. Sehingga, mereka tidak tersistem dalam hal pengetahuan.
Hal itu juga tersupport oleh tawaran-tawaran yang lain, sekali pun berbentuk media juga: mereka ditawari oleh teks-teks yang lain, teks yang tidak sesuai dengan kapasitas dirinya, karena mereka mampu membaca, maka mereka mampu mengetahui, bahkan mampu memahami. Mereka menerima teks tersebut, mau tidak mau. Layaknya dipaksa harus membaca.
Oleh karenanya (ini sebuah saran) tetap konsentrasikanlah hal yang dihendak diraih, kalau telah meraih apa yang hendak diraih, barulah bisa membaca yang lain. (Berkalimat mudah: namun ini saran yang berat dijalankan, karena godaan berada dimana-mana dan kita tidak bisa menghindar bahwasanya kita digoda untuk mengetahui, mengetahui dan terus: walau pada dasarnya, saran ini adalah sekeder pengingat, sebab tatkala diamati lebih lanjut, kita mempunyai konsentrasi khusus terhadap apa yang kita baca, sekalipun datanya beragam. Namun tetap saja, kita mempunyai konsentrasi khusus yang ingin diraihnya.)
Demikian…
Belum ada Komentar untuk " Membaca Itu Kecepatannya Sama-Lambatnya "
Posting Komentar