PUDARNYA GENERASI TANI


Orang-orang petani, di zaman era teknologi, pekerjaannya tidak terfokus pada penggarapan tanah. Tidak focus pada hal kesawahan. Sebab dengan keberadaan teknologi, pekerjaan menjadi ringkas dan cepat. Dahulu kala, tatkala sawah dibajak dengan binatang, membutuhkan waktu berhari-hari, dan itu pun dibantu dengan pencangkulan secara manual. Pola kerja traktor tidak jauh berbeda dengan binatang, hanya saja, durasi waktu lebih ringkas, lebih cepat. Yang kemungkinan, kelak, tinggal manusia yang mengendarai mesin dan tugasnya sama: yakni melembutkan tanah guna menanam padi.

Sekarang, mesin tanam, sebagian mulai marak dengan mesin itu, tidak lagi dikerjakan secara gerombolan, namun individu, manusia menunggangi mesin, dan mesin mengeluarkan bibit-bibit tanaman. Di sisi bibit-bibit masih dicabut secara manual. Kelak, bisa jadi, bibit pun dicabutkan mesin. 

Selanjutnya, panen pun, tidak segerombolan orang-orang yang memanen, namun menjadi sebagian orang yang memanen. Bisa jadi, dalam luas, satu hektar hanya dipanen oleh satu orang. 

Bagaimana keadaan pekerja yang lain? Bagaimana kemudian pekerjaan yang lain?

Pekerja yang lain, menyebar, status pekerjaannya menjadi double-triple, ada yang berdagang, berkebun, dan bahkan beternak, atau menjadi kuli bagi orang-orang yang mempunyai lahan yang besar. Atau bekerja apa-pun, yang pasti mendapatkan uang, tujuannya untuk makan.

Kehidupan semakin bergeser kepada nilai uang. sebab kebutuhan-kebutuhan semakin mengajarkan bahwasanya mereka penting untuk menguangkan. Penting mempunyai uang. gunanya, untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 

Kebutuhan yang seperti apa? Beragam: namun akan sangat mencolok demi kebutuhan arah keteknologian. Mereka tertuntut untuk membeli barang-barang teknologi: dasar alasan, karena zaman menuntut untuk itu. zaman menuntut untuk kepuasan teknologi. 

Mungkin bagi orang tua tidak begitu, namun bagi si anak, akan sangat membutuhkan. Sebab, lingkungan anak mengajarkan untuk itu. lingkungan anaka mengajarkan untuk menggunakan teknologi. Contoh konkritnya, handphone—pulsa, kuota—yang bisa jadi adalah laptop, sebagai kendaraan anak untuk ‘alasan’ mengejerkan tugas. Padahal laptop melampuai itu fungsinya. Fungsinya sangat beragam. Namun seringkali ingin-memiliki karena lingkungan mengajurkan untuk itu. lingkungan laksana memaksa memiliki.

Hingga pada akhirnya, anak-anak memiliki alat-alat teknologi. Dengan teknolgi, maka anak-anak mendapatkan pengetahuan yang luas; sebabnya jaringan koneksi. Jaringan internet.

Anak dengan mudah mendapatkan kabar lintas keadaan.

Anak dengan mudah mendapatkan kabar lintas Negara.

Anak dengan mudah mengetahui hal-hal yang indah.

Anak dengan mudah melihat gaya hidup.

Begitulah anak-anak petani. Kini menjadi laksana kekotaan; berpakian ala kota, dan sibuk dengan aktifitas-aktifitas kaum kemapanan. Sibuk dengan aktifitas keindahan, padahal mereka adalah anak-anak tani. Anak-anak tani yang mapan enggan mengerjakan swah, bisa jdi malah dijual itu tanah, lalu membuka usaha, dan itu selain pertanian.

Sebab kerja petani adalah kerja ornang-orsng yang perkasa sekalisu orang berpikir lemah, yang mempu menerim adengan sak-klek begitu saja. Ketika generasi petani memilih jalan lain, tentu itu suatu pergeseran zaman yang tidak bisa dihelak. Yang lebih menekankan nilai-uang, dan nilai-populer atau nilai-budaya masa. 

Generasi tani, pudar, wajar: zaman menuntut untuk itu.

Belum ada Komentar untuk "PUDARNYA GENERASI TANI"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel