Nasihat: Status keilmuan
Rabu, 04 Januari 2017
Tambah Komentar
Taufik, kalau kau mempunyai ilmu, perkumpulanmu adalah perkumpulan ilmu
Pembicaraanmu adalah pembicaraan ilmu.
Jalan upahmu adalah dari ilmu.
Duitmu dari perkara ilmu.
Lidahmu berkoar tentang ilmu
Sibukmu, sibuk tentang ilmu.
Debatmu, ya debat tentang ilmu.
Itu terjadi, kalau kau benar-benar sibuk dengan dunia ilmu. Apa itu dunia ilmu? Jawabnya:
Kalau kau sibuk merangkup pengetahuan demi pengetahuan.
Kalau kau sibuk hapalan demi hapalan.
Kalau kau sibuk melangkah di majelis keilmuan.
Kalau kau sibuk belajar demi belajar.
Itulah syaratnya, Taufik: kalau kau telah berdedikasi tentang hal tersebut, tentu engkau akan berkumpul dengan orang-orang berilmu. Berkumpul itu eksistensi dari keilmuan, taufik. Eksistensi tentu ada prosesnya. Dan prosesnya tidak sebentar, taufik. Namun tetaplah kenalilah hal-hal individu.
Aku melihat engkau sibuk berkumpul dalam ranah keilmuan. Kamu bernaung dalam ranah keilmuan. Namun engkau melupakan hal-hal ini: melupakan hal-hal keilmuan individu:
Kau lupa mencerdaskan dirimu sendiri.
Kau lupa menghapalkan data-data pengetahuan.
Kau lupa tingkatan keilmuan.
Kau lupa akan hal itu—aku melihat kau mempermaikan ‘keilmuan’ itu sendiri. Wal-hasil, ilmu itu lari darimu. Kenapa saya katakan kau mempermaikan ‘keilmuan’:
Kau lupa bagaimana berprestasi, padahal engkau telah mengetahui caranya berprestasi
Kau tahu bahwasanya orang harus menghapal, tapi malah tidak menghapal.
Kau tahu bahwasanya kamu harus belajar, tapi kamu malah sibuk diskusi-tidak jelas.
Kau thau harusnya kamu berdiskusi yang jelas, tapi kamu malah memilih diskusi sembarangan.
Kenalilahlah Taufik, diskusi sembarang memang baik, tapi tetap saja, namanya juga ‘sembarangan’ tentu tidak baik. Baiknya: engkau diskusi kepada orang yang layak diajak diskusi. Dengan begitu, maka pengetahuanmu akan melesat dengan cepat.
Maka pengetahuanmu akan bertambah.
Kamu tertuntut untuk membaca lebih.
Kamu tertuntut untuk menghapalkan bacaan.
Kamu tertuntut untuk mengerti nama.
Kamu tertuntut untuk memahami.
Kamu tertuntut untuk paham.
Bersamaan dengan itu, orang-orang akan mengklaim bahwa kamu termasuk orang yang pandai. Lalu bersamaan dengan itu juga: orang-orang akan mengajakmu untuk diskusi. Bersamaan dengan itu juga, kedudukanmu juga akan terlihat. Bersamaan dengan itu, kau akan dikenalkan oleh acara-acara yang serupa dengan pola-pikirmu.
Lamat-lamat, pola-pemikiranmu akan melambung. Dan kau akan dikenal public. Begitulah tahapannya, Taufik. Lamat-lamat engkau akan membuat naskah untuk presentasi. Engkau akan membuat teks-teks. kalau kau sempat, maka kamu bisa membukukan naskah-naskahmu yang berserakan itu. kamu bisa mendapatkan pundi-pundi uang dari itu.
Selanjutnya, tatkala pemikiranmu mengajak untuk lebih hebat. Maka kamu harus, bahasa lainnya, mau-tidak-mau, kuliah: atau berkumpul dengan orang-orang yang sama cerdasnya. Masuk kuliahmu pun, tidak akan repot-repot. Kamu akan masuk dengan mudah, kalau itu memang telah layak untuk dirimu.
Sayangnya, perjalanan waktumu tidak seperti itu. Sabarlah. Aku tahu kamu telah mengetahui-kapasitas dirimu: jalanilah dirimu. Jalanilah karaktermu, tetaplah belajar. belajar tidak akan ada masanya untuk terlambat.
Tetaplah belajar.
Tetaplah belajar lebih.
Tetaplah lebih semangat belajar.
Jangan lupa realitasmu.
Jangan lupa kenyataanmu.
Belajar bagimu sekarang adalah sampingan, kenyataan, itulah realitasmu. Jangan berambisi untuk meraih hal yang memang itu bukan untuk kita. Terimalah karakter itu. Terimalah. Kita, mungkin, bukan seperti yang telah dipaparkan. Tapi kita bisa terapkan itu untuk anak kita, orang-orang sesudah kita, atau siapa-pun yang membaca. Kenanglah, manusia diberi sesuatu menurut batasnya. Bukannya begitu?
Sekarang, kalau kita tidak seperti itu:
terapkanlah hatimu sebagaimana orang berilmu.
Lihatlah sebagaimana orang-orang berilmu.
Lihatlah orang-orang berilmu yang baik.
Orang berilmu yang buruk, banyak,
Lihatlah dengan sudut-pandang baik.
Banyak orang-orang yang baik.
Banyak orang yang berilmu yang baik.
Tirulah sifat-sifat mereka.
Terapkanlah sifat-sifat Kanjeng Nabi, kalau mampu.
Tirulah kanjeng Nabi, dalam berakahlak, kalau mampu.
Kalau tidak, di muka umum jangan banyak bicara. Karena kata, dunia ini ramai, taufik. Terlebih lagi, sekarang, kalau kau menyadari bahwa kau berilmu, sekarang pun kau berkumpul dengan orang-orang yang berilmu ‘kan?
Pembicaraanmu adalah pembicaraan ilmu.
Jalan upahmu adalah dari ilmu.
Duitmu dari perkara ilmu.
Lidahmu berkoar tentang ilmu
Sibukmu, sibuk tentang ilmu.
Debatmu, ya debat tentang ilmu.
Itu terjadi, kalau kau benar-benar sibuk dengan dunia ilmu. Apa itu dunia ilmu? Jawabnya:
Kalau kau sibuk merangkup pengetahuan demi pengetahuan.
Kalau kau sibuk hapalan demi hapalan.
Kalau kau sibuk melangkah di majelis keilmuan.
Kalau kau sibuk belajar demi belajar.
Itulah syaratnya, Taufik: kalau kau telah berdedikasi tentang hal tersebut, tentu engkau akan berkumpul dengan orang-orang berilmu. Berkumpul itu eksistensi dari keilmuan, taufik. Eksistensi tentu ada prosesnya. Dan prosesnya tidak sebentar, taufik. Namun tetaplah kenalilah hal-hal individu.
Aku melihat engkau sibuk berkumpul dalam ranah keilmuan. Kamu bernaung dalam ranah keilmuan. Namun engkau melupakan hal-hal ini: melupakan hal-hal keilmuan individu:
Kau lupa mencerdaskan dirimu sendiri.
Kau lupa menghapalkan data-data pengetahuan.
Kau lupa tingkatan keilmuan.
Kau lupa akan hal itu—aku melihat kau mempermaikan ‘keilmuan’ itu sendiri. Wal-hasil, ilmu itu lari darimu. Kenapa saya katakan kau mempermaikan ‘keilmuan’:
Kau lupa bagaimana berprestasi, padahal engkau telah mengetahui caranya berprestasi
Kau tahu bahwasanya orang harus menghapal, tapi malah tidak menghapal.
Kau tahu bahwasanya kamu harus belajar, tapi kamu malah sibuk diskusi-tidak jelas.
Kau thau harusnya kamu berdiskusi yang jelas, tapi kamu malah memilih diskusi sembarangan.
Kenalilahlah Taufik, diskusi sembarang memang baik, tapi tetap saja, namanya juga ‘sembarangan’ tentu tidak baik. Baiknya: engkau diskusi kepada orang yang layak diajak diskusi. Dengan begitu, maka pengetahuanmu akan melesat dengan cepat.
Maka pengetahuanmu akan bertambah.
Kamu tertuntut untuk membaca lebih.
Kamu tertuntut untuk menghapalkan bacaan.
Kamu tertuntut untuk mengerti nama.
Kamu tertuntut untuk memahami.
Kamu tertuntut untuk paham.
Bersamaan dengan itu, orang-orang akan mengklaim bahwa kamu termasuk orang yang pandai. Lalu bersamaan dengan itu juga: orang-orang akan mengajakmu untuk diskusi. Bersamaan dengan itu juga, kedudukanmu juga akan terlihat. Bersamaan dengan itu, kau akan dikenalkan oleh acara-acara yang serupa dengan pola-pikirmu.
Lamat-lamat, pola-pemikiranmu akan melambung. Dan kau akan dikenal public. Begitulah tahapannya, Taufik. Lamat-lamat engkau akan membuat naskah untuk presentasi. Engkau akan membuat teks-teks. kalau kau sempat, maka kamu bisa membukukan naskah-naskahmu yang berserakan itu. kamu bisa mendapatkan pundi-pundi uang dari itu.
Selanjutnya, tatkala pemikiranmu mengajak untuk lebih hebat. Maka kamu harus, bahasa lainnya, mau-tidak-mau, kuliah: atau berkumpul dengan orang-orang yang sama cerdasnya. Masuk kuliahmu pun, tidak akan repot-repot. Kamu akan masuk dengan mudah, kalau itu memang telah layak untuk dirimu.
Sayangnya, perjalanan waktumu tidak seperti itu. Sabarlah. Aku tahu kamu telah mengetahui-kapasitas dirimu: jalanilah dirimu. Jalanilah karaktermu, tetaplah belajar. belajar tidak akan ada masanya untuk terlambat.
Tetaplah belajar.
Tetaplah belajar lebih.
Tetaplah lebih semangat belajar.
Jangan lupa realitasmu.
Jangan lupa kenyataanmu.
Belajar bagimu sekarang adalah sampingan, kenyataan, itulah realitasmu. Jangan berambisi untuk meraih hal yang memang itu bukan untuk kita. Terimalah karakter itu. Terimalah. Kita, mungkin, bukan seperti yang telah dipaparkan. Tapi kita bisa terapkan itu untuk anak kita, orang-orang sesudah kita, atau siapa-pun yang membaca. Kenanglah, manusia diberi sesuatu menurut batasnya. Bukannya begitu?
Sekarang, kalau kita tidak seperti itu:
terapkanlah hatimu sebagaimana orang berilmu.
Lihatlah sebagaimana orang-orang berilmu.
Lihatlah orang-orang berilmu yang baik.
Orang berilmu yang buruk, banyak,
Lihatlah dengan sudut-pandang baik.
Banyak orang-orang yang baik.
Banyak orang yang berilmu yang baik.
Tirulah sifat-sifat mereka.
Terapkanlah sifat-sifat Kanjeng Nabi, kalau mampu.
Tirulah kanjeng Nabi, dalam berakahlak, kalau mampu.
Kalau tidak, di muka umum jangan banyak bicara. Karena kata, dunia ini ramai, taufik. Terlebih lagi, sekarang, kalau kau menyadari bahwa kau berilmu, sekarang pun kau berkumpul dengan orang-orang yang berilmu ‘kan?
Belum ada Komentar untuk "Nasihat: Status keilmuan "
Posting Komentar